Hubungan Riset dan Industri Harus Dipererat

Hasil-hasil riset dari lembaga litbang dan perguruan tinggi selama ini belum banyak dimanfaatkan oleh sektor produksi barang dan jasa. Hal ini menunjukkan belum terjadi hilirisasi atau komersialisasi hasil riset di dunia industri.

Hasil riset lembaga litbang dan perguruan tinggi banyak terhenti sebagai karya ilmiah yang hanya bermanfaat untuk kepentingan peneliti atau perekayasa. Di lain pihak, ada kesan dunia industri tidak terlalu berminat untuk terlibat dalam dunia litbang. Hampir 80% dana riset nasional merupakan kontribusi pemerintah. Sisanya, 20% dikeluarkan oleh industri/swasta. Dunia industri cenderung membeli hasil iptek dari luar negeri karena lebih mudah dan beresiko rendah.

Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Muhammad Nasir mengatakan untuk dapat bersaing di tingkat global, sektor produksi barang dan jasa nasional harus memanfaatkan inovasi yang dihasilkan oleh kegiatan riset dalam negeri. Ketergantungan pada lisensi luar negeri hanya akan memperlemah industri nasional.

“Untuk itu, diperlukan terobosan untuk memperbaiki dan mempererat hubungan antara dunia riset dengan industri. Kendala dan halangan dalam proses hilirisasi dan komersialisasi hasil riset perlu diidentifikasi dan dicarikan jalar  keluar,” kata Nasir dalam Workshop dan Temu Bisnis dalam rangka Sidang Paripurna III Dewan Riset Nasional (DRN) 2015, di Jakarta, Jumat (11/12).

Menristekdikti mengapresiasi kegiatan yang bertujuan untuk melakukan hilirisasi dan komersialisasi hasil-hasil riset kepada pengusaha atau masyarakat. “Yang paling penting adalah bagaimana hasil-hasil riset ini bisa dimanfaatkan industri dan masyarakat. Biaya riset yang begitu besar kalau tidak bisa dimanfaatkan oleh masyarakat itu sangat rugi besar,” lanjut Nasir

Dalam Workshop tersebut, Kemenristekdikti menyampaikan hasil-hasil penelitian dari delapan bidang riset yaitu bidang pangan dan pertanian, energi, kesehatan dan obat-obatan,  transportasi, TIK, pertahanan dan keamanan, material maju, serta kemaritiman.

“Apa yang dilakukan para peneliti belum sampai ke tahap industri. Harapan saya ke depan semua inovasi dan invensi harus menjadi harus menjadi produk industri. Ini tugas DRN agar mencoba mengembangkan dan menemukan antara keinginan industri dengan kemampuan riset yang kita miliki. Ini harus dijaga dan tingkatkan agar riset itu betul-betul bermanfaat,” kata Nasir.

Mengenai dukungan pendanaan, APBN Kemenristekdikti yang dialokasikan untuk perguruan tinggi sekitar 1.6 Triliun. Di Ristek ada sekitar 200 Milyar untuk penerapan riset dan 90 Milyar untuk inovasi ada 90M. “Ini belum termasuk PMBP yang dimiliki perguruan tinggi. Saya minta dialokasikan 10% untuk riset. Selama ini hal itu tidak diatur,” ungkapnya.

Penyelenggaraan workshop dan temu bisnis ini dimaksudkan untuk mempertemukan para pelaku usaha/bisnis, pelaku riset/akademisi, dan pemangku kebijakan untuk memaparkan hasil riset yang telah siap dimanfaatkan sektor industri. Workshop ini juga untuk mengetahui iptek dan inovasi yang dibutuhkan dunia usaha, serta memperoleh masukan untuk penyempurnaan agenda riset dan rencana induk riset dan inovasi nasional termasuk kebijakan pendukungnya.

Dalam kegiatan ini dilaksanakan juga gelar iptek hasil riset dari berbagai lembaga litbang dan perguruan tinggi. Temu bisnis juga diikuti 170 asosiasi dan himpunan dunia usaha guna memanfaatkan dan memberikan masukan tentang riset yang perlu dikembangkan.

 

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author