BRIN dan BSIP Jaring Peluang Standardisasi Instrumen Agroklimat dan Hidrologi Pertanian

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Badan Standardisasi Instrumen Pertanian (BSIP) menggelar Focus Group Disscusion (FGD) yang mengusung tema “Menjaring Peluang Standardisasi Instrumen Agroklimat dan Hidrologi Pertanian”, pada Selasa, (20/6/2023).

Kegiatan ini merupakan tindaklanjut hasil pembahasan proposal kegiatan Balai Pengujian Standar Instrumen Agroklimat dan Hidrologi Pertanian, BSIP Tahun 2023. Harapannya, dapat melahirkan kolaborasi, pertukaran informasi, dan penerapan atau hilirisasi inovasi teknologi khususnya terkait adaptasi terhadap dampak perubahan iklim.

Kepala Balai Pengujian Standar Instrumen Agroklimat dan Hidrologi Pertanian, Asmarhansyah menyampaikan usulan tersebut akan menjadi konsep yang mempunyai output berupa rancangan.

“Terkait RSNI yang keluar dari kami adalah rancangan. Komisi teknis harus memenuhi empat komponen mulai dari pemerintah, akademisi/pakar, produsen dan konsumen. Rancangan SNI diajukan ke Badan Standardisasi Nasional (BSN), dan selanjutnya akan ditetapkan menjadi SNI,” terang Asmarhansyah.

“SNI yang sudah disetujui oleh BSN nantinya akan diterapkan oleh Balai Besar Penerapan Standar Intrumen Pertanian. Umpan balik dari pengguna SNI bisa diuji dan direvisi kembali (pemeliharaan SNI),” imbuhnya.

Pada kesempatan yang sama, Peneliti Pusat Riset Iklim dan Atmosfer (PRIMA) BRIN, Aris Pramudia mengungkapkan dalam mengantisipasi keragaman dan perubahan iklim, sebagian petani masih belum mendapatkan atau menjangkau informasi, apalagi menerapkan inovasi dan teknologi.

Aris mengungkapkan tantangan yang umum dihadapi adalah tidak sampainya informasi kepada petani, atau kurangnya penerjemah (science communicator) yang dapat memberikan informasi yang tepat kepada penyuluh/petani.

“Dampak akhir yang diharapkan adalah semakin banyak inovasi teknologi dan instrumen terstandarisasi yang dapat dimanfaatkan oleh petani untuk peningkatan produksi dan keberlanjutan pertanian,” tuturnya.

Sementara itu, Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Budi Kartiwa, menyampaikan tantangan terbesar dari bidang hidrologi pertanian yakni terkait pengembangan pertanian.

“Bagaimana mengoptimalkan pemanfaatan potensi lahan kering yang sangat luas, yang saat ini belum optimal dimanfaatkan dikarenakan belum tersedianya teknologi spesifik lokasi terkait pengelolaan air dan irigasi,” ucapnya.

Dalam materinya “Menjaring Peluang Standardisasi Instrumen Hidrologi Pertanian”, Budi menjelaskan standarisasi instrumen hidrologi pertanian adalah upaya menstandarkan setiap metode ataupun desain terkait pengelolaan air dan irigasi agar implementasi sistem irigasi di agroekosistem tertentu menjadi terstandarisasi.

Menurutnya sektor pertanian yang terstandarisasi akan berdampak pada efisiensi dan efektifitas implementasi infastruktur pengelolaan air dan irigasi.

Budi menjelaskan peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumberdaya Air pada Kelompok Riset Pengelolaan Air untuk Pertanian sudah sejak awal berkoordinasi dan dilibatkan oleh Balai Pengujian Instrumen Agroklimat dan Hidrologi dalam menentukan topik serta penyusunan dokumen pengajuan standarisasi.

Selanjutnya Peneliti Pusat Riset Limnologi dan Sumber Daya Air BRIN, Setyono Hari Adi menyampaikan bahwa standar sistem informasi berfokus kepada bagaimana cara pengembangan sistem sehingga dapat menjadi standar dalam agroklimat dan hidrologi yang tersampaikan kepada para pengguna (user).

“Maka dari itu sistem informasi di BPSI agroklimat dan hidrologi harus kuat pondasinya,” ujarnya.

Di akhir penutup, Farida dari BPSI Agroklimat dan hidrologi menyimpulkan bahwa dalam FGD ini pada topik agroklimat membutuhkan langkah mengetahui nilai-nilai threshold.

Diperlukan analisis untuk mendapatkan nilainya, sehingga BSIP Agroklimat bersama peneliti dan para ahli dapat menyusun panduannya. Pada intinya, peluang standardisasi dilakukan dengan melakukan pengamatan, pengumpulan data, dan penerapan konsep.

Pada topik hidrologi terkait irigasi tersier, ruang lingkup untuk Kementerian Pertanian ke depan bisa menjadi sedikit. Sehingga potensi lahan kering bisa dikembangkan khususnya standar irigasi. Selanjutnya, terdapat peluang standardisasi metode survei (berdasarkan pada kebutuhan dan spesifikasi peralatan), survei potensi air (permukaan/air tanah), survei fotografi, dan survei foto udara.

Adapun terkait konsep teknologi irigasi hemat air di lahan kering, termasuk jika menggunakan embung sebagai irigasi alternatif, bagaimana sistem distribusi penggelontoran. Selanjutnya untuk topik sistem informasi (SI) agroklimat dan hidrologi.

Dalam pengembangan SI ada 3 faktor penting yaitu: ketersediaan, instrumen, dan kebutuhan dengan tujuan diseminasi dan feedback. Peluangnya adalah dari hasil riset-riset yang sudah dilakukan dapat diuji.

Lebih lanjut Farida menyampaikan identifikasi dalam instrumen SI harus dilihat pada struktur organisasi IT-nya, SDM IT (internal, external, dan rekrutmen), infrastruktur IT, knowledge dan teknologi.

“Melalui identifikasi tersebut diharapkan dalam pengembangan SI yang dapat menjadi standar seharusnya menghasilkan analisis data yang spesifik (tidak hanya menampilkan data saja) dan harus user-oriented (tidak berfokus pada pengembang),” jelasnya.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author