Suhartono bersama rekan satu tim mengembangkan bisnis Teh Daun Sukun (foto koleksi pribadi)
Daun sukun yang selama ini hanya mengering menjadi sampah atau pakan ternak mengantarkan Suhartono meraih kesuksesan. Mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) ini berhasil mengembangkan bisnis teh daun sukun yang bisa membantu penyembuhan penyakit ginjal dan jantung.
Suhartono bersama dua alumni UGM yaitu Retno Wulandari dan Yunita Praptiwi mengembangkan dan memproduksi teh herbal daun sukun di rumahnya di Dusun Dukuhsari, Purwomartani, Kalasan, Sleman, Yogyakarta. Teh daun sukun bermerek Laasyaka yang artinya tiada keraguan ini sudah menjangkau pasar nasional dan didistribusikan di berbagai wilayah Indonesia.
Suhartono mengatakan pengembangan teh daun sukun ini berawal saat ia melihat banyak pohon sukun tumbuh di lingkungan tempat tinggalnya. Warga menanam pohon sukun hanya untuk diambil buahnya. Bagian lain seperti daun sukun belum banyak dimanfaatkan