Teknologi Faspol 5.0 dari Banjarnegara, Ubah Sampah Plastik Jadi Petasol

TechnologyIndonesia.id – Sampah plastik ternyata bisa diolah menjadi bahan bakar minyak (BBM). Bank Sampah Banjarnegara (BSB) berhasil mengembangkan Teknologi Faspol 5.0 mampu mengubah sampah plastik menjadi Petasol yang kualitasnya mendekati Pertamina Dexlite dan bernilai ekonomis sekitar Rp13.600 per liter.

Pengembangan teknologi Faspol 5.0 ini mendapat dukungan dari Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN). Teknologi ini merupakan sebuah mesin pengolah sampah plastik menjadi bahan bakar ramah lingkungan.

Ketua Divisi Produksi Faspol 5.0 – Bank Sampah Banjarnegara (BSB), Endi Rudianto menjelaskan bahwa pengembangan teknologi Faspol 5.0 berawal dari keprihatinan menggunungnya sampah plastik di sekitar kediamannya.

Endi bersama rekan-rekannya di BSB kemudian berupaya mencari solusi dengan mengolah sampah plastik menjadi minyak bakar untuk kompor sumbu. Sayangnya, pemerintah saat itu mulai gencar mempromosikan penggunaan kompor gas elpiji. Kompor sumbu pun mulai ditinggalkan warga.

Tidak menyerah, pendiri komunitas BSB, Budi Trisno Aji, pada 2019 berhasil menemukan katalis atau zat aditif yang mampu memurnikan olahan sampah plastik menjadi bahan bakar diesel berkualitas tinggi. Endi menyebutnya teknologi fast pyrolysis 5.0 atau Faspol 5.0. Sedangkan BBM yang dihasilkan diberi nama Petasol.

Endi menjelaskan bahwa sampah plastik yang menjadi bahan baku utama berasal dari kantong kresek yang secara ekonomi tidak ada nilainya. Kemudian dibakar sehingga menghasilkan cairan dan gas.

“Cairan atau minyak bakar tersebut kemudian di-treatment oleh katalis yang kami ciptakan, untuk kemudian dihasilkan Petasol,” tutur Endi dalam Media Lounge Discussion (MELODI) yang digelar BRIN secara daring pada Rabu (28/5/2025).

BSB memiliki mesin pengolah sampah dengan kapasitas 200 kilogram bahan baku sampah plastik yang dapat menghasilkan 170 hingga 180 liter Petasol. Selama ini, Petasol yang dihasilkan BSB dimanfaatkan untuk mesin-mesin pertanian dan kendaraan bermotor warga sekitar.

“Kami tidak bisa memastikan 1 kilogram bahan baku dapat menghasilkan 1 liter Petasol. Sebagai gambaran, sampah kering bersih dapat menghasilkan 95 persen. Namun, untuk rata-rata sampah kering dan basah menghasilkan 70 hingga 80 persen,” ujarnya.

Selain menciptakan Faspol 5.0, pihaknya telah membuat mesin pembakar sampah sederhana untuk dimanfaatkan bank sampah di tempat lain. Endi menyebutkan, sedikitnya sudah 50 tempat di wilayah Indonesia yang sudah memanfaatkan mesin pembakar sampah serta teknologi Faspol 5.0 yang.

“Setiap kami mengirim mesin dan teknologi Faspol 5.0, kami lanjutkan dengan pelatihan bagi operatornya, untuk memastikan mesin dapat menghasilkan produk sesuai SOP yang ditetapkan,” jelas Endi.

Terkait upaya menjaga kualitas produk, Endi menyebut peran laboratorium BRIN dan Balai Besar Pengujian Minyak dan Gas Bumi (Lemigas) untuk memantau kualitas Petasol. BSB berkolaborasi dengan BRIN sejak 2022, terutama untuk uji lab Petasol dan uji termodinamika kendaraan.

Menurutnya, keterlibatan BRIN dalam uji kendaraan yang menggunakan Petasol dapat meningkatkan kepercayaan masyarakat untuk memilih Petasol sebagai bahan bakar kendaraannya.

Petasol telah melalui serangkaian uji laboratorium di BRIN dan Lemigas. Hasilnya menunjukkan bahwa Petasol memenuhi standar bahan bakar setara minyak solar B0.

