Deteksi Cemaran Logam Berat, BRIN Kembangkan Sensor Ramah Lingkungan

TechnologyIndonesia.id – Pencemaran logam berat di Indonesia masih menjadi ancaman serius bagi lingkungan dan kesehatan masyarakat. Keberadaan logam seperti merkuri (Hg) dan kromium (Cr) dalam kadar tinggi dapat merusak ekosistem serta menimbulkan gangguan kesehatan permanen.

Menanggapi permasalahan ini, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) mengembangkan metode deteksi limbah logam berat dengan menggunakan nanopartikel perak (AgNPs) yang disintesis menggunakan teknik iradiasi gamma (iradiasi). Penelitian ini dilakukan sejak September 2021 hingga November 2024.

“Kami menggunakan radiasi gamma dari isotop cobalt-60 untuk membentuk nanopartikel perak yang stabil. Proses ini lebih ramah lingkungan karena tidak membutuhkan banyak bahan kimia sebagai residu yang berbahaya,” ungkap Dhita Ariyanti, Dosen Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia (Poltek Nuklir).

Dosen Poltek Nuklir bersama dengan peneliti BRIN lainnya berupaya menciptakan sebuah terobosan baru berupa sensor pendeteksi logam berat berbasis nanopartikel perak (AgNPs).

Nanopartikel Ag merupakan salah satu alternatif yang dapat digunakan untuk mendeteksi keberadaan limbah logam berat. Nanopartikel Ag dapat disintesis melalui reaksi reduksi dengan agen reduktor dari bahan kimia, senyawa biologi, dan iradiasi gamma.

Nanopartikel AgNPs dengan stabilisator kitosan merupakan bahan alami yang biasa ditemukan pada kulit udang dan kepiting. Larutan ini disinari dengan radiasi gamma pada tiga tingkat dosis yaitu 7,5, 15, dan 20 kilogray (kGy). Hasil terbaik diperoleh pada dosis 15 kGy, yang menunjukkan pembentukan partikel perak secara optimal.

“Ciri khas terbentuknya AgNPs itu bisa dilihat dengan mata telanjang dari perubahan warnanya, dan dikonfirmasi lebih lanjut lewat alat spektrofotometer UV-Vis,” tambah Dhita.

Menurutnya, sensor bekerja dengan metode colorimetric yaitu mendeteksi keberadaan logam berat berdasarkan perubahan warna larutan. Saat diuji dengan logam-logam berbahaya seperti merkuri (Hg), kromium (Cr), timbal (Pb), dan tembaga (Cu), hanya Hg dan Cr yang memicu perubahan signifikan.

“Artinya, AgNPs kami sensitif terhadap dua logam itu. Mekanismenya sederhana yaitu ion logam dengan potensial reduksi lebih tinggi dari perak akan bereaksi dan memicu perubahan struktur partikel, yang terukur dalam spektrum absorbansi,” ungkapnya.

Namun, ia mengakui bahwa kestabilan AgNPs/kitosan ini masih menjadi tantangan. “Setelah dua hari, partikel cenderung membentuk aglomerasi. Jadi saat ini masih cocok untuk deteksi cepat secara kualitatif. Kami sedang berupaya untuk mengembangkan agar lebih stabil dan bisa digunakan untuk pengukuran kuantitatif juga,” imbuhnya.

Penelitian ini menjadi langkah awal menuju alat deteksi logam berat portabel, cepat, dan murah. Menurutnya, teknologi ini sangat potensial untuk digunakan di daerah yang sering mengalami pencemaran sungai atau sumber air akibat aktivitas industri.

Dengan teknologi yang sederhana namun efektif, inovasi berbasis radiasi nuklir ini membuktikan bahwa ilmu pengetahuan bisa memberikan solusi nyata atas persoalan lingkungan.

Dhita berharap, ke depan pengembangan keilmuan nuklir berbasis radioreduktor ini bisa berkembang lebih lanjut hingga mampu mendeteksi berbagai jenis logam berat sekaligus.

“Target kami bukan hanya skala laboratorium, tapi sensor lapangan yang bisa digunakan siapa pun, bahkan oleh masyarakat,” pungkasnya optimistis. (Sumber: brin.go.id)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author