Bandung, Technology-Indonesia.com – Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terus berupaya mendorong agar hasil-hasil riset di lembaga litbang maupun perguruan tinggi menjadi produk inovasi agar memberi dampak bagi masyarakat baik secara ekonomi maupun sosial budaya. Untuk itu, diperlukan kolaborasi dan sinergi antar aktor inovasi agar hasil-hasil riset bisa berkembang menjadi produk inovasi.
Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti, Jumain Appe mengatakan selain membangun sumber daya manusia berkualitas, perguruan tinggi juga berperan dalam pengembangan iptek serta produsen invensi dan inovasi. Hasil penelitian dan pengembangan perguruan tinggi telah banyak menghasilkan paten dan prototipe, agar bisa menjadi produk inovasi perlu diciptakan harmonisasi antara perguruan tinggi, industri, dan pihak terkait lainnya.
“Perguruan tinggi memiliki kemampuan sumber daya manusia yang bagus dan hasil-hasil penelitiannya sudah banyak, tinggal bagaimana menjadikan suatu produk inovasi. Kita harus mendorong dan membantu menyelesaikan kendala-kendala yang, misalnya dengan mencarikan mitra, pengurusan paten, dan pengembangan model bisnis,” kata Jumain di sela Lokakarya Pengembangan Inovasi Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) di Gedung LPPM UPI, Bandung pada Kamis (17/10/2019).
Selain itu, perguruan tinggi juga perlu mengembangkan Pusat Unggulan Iptek yang bisa menjembatani antara dunia pendidikan tinggi dengan pihak-pihak luar. Di dalam PUI, ada klinik teknologi, klinik inovasi dan inkubator sehingga produk inovasi bisa dikerjasamakan dengan mitra di luar.
“Kita juga menyarankan agar PTNBH mengembangkan startup untuk berbagai produk sehingga tidak tergantung terlalu banyak dengan mitra. Memang pemerintah harus mendorong bagaimana mengembangkan fasilitas-fasilitas yang diperlukan misalnya pengadaan laboratorium yang terstandar dan pendanaan yang cukup,” lanjutnya.
Untuk mengatasi kendala dalam pengembangan startup, Jumain menyarankan untuk mengkaji model bisnis untuk menarik investor. Salah satu caranya dengan membangun startup. Jika startup tersebut sudah mature atau matang nanti bisa spin off untuk produksi massal. “Saya yakin perguruan tinggi mampu, tinggal kita mendorongnya dari berbagai sisi secara bersama-sama melalui kolaborasi,” tuturnya.
Untuk menciptakan sistem inovasi, pemerintah telah mengeluarkan kebijakan riset dan inovasi yang tertuang dalam Undang-undang No. 11 Tahun 2019 tentang Sistem Nasional Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (Sisnas Iptek). Pasal 36 dan 37 dalam UU Sisnas Iptek tersebut mewajibkan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib menggunakan produk yang dihasilkan dari invensi dan inovasi maupun hasil produk invensi dan inovasi badan usaha yang dihasilkan dari litbangjirap.
“Berbicara mengenai perlindungan terhadap peneliti, Pasal 35 dalam UU Sisnas Iptek menyebutkan bahwa Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan fasilitas perlindungan Kekayaan Intelektual dan pemanfatannya yang dihasilkan dari invensi dan inovasi,” ungkap Jumain.
Terkait pendanaan riset, Kemenristekdikti melalui Ditjen Penguatan Inovasi telah mengembangkan skema pendanaan inovasi perguruan tinggi antara lain untuk produk inovasi perguruan tinggi di Industri dan teaching industy. Kemenristekdikti juga memberikan penugasan khusus kepada beberapa perguruan tinggi untuk meningkatkan kerjasama dengan pemerintah daerah dan industri dalam komersialisasi hasil riset dan pengembangan berbasis produk unggulan daerah.
Karena menggunakan fact finding system, Jumain menyarankan agar perguruan tinggi tidak hanya mengandalkan proposal tetapi juga mengadakan focus groups discussion. “Kita harus diskusi dan datang ke tempat untuk melihat proses yang terjadi agar kita yakin. Kita juga punya reviewer dari dunia usaha, kita bisa bertanya pada mereka apakah produk ini memiliki potensi bisnis ke depan,” tutur Jumain.
Lokakarya Pengembangan Inovasi yang digelar Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat (LPPM) UPI, menurut Wakil Rektor Bidang Riset, Kemitraan dan Usaha UPI, Didi Sukyadi merupakan salah satu cara agar UPI bisa bersaing di tingkat nasional dalam memajukan inovasi. Lokakarya ini merupakan tindak lanjut dari kegiatan tahun-tahun sebelumnya.
“Inovasi ini bagi UPI merupakan suatu hal yang baru, dalam arti kita ingin bisa bersaing di tingkat nasional. Walaupun UPI awalnya bidang pendidikan, tapi kalau kita kumpulkan ternyata banyak teman-teman yang bagus dalam bidang riset dan berinovasi, hanya saja mungkin kita belum mengetahui caranya seperti apa,” terang Didi.
Pada kesempatan tersebut, Didi mengapresiasi dukungan Ditjen Penguatan Inovasi terhadap UPI, terutama terkait posisi UPI dalam ilmu-ilmu sosial. “Selama ini kita memiliki asumsi bahwa inovasi itu hanya berhubungan dengan hard science yang berhubungan dengan material, mesin dan lain-lain, tetapi ternyata ada peluang juga untuk ilmu-ilmu sosial,” ungkapnya.
Pihaknya menargetkan, pada tahun ini untuk mendapatkan minimal 10 paten melalui anggaran Rp 150 juta. Selain itu, UPI juga berencana mendirikan Pusat Unggulan Inovasi agar ada perusahaan yang berminat mendukung inovasi-inovasi yang dilakukan UPI.
Pada kesempatan tersebut, salah satu peneliti UPI mempresentasikan inovasi Concrete Mixer Blade yang mendapatkan pendanaan insentif dari Ditjen Penguatan Inovasi pada 2018. Concrete Mixer Blade dari bahan Ni-Hard yang dikembangkan untuk substusi impor ini sudah dalam tahap persiapan produksi massal.