Technology-Indonesia.com – Masyarakat dunia saat ini menghadapi dua masalah besar akibat meningkat pesatnya konsumsi bahan bakar fosil. Dua masalah tersebut yakni ketersediaan bahan bakar yang hampir habis dan masalah lingkungan dengan meningkatnya polusi udara dan pemanasan global. Situasi ini mendorong lembaga riset melakukan penelitian terkait energi alternatif yakni Bioetanol.Â
Â
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) telah melakukan penelitian dan pengembangan sumber energi tersebut. Kini pengembangannya telah menjejak generasi ke-2. Bioetanol generasi ke-2 LIPI memanfaatkan limbah Tandan Kelapa Sawit (TKS) untuk menjadi bahan baku bioetanol.Â
Â
Kepala Pusat Penelitian Kimia LIPI, Agus Haryono mengatakan Indonesia merupakan negara besar yang memiliki sumber daya biomassa yang melimpah sebagai bahan baku untuk produksi bioethanol. Bioetanol adalah bahan bakar alternatif yang terbarukan dan ramah lingkungan.
Â
“Kami telah berhasil mengembangkan bioetanol generasi ke-2 yang lebih ramah lingkungan dibanding generasi sebelumnya,” kata Agus di sela-sela kunjungan Delegasi Korea Selatan dan ASEAN ke Pusat Penelitian Kimia LIPI di Puspiptek Serpong, Tangerang Selatan pada Kamis (1/3/2018).
Â
Agus menyebutkan, bioetanol generasi ke-1 masih memanfaatkan bahan pangan sebagai bahan bakunya. Ini tentu kurang bagus karena akan tumpang tindih dengan kebutuhan bahan pangan sebagai makanan. Teknologinya pun masih belum seramah lingkungan seperti generasi ke-2 ini.
Â
Peneliti Pusat Penelitian Kimia LIPI, Haznan Abimanyu menambahkan bioetanol generasi ke-2 jauh lebih efektif dan efisien dari sebelumnya. Penggunaan TKS bisa membantu mengolah sampah dan limbah kelapa sawit yang sebelumnya tak termanfaatkan.Â
Â
“Indonesia memiliki lahan kelapa sawit yang luas. Artinya, TKS cukup melimpah dan berpotensi untuk bahan bakar generasi ke-2 secara berkesinambungan,” tuturnya.
Â
Haznan berharap murahnya bahan bakar bioetanol generasi ke-2, maka bisa diaplikasikan di masyarakat dengan harga lebih terjangkau lagi. “Bioetanol generasi ke-1 sebenarnya sudah terjangkau harganya, yakni Rp. 6.500 per liter. Sayangnya, bahan bakunya menggunakan bahan pangan,” ujarnya.
Â
LIPI telah mengembangkan alat pembuat bioetanol generasi ke-2 ini, tapi belum sepenuhnya sempurna. “Kami masih berkoordinasi dengan Pusat Penelitian Bioteknologi LIPI untuk mengembangkan mesinnya, sehingga kita tidak perlu impor lagi,” lanjutnya.
Â
Menurut Haznan, pilot plant bioetanol generasi ke-2 ini merupakan satu-satunya yang ada di Indonesia dan menjadi bench-mark untuk proses produksi bioetanol berbasis lignoselulosa. Bioetanol yang dihasilkan memiliki konsentrasi 99,5% yang siap digunakan untuk bahan bakar pengganti bensin.
Â
Melimpahnya biomassa khususnya lignoselulosa di Indonesia membuka kesempatan besar terwujudnya bahan bakar yang dapat terbarukan dan ramah lingkungan. “Kami terus mengembangkan riset-riset bioefuel berbahan baku biomassa yang lebih cost-effective dan diharapkan terjalin kolaborasi antar negara ASEAN dan Republik Korea dalam penelitian dan pengembangan biofuel,”pungkasnya.
Â
Pusat Penelitian Kimia LIPI telah memiliki paten-paten terkait produk samping pengembangan bioetanol Generasi ke-2. Paten tersebut seperti karbon aktif dari lignin, senyawa antioksidan glutathione untuk kosmetik, dan proses pengolahan limbah bioetanol. Paten-paten yang dihasilkan dikelola oleh Pusat Inovasi LIPI sebagai aset Hak atas Kekayaan Intelektual (HaKI) dan terus diupayakan untuk dapat digunakan oleh industri.