Menristekdikti Mohamad Nasir saat kunjungan kerja ke PT Dirgantara Indonesia (foto Humas Ristekdikti)
Pesawat udara N219 yang dikembangkan PT Dirgantara Indonesia (PT DI) sudah memasuki tahap akhir pengembangan. Saat ini sedang dilakukan wing static test untuk prototype pertama pesawat N219. Terbang perdana N219 rencananya akan dilakukan paling lambat pertengahan tahun ini.
Keberhasilan terbang perdana N219 sangat penting artinya bagi industri dirgantara Indonesia. Karena merupakan pembuktian bahwa bangsa Indonesia mampu melakukan rancang bangun pesawat yang murni 100% hasil rekayasa anak bangsa.
Wing static test merupakan sebagian dari syarat-syarat teknis sebelum terbang perdana dapat dilaksanakan. Pesawat baru dapat diterbangkan perdana apabila seluruh syarat dan permasalahan teknis telah dipenuhi.
Wing static test merupakan pengujian struktur sayap pesawat N219 diberi beban limit mencapai 100% bahkan hingga ultimate atau dipatahkan untuk melihat kekuatan maksimum yang dapat ditahan oleh sayap pesawat N219.
Pesawat N219 prototype pertama saat ini masih dalam proses basic airframe dan basic system instalation. Setelah itu akan dilakukan berbagai macam uji fungsi (functional test) untuk memastikan setiap komponen berfungsi dengan baik.
Berbagai pengujian telah dilakukan N219 seperti electrical grounding bonding test, leak test dan cleaning test di fuel tank untuk memastikan tidak adanya kebocoran. N219 juga telah menjalani pengujian landing gear drop test dan electrical power test.
Pesawat N219 merupakan pesawat berkapasitas 19 penumpang dengan dua mesin turboprop yang mengacu kepada regulasi Civil Aviation Safery Regulation (CASR). Ide dan desain pesawat dikembangkan PT. DI dengan pengembangan program dilakukan oleh PT. DI dan Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN).
Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengungkapkan apresiasinya kepada segenap personil PT. DI yang telah bersusah payah mengembangkan pesawat N219.
“Mudah-mudahan schedule yang telah direncanakan bersama dengan Kementerian Perhubungan, LAPAN, Kementerian Perindustrian, dan pihak lainnya bisa berjalan dengan baik,” ujarnya saat kunjungan kerja ke PT. DI di Bandung, Senin (27/12/2017). Dalam kunjungan tersebut Menristekdikti didampingi Kepala LAPAN, Thomas Djamaluddin dan Dirjen Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati.
Nasir menjelaskan pulau-pulau di Indonesia jika dijangkau dengan darat akan memakan biaya yang mahal. Melalui jalur laut pun harus tersedia kapal dalam jumlah yang banyak. Itupun dari segi waktu tidak bisa cepat. “Maka dengan pesawat bisa mempersingkat waktu antar kota dan antar pulau,” imbuhnya.
Menristekdikti berpesan untuk menetapkan harga yang kompetitif dengan melihat siapa kompetitor pesawat ini. Oleh karena itu, diperlukan momentum yang tepat untuk memperkenalkan pesawat ini ke pasar.
Setelah terbang perdana, nantinya kedua prototype yang dibuat harus melakukan 300 jam terbang Flight Test yang diperlukan agar memberikan bukti akan keselamatan penumpang sesuai yang disyaratkan dalam regulasi.
Berita terkait : Pesawat N219 Jalani Proses Sertifikasi