Pemanfaatan Jamur Morel Taman Nasional Gunung Rinjani Melalui Bioprospeksi

Technology-Indonesia.com – Secara ekologi, jamur morel (Morchella spp.) umum dijumpai di daerah bersuhu dingin. Di dunia diduga terdapat sekitar 80 jenis. Umumnya tumbuh tersebar pada kawasan temperate Eropa, Amerika dan Asia. Alam tropis Rinjani nyatanya menjadi salah satu habitat dari jenis edible mushroom ini.

Melansir dari laman brin.go.id, dalam kawasan Taman Nasional Gunung Rinjani, jamur morel dapat dijumpai tumbuh pada ketinggian 1100-1800 meter di atas permukaan laut. Umumnya ditemukan pada daerah terbuka sepanjang akses jalur pendakian.

Untuk mengenalinya sangat mudah. Tampilan fisik jamur golongan Ascomycota ini unik. Pada permukaan tudungnya yang berwarna putih, tampak kerutan membentuk ruang-ruang tak beraturan. 

Berkat kandungan protein yang tinggi dan nutrisi yang banyak dimilikinya, tak heran bila dibandingkan jamur konsumsi lainnya, harganya melambung. Kisaran harga jualnya mencapai $50-216 per kilo gram, dengan kebutuhan mencapai 225 ton kering. 

Nilai ekonomi yang cukup menggiurkan. Tentu menjadi incaran masyarakat. Belum ditemukannya teknik budidaya yang tepat menjadikan masyarakat memburunya di hutan secara langsung. Pengambilan secara terus menerus tanpa ada proses budidaya dikuatirkan akan mengancam kelestariannya.

Asep Hidayat Peneliti Ahli Utama pada Pusat Riset Mikrobiologi Terapan-BRIN, yang juga Koordinator Program Riset Jamur Morel, mengungkapkan bila ancaman kelestariannya tak hanya akibat faktor internal berupa penurunan kelimpahan. Pengakuan sumber daya genetik dari pihak lain, dikhawatirkan menjadi ancaman eksternal.

Sebagai bentuk antisipasi, Balai TNGR mengandeng Pusat Riset Mikrobiologi Terapan dan Pusat Riset Biosistematika, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) untuk melakukan kajian bersama. Base line study menjadi pondasi guna menghimpun basis data. Muaranya mengarah pada upaya pemanfaatan secara berkelanjutan. Masyarakat juga dapat di dorong untuk turut berpartisipasi dalam upaya konservasi. Bahkan nantinya dapat menikmati potensi secara ekonomi.

Dalam kunjungannya beberapa waktu sebelumnya, Kepala Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan, Iman Hidayat PhD, menyatakan dukungannya akan kolaborasi yang terjalin. Skema pendanaan riset dapat dibangun secara jangka pendek dan panjang. Dukungan BRIN dapat juga berupa peralatan lapangan, pembangunan laboratorium alam khas/spesifik serta menciptakan talenta muda lokal.

“Mandat Organisasi Riset Hayati dan Lingkungan adalah pemanfaatan berkelanjutan keanekaragaman hayati lokal potensial. Pemanfaatan tersebut dimulai dengan penemuan teknologi kunci yang diselaraskan dengan aspek konservasi, pengelolaan dan perbaikan lingkungan. Tugas ini menjadi penting dan prioritas dalam mendukung peningkatan nilai ekonomi serta proteksi protein dan genomic data di masa depan,” ujar nya.

Dedy Asriady, selaku Kepala Balai Taman Nasional Gunung Rinjani menyambut baik jalinan kerja sama ini. Dalam keterangannya, untuk pengelolaan keanekaragaman hayati, TNGR telah memiliki peta jalan penelitian hingga 2031. 

Melalui kerja sama ini, Dedy berharap BRIN dapat mengkaji ulang dokumen dalam hal penajaman pengelolaan kawasan konservasi. Saat ini, terdapat 6 prioritas jenis yang ditetapkan untuk perlindungan, dan pemanfaatan secara lestari. Terutama spesies yang memiliki nilai ekonomi, seperti Morel (Morchella sp.) dan Pranajiwa (Euchresta horsfieldii). 

Sebagai kekuatan secara legal dalam tataran teknis pelaksanaannya, Nota Kesepahaman antara Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan dan Kepala Badan dan Inovasi Nasional telah ditandatangani pada tanggal 3 Mei 2023. 

Program Riset Dari Hulu ke Hilir

Dalam pelaksanaannya, berbagai paket kegiatan telah dirancang. Penelitian lapangan dan uji laboratorium dilakukan.

Aktivitas lapangan berupa eksplorasi dan karakteristik habitat spesifik menjadi hal utama yang dilakukan. Riset mendalam terkait phylogenetic menjadi dasar untuk mengetahui asal usul dan kekerabatannya. Karakterisasi siklus hidup menjadi data primer yang sangat dibutuhkan. Rentetan kegiatan yang dilakukan tentunya akan bermuara pada formulasi dalam teknik budidaya secara ek-situ (di luar habitat nya).

Bioprospeksi sebagai pendekatan dalam upaya mendukung ekonomi berkelanjutan, tentu sangat didambakan. Tak hanya kelestarian ekosistem dan keuntungan eksistensi sumber bahan baku semata. Namun, investasi bioprospeksi turut mendukung pengetahuan masyarakat yang hidup bergantung pada sumber alam dan kearifan lokal. 

Sumbangsih hasil riset akan dapat dirasakan oleh semua pihak. Keanekaragaman hayati tetap lestari dan masyarakat menikmati dari potensi keanekaragaman hayati yang dimiliki.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author