LIPI Kukuhkan Dua Profesor Riset

Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) mengukuhkan dua Profesor Riset baru di Jakarta pada 15 September 2014. Kedua ilmuwan ini adalah Dr. Tatik Khusniati dari Pusat Penelitian Biologi dan Dr. Henny Warsilah dari Pusat Penelitian Kemasyarakatan dan Kebudayaan.

Dalam pengukuhan tersebut, Dr. Tatik Khusniati menyampaikan orasi ilmiah dalam bidang mikrobiologi berjudul “Peran Mikroba dan Enzim dalam Industri Susu dan Produk Turunannya”.

Menurut Tatik industri pengolahan susu, khususnya susu sapi yang belakangan tumbuh pesat,menghadapi kendala terutama susu yang mudah rusak. “Kerusakan yang paling sering terjadi karena kontaminasi bakteri,” jelasnya.

Secara tradisional, kerusakan susu dan produk turunannya ditentukan oleh indera perasa (Organoleptik). Pengujian lebih lanjut biasanya dilakukan secara mikrobiologis dan biokemis. Penentuan kerusakan susu lebih akurat antara lain dengan cara mengidentifikasi mikroba perusak susu dan mengidentifikasi enzim yang dihasilkannya.

Titik mengungkapkan, salah satu cara paling umum dilakukan untuk menghilangkan mikroba kontaminan dengan dipasteurisasi. Bila cara itu kurang berhasil, ada cara lain dari penelitian terbaru yakni melaluipenambahan senyawa pengawet, di antaranya senyawa volatile (senyawa atsiri) yang memiliki anti bakteri.

“Selain itu, menggunakan beberapa bakteri asam laktat dan bakteri asam asetat yang mampu menghambat pertumbuhan bakteri perusak dan sekaligus menekan sintesis enzim perusak susu,” ulasnya.

Dalam kesempatan yang sama, Dr. Henny Warsilah memaparkan orasi ilmiah bidang sosiologi dengan judul “Transformasi Sosial Masyarakat Kota Jakarta dari Periode Orde Baru hingga Era Reformasi”.

Menurut Henny, transformasi sosial di ruang kota adalah perubahan masyarakat kota secara sosial, budaya, ekonomi dan politik ke arah yang lebih baik. Proses transformasi sosial harus diarahkan dengan baik baik sesuai konsep keseimbangan penataan ruang kota, antara ruang fisik dan ruang sosial. Jika tidak, proses tansformasi sosial akan wajah kota yang tidak beradab.

“Transformasi fisik kota Batavia dari sisi sejarah sosial berlangsung dengan cepat, dari sebuah tempat dagang menjelma menjadi kota Batavia. Penduduknya mengalami perkembangan pesat pula. Pasca kemerdekaan RI, kota Batavia tertransformasi menjadi kota Jakarta secara fisik, politik dan sosial budaya,” jelasnya.

Penduduk Jakarta, bukan lagi didominasi orang asing dan  Cina, tetapi oleh penduduk dari kepulauan nusantara. Hubungan-hubungan sosial berkembang pesat dan masyarakat sudah mengekspresikan diri secara luas.

Budaya Jakarta sangat heterogen, masing-masing budaya etnik dapat tampil sejajar dengan budaya dari luar. Masyarakat Jakarta menjadi masyarakat terbuka dan universal, akomodatif terhadap perbedaan suku, agama, ras dan ideologi serta menjadi masyarakat inklusif.

Henny melihat transformasi sosial di ruang Kota Jakarta pada satu sisi memberikan nilai tambah berupa kehidupan yang lebih nyaman bagi sebagian penduduk kota. Di sisi lain, transformasi sosial  menghasilkan kondisi ketidakberuntungan bagi penduduk miskin. Jika tidak direncanakan secara matang, transformasi  sosial akan melahirkan budaya kekerasan dan tumbuh suburnya budaya premanisme di kalangan penduduk kota.

“Belajar dari kondisi di atas, dibutuhkan suatu transformasi dalam penataan ruang kota yang pro publik dan terintegratif sifatnya. Setelah proses transformasi berlangsung, dibutuhkan suatu rekonstruksi sosial untuk meningkatkan kondisi ruang kota ke arah yang lebih baik,” tandasnya. Sumber humas LIPI

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author