Kemenristek Dikti Dorong Industri Nasional Hasilkan Produk Berdaya Saing

Presiden Joko Widodo meminta kementerian dan lembaga serta Badan Usaha Milik Negara (BUMN) untuk mengutamakan penggunaan komponen buatan Indonesia dalam pengadaan barang dan jasa.

Untuk itu, Kementerian Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristek Dikti) berupaya mendorong percepatan pengembangan industri dalam negeri. Salah satunya dengan membuat kebijakan agar para peneliti, perekayasa, atau dosen bisa bekerja di industri.

Menurut Dirjen Penguatan Inovasi Kemenristek Dikti, Jumain Appe sebelumnya para peneliti, perekayasa, atau dosen  tidak bisa dikirim ke industri. Peneliti pada umumnya juga enggan jika diminta ke industri karena tidak ada satu penghargaan yang dihasilkan dari pekerjaan tersebut.

“Dosen atau peneliti itu karirnya dinilai dari angka kredit. Bekerja di industri saat ini tidak dihitung. Karena itu, kita akan melakukan perubahan supaya kalau dosen atau peneliti bekerja di industri bisa merupakan pengembangan karir ke depan,” kata Jumain dalam diskusi di Gedung II BPPT, Jakarta, Kamis (25/2/2016)

Melalui diskusi bersama anggota Kamar Dagang Indonesia (KADIN), Kemenristek Dikti mengharapkan adanya masukan supaya bisa fokus dalam mendorong industri nasional untuk menghasilkan produk berdaya saing sehingga menjadi tuan rumah di negeri sendiri. “Dalam menghadapi MEA, beberapa negara sudah mulai curi start, sementara kita belum berbuat apa-apa,” lanjutnya.

Sebenarnya, perguruan tinggi sudah memiliki banyak capaian riset dan inovasi, namun tidak terimplementasi. Karena itu dalam penguatan inovasi, Kemenristek Dikti memiliki program untuk menjembatani industri, lembaga litbang dan perguruan tinggi agar bisa membuktikan bahwa apa yang dihasilkan itu layak secara ekonomi.

“Kalau tidak layak secara ekonomi, industri tidak akan mau. Layak secara ekonomi misalnya memberikan efisiensi. Kita harus bisa menghasilkan produk yang biayanya rendah sehingga murah. Kedua kalau kita menghasilkan barang yang unik. Kalau produk biasa harus mampu bersaing dengan produk lain,” kata Jumain.

Oleh karena itu, lanjut Jumain, kita menekankan kepada para peneliti atau perekayasa bagaimana menghasilkan produk-produk atau teknologi yang efisien atau menciptakan produk baru yang bisa masuk ke dalam pasar tertentu.

Banyaknya lulusan perguruan tinggi yang bekerja di luar bidangnya, juga menjadi masalah dalam peningkatan daya saing. Karena itu, sekarang, pemerintah mendorong agar pembuatan jurusan perguruan tinggi sesuai dengan kebutuhan daerah atau masyarakat.

“Jadi sekarang kita tidak bisa bebas membuat jurusan macam-macam. Misalnya di Kalimantan, program studi lebih diarahkan pada bidang geologi pertambangan atau kehutanan. Supaya sesuai dengan apa yag dibutuhkan daerah tersebut dan siap untuk dipakai,” kata Jumain.

Menurut Jumain, ke depan akan ada perubahan mulai dari penerimaan mahasiswa sampai kepada penjurusan dan penentuan kompetensi. Setelah tiga tahun, mahasiswa diharapkan selesai mengikuti kuliah. Satu tahun akan mengambil kompetensi apakah itu akan langsung ke internship program di industri atau di dalam universitas dengan mengembangkan wirausaha kemahasiswaan.

“Industri bisa memanfaatkan itu untuk bisa bekerjasama jika membutuhkan SDM. Industri tak perlu mengeluarkan anggaran untuk mendidik SDM yang menyebabkan biaya tinggi. Industri bisa konsentrasi di produksi,” pungkas Jumain.

 

 

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author