Metode Fast Pyrolysis

Peneliti Ahli Utama Pusat Riset Sistem Produksi Berkelanjutan dan Penilaian Daur Hidup BRIN, Tri Martini menjelaskan bahwa alat ini merupakan generasi kelima dari metode fast pyrolysis, yang menggunakan sistem multi kondensor untuk meningkatkan efisiensi proses pirolisis.

“Salah satu inovasi utama adalah penghapusan penggunaan pipa spiral atau elbow, yang biasanya rawan tersumbat dan berpotensi menimbulkan ledakan. Dengan sistem baru ini, proses pembakaran menjadi lebih lancar dan aman,” ungkapnya

Menurut Martini, BRIN telah melakukan uji laboratorium terhadap bahan bakar hasil olahan Faspol 5.0, yang disebut petasol. Hasil uji menunjukkan bahwa petasol memenuhi 18 parameter standar bahan bakar minyak (BBM), dengan angka setana mencapai 51, lebih tinggi dibandingkan biosolar (38,6) dan mendekati kualitas Pertamina Dex atau Dexlite.

Teknologi ini telah mendapatkan paten dan masuk dalam e-katalog, sehingga dapat diperjualbelikan dan didistribusikan ke berbagai komunitas serta instansi yang membutuhkan solusi atas masalah sampah plastik.

“BRIN berharap Faspol 5.0 dapat menjadi bagian dari strategi nasional menuju ekonomi sirkular dan energi berkelanjutan,” tandasnya.

Saat ini, lanjut Martini, teknologi Faspol 5.0 telah diimplementasikan di beberapa desa di Indonesia, termasuk Desa Kasilib, Kecamatan Wanadadi, Kabupaten Banjarnegara, dan telah digunakan di 52 lokasi di seluruh Indonesia.

Merk petasol sudah memiliki sertifikat Hak Cipta dan nama Faspol juga sudah memiliki tanda daftar Paten dari Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual. Uji mutu petasol telah dilakukan pula di Laboratorium BRIN, Lemigas, dan Universitas Diponegoro.

Namun demikian, meskipun teknologinya telah mendapatkan paten, produk bahan bakar petasol masih dalam proses pendaftaran regulasi dan pengajuan izin untuk dapat dijual secara luas. Regulasi yang sudah ada adalah Perwali no 7 Tahun 2025 yang dikeluarkan Pemerintah Kota Semarang, ditandatangani oleh Walikota Semarang pada 17 Februari 2025.

Ia berharap pemerintah dapat memberikan regulasi yang mendukung penggunaan bahan bakar hasil olahan Faspol 5.0, sehingga dapat digunakan secara luas. Selain itu, diperlukan juga kolaborasi dengan industri sehingga Faspol 5.0 dapat dikembangkan lebih lanjut untuk meningkatkan efisiensi dan kualitas bahan bakar yang dihasilkan.

Nilai Ekonomi

Pada kesempatan tersebut, Tri memberikan gambaran nilai ekonomi yang diperoleh dari daur ulang sampah plastik yang dikelola BSB.

“Harga produksi Petasol per liter sekitar Rp6.160, sedangkan harga jualnya kami rekomendasikan Rp9.700, sehingga diperoleh keuntungan Rp3.540 per liter. Keuntungan yang diperoleh dapat dibagi dua, yaitu untuk pengelola BSB dan masyarakat,” jelas Tri.

“Dari hasil analisis break even point kami, investasi untuk kapasitas mesin 50-100 liter, estimasi kami dapat kembali dalam waktu 1,5 tahun. Selain itu, benefit cost ratio sudah di atas satu dengan revenue cost ratio di atas dua, yang artinya aktivitas ini menguntungkan dan layak untuk dikembangkan,” ungkap Tri.

Namun, menurut Tri, ada hal yang lebih penting untuk dicermati, yakni bagaimana kegiatan ini dapat berhasil direplikasi di pedesaan untuk membantu para petani dan nelayan menyediakan BBM peralatan yang mereka gunakan sehari-hari.

“Kondisi ini jika terus berlanjut, dapat menciptakan kemandirian energi di pedesaan yang ujungnya mendukung kemandirian pangan sebagai cita-cita kita semua,” pungkasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author