ARIZONA — Sudah menjadi tradisi di negara subtropis, musim panas adalah waktu yang untuk berpestapora di outdoor, sambil menjaring hangatnya sinar matahari. Dalam iklim ekstrim dan pemanasan global, tanpa disadari, musim panas kini juga prime time bagi sejumlah hama dan serangga untuk berbiak. Hasil kajian menunjukkan, peningkatan suhu lingkungan mengakibatkan risiko merebaknya wabah wabah penyakit.
Aneka hama dan penyakit merebak bersama meningkatnya populasi nyamuk, kutu dan setangga lainnya. Adanya tambahan waktu ekstra di luar ruangan bisa memperparah potensi wabah merebak. Scientific American melaporkan, sebuah iklim yang lebih hangat memberi indikasi meluasnya habitat dan populasi banyak spesies hama. Hasil penelitian menunjukkan setidaknya ada empat hama musim panas penting yang perlu diwaspadai, yaitu: nyamuk, kutu rusa dan semut merah.
Pada musim panas, nyamuk menjadi vektor penyebaran wabah malaria, demam berdarah, virus West Nile, dan gatal-gatal akibat gigitan nyamuk Macan Asia (Asian Tiger). Peningkatan suhu telah memperluas wilayah gigitan nyamuk. Pada musim panas 2012, di AS telah merebak wabah virus West Nile yang dibawa nyamuk Macan Asia, dengan sekitar 5.600 orang terinfeksi.
Secara normal, nyamuk Macan Asia cenderung mati pada kisaran antara 50 ° F sampai 95 ° F dan ketika kelembaban relatif di bawah 42 persen. Analis Climate Central telah meneliti bagaimana pemanasan akan mempengaruhi kisaran ini untuk kota di seluruh negeri, menunjukkan berapa banyak “nyamuk cocok” dengan kondisi tahun 1980.
Satu pertanyaan kunci dalam hal dampak kesehatan penyebaran nyamuk adalah apakah iklim baru meningkatkan potensi wabah patogen yang mereka bawa. Arizona memiliki banyak nyamuk Aedes aegypti dan nyamuk spesies invasif lain, namun belum dilaporkan memicu wabah demam berdarah. Mary Hayden, seorang ilmuwan dengan Pusat Penelitian Atmosfer Nasional di Boulder, Colorado, menduga itu karena iklim gurun yang keras tidak memungkinkan nyamuk untuk hidup cukup lama untuk demam berdarah untuk menjalani siklus pengembangan penuh.
Tetapi, Hayden melaporkan, sudah ada wabah kecil demam berdarah di dekat perbatasan Texas-Meksiko. Dia mengatakan, penyakit lain seperti Chikungunya ditemukan di Karibia dan Florida. Para pejabat kesehatan setempat khawatir wabah penyakit yang ditularkan melalui nyamuk bisa membesar di wilayahnya.
Fenomena berjangkitnya racun (tanaman) poison ivy dilaporkan telah menjadi momok terkenal bagi mereka yang menghabiskan waktu di luar rumah selama musim panas. Menurut National Wildlife Federation, sudah lebih dari 350.000 kasus poison ivy terjadi setiap tahun di AS sebagai dampak perubahan iklim.
Dampak perubahan iklim terhadap poison ivy lebih berkaitan dengan penyebab di balik meningkatnya suhu dari pemanasan itu sendiri. Tanaman membutuhkan karbon dioksida – senyawa kunci pemerangkap panas gas rumah kaca — untuk bahan bakar fotosintesis. Hasil kajian menemukan bahwa poison ivy tumbuh lebih cepat ketika tanaman lebih banyak terpapar CO2, jelas Doug Inkley, seorang ilmuwan NWF.
Meningkatnya kutu rusa adalah fenomena lain yang diwaspadai. CDC memperkirakan bahwa sekitar 300.000 orang di AS terdiagnosis kena penyakit Lyme setiap tahun. Ini seiring dengan meningkatnya populasi kutu rusa di wilayah Midwest dan Timur Laut. Populasi kutu rusa yang lebih beragam juga ditemukan di seluruh Selatan. Rusa dan tikus diketahui merupakan vektor pembawa hama penyakit Lyme.
Peningkatan suhu akibat pemanasan global menimbulkan kekhawatiran bahwa aneka kutu bisa menyebar ke habitat baru yang cocok dan membawa penyakit Lyme dan patogen lainnya. Penyebaran wabah ini telah meluas hingga ke Utara Kanada. Departemen Kesehatan Kanada melaporkan, jumlah kasus penyakit Lyme telah berlipat dua kali pada kurun waktu 2009-2012. Ekspansi di Utara diperkirakan akan terus berlanjut hingga ke wilayah ujung Selatan Kanada.
Pemanasan juga dapat menyebabkan ledakan populasi tungau dan semut Merah Api. Hama terakhir ini adalah spesies invasif di AS yang berasal dari wilayah Amerika Selatan sekitar tahun 1930-1940-an. Kemungkinan sebagai penumpang gelap di kapal Ballast. Spesies semut api sekarang, menurut NWF, telah mencakup wilayah lebih dari 300 juta hektar, sebagian besar ada di kawasan sebelah Tenggara Amerika.
Semut, yang menggigit dan menyengat sebagai massa tunggal, berkembang di tempat-tempat mana saja. Bahkan di lokasi yang ketika musim dingin tidak eksis. “Pada musim dingin, koloni semut lambat tumbuh. Sementara, laju kematian semut justru meningkat,” ungkap Lloyd Morrison, seorang ahli ekologi National Park Service. “Musim dingin bisa langsung membunuh koloni atau mencegah koloni berkembang biak,” tambahnya.
Penelitian Morrison sejak tahun 2005 menengarai adanya perluasan potensi semut api merah impor sebagai dampak perubahan iklim. Dia menemukan bahwa suhu pemanasan akan memperluas habitat yang cocok sekitar 5 persen pada abad pertengahan dan kemudian dengan 21 persen menjelang akhir abad ini. Fenomena ini sudah ditemukan di kawasan yang luas bagian Utara Nebraska, Kentucky dan Maryland.
Keberadaan koloni semut selain tidak menyenangkan bagi setiap manusia, tanpa disadari mereka juga berpotensi menimbulkan masalah baru. Mereka secara massal bisa menggigit dan menyuntikkan racun menghasilkan sensasi terbakar dan menimbulkan lecet di tempat terinfeksi. Selain manusia, mereka bisa mengancam eksistensi hewan ternak dan satwa liar. Kawanan semut dapat dengan mudah mengalahkan keberadaan burung-burung dan hewan kecil lainnya, jelas Inkley.