Jakarta, Technology-Indonesia.com – Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) melalui The United Nations Educational Scientific and Cultural Organization (UNESCO) mencanangkan dua program internasional, yaitu Decade of Indigenous Languages 2022-2032 (Dekade Internasional Bahasa Daerah 2022-2032) dan International Mother Language Day (Hari Bahasa Ibu Internasional).
Program tersebut bertujuan memastikan pemenuhan hak masyarakat lokal untuk mempertahankan, melestarikan, merevitalisasi, dan mempromosikan bahasa daerah dalam upaya pembangunan berkelanjutan.
Untuk memperingati dua program tersebut, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar Konferensi Internasional Preservasi Bahasa dan Sastra (The 1st International Conference on Language and Literature Preservation) di Jakarta pada Selasa-Rabu (21-22/02/2023).
Kepala Organisasi Riset Arkeologi Bahasa dan Sastra, Herry Jogaswara, mengatakan UNESCO telah menyerukan kepada seluruh negara di dunia untuk melindungi dan mengembangkan bahasa daerah di wilayahnya masing-masing dengan lebih intensif dan masif.
“Konferensi internasional yang pertama kita laksanakan ini sebagai upaya membangun kesadaran suatu bangsa untuk selalu mempertahankan bahasa ibu di daerahnya sebagai warisan budaya bagi generasi mendatang. Langkah ini dapat menjadi sebuah gerakan sosial dalam bidang kebahasaan yang mampu menciptakan dampak besar dan nyata,” ungkapnya.
Herry menyebutkan peringatan Hari Bahasa Ibu Internasional ini bertujuan mengembangkan dan meningkatkan kesadaran serta kepedulian masyarakat terhadap bahasa dan budaya berdasarkan pemahaman, toleransi, dan dialog. Peringatan setiap tanggal 21 Februari ini disepakati sesuai dengan The General Conference of UNESCO tahun 1999.
Herry berharap konferensi ini dapat menghasilkan pemikiran dan gagasan yang tertuang dalam tulisan berupa makalah tentang preservasi bahasa dan sastra. Makalah tersebut nantinya dipublikasi, baik dalam skala nasional maupun global guna meningkatkan pemahaman tentang pentingnta preservasi bahasa dan sastra untuk menjaga keragaman budaya.
Kepala Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra-BRIN, Katubi menambahkan bahwa kesadaran dan kepedulian para akademisi dan praktisi terhadap pentingnya preservasi bahasa dan sastra dapat terlihat dari jumlah partisipan konferensi yang luar biasa membludak, baik sebagai pemakalah maupun peserta konferensi.
Pemakalah dalam konferensi ini dipilih melalui seleksi yang sangat ketat. Dengan begitu, gagasan, pemikiran, hasil penelitian yang dibahas dalam konferensi ini diharapkan dapat mendorong masifnya penelitian dan gerakan sosial-budaya pelindungan dan pelestarian bahasa dan sastra daerah.
Konferensi ini juga diharapkan menciptakan ekosistem pengetahuan baru, memobilisasi sumber daya manusia lintas disiplin ilmu, dan saling mengomunikasikan hasil penelitian dan berbagi informasi tentang preservasi bahasa dan sastra, baik di Indonesia maupun belahan dunia lain.
Pihaknya mengajak seluruh pemangku kepentingan (stakeholders) untuk memanfaatkan hasil penelitian tentang preservasi bahasa dan sastra yang digagas para akademisi untuk sebagai bagian dari inovasi dan solusi atas berbagai permasalahan yang berkaitan dengan bahasa dan sastra daerah, terutama di Indonesia. Hal ini akan berdaya guna dan bernilai tinggi di masa depan untuk menjaga keragaman budaya.
“Kami harap kegiatan ini dapat mengembangkan penelitian tentang preservasi bahasa dan sastra, terutama di Indonesia, sehingga meningkatkan jumlah publikasi ilmiah dan secara praktis menginspirasi masyarakat untuk turut serta dalam upaya pelindungan bahasa-bahasa di Indonesia dan di tingkat dunia,” ucapnya.
Katubi berharap konferensi ini juga dapat digunakan sebagai tonggak membangun kesadaran publik bahwa keragaman budaya di Indonesia itu dibangun oleh keragaman bahasa dan sastra daerah. Tanpa keragaman bahasa dan sastra daerah, Indonesia hanyalah ruang kosong belaka.
“Karena itu, preservasi bahasa dan sastra daerah adalah tanggung jawab banyak pihak dan bukan hanya para akademisi di bidang bahasa dan sastra,” imbuhnya.
Katubi berharap konferensi bertema ‘Merayakan Keberagaman Bahasa Ibu’ ini dapat menjadi wahana saling bertukar gagasan, pemikiran, dan hasil riset preservasi bahasa dan sastra. Konferensi ini juga bertujuan untuk menguatkan kesadaran masyarakat lokal dan global guna melindungi, merevitalisasi, dan mempromosikan bahasa dan sastra daerah, baik di Indonesia maupun tataran global.
Selain itu, selama ini Indonesia belum mempunyai database repositori dokumentasi bahasa. Padahal, Indonesia menjadi negara dengan predikat terbanyak kedua dalam hal jumlah bahasa. Akibatnya, semua hasil dokumentasi bahasa selama ini tersimpan di SOAS London atau Paradisec Australia atau bahkan masih di tangan perorangan.
Pusat Riset Preservasi Bahasa dan Sastra-BRIN yang telah berkolaborasi dengan Direktorat Repositori, Multimedia, dan Penerbitan Ilmiah (RMPI)-BRIN dan Pusdatin-BRIN mewujudkan mimpi Indonesia, yakni memiliki Database Repositori Dokumentasi Bahasa secara digital dan modern, yang dinamai Language Documentation of Indonesia disingkat LADIN.
“Bersamaan dengan konferensi ini BRIN meluncurkan Language Documentation of Indonesia (LADIN) yang bisa diakses publik dari mana pun, kapan pun, dan oleh siapa pun. Akhirnya, siapa pun peneliti yang melakukan tindakan dokumentasi bahasa dapat menyimpan hasilnya di LADIN ini,” pungkasnya.
Peringati Hari Bahasa Ibu, BRIN Gelar Konferensi Internasional Preservasi Bahasa dan Sastra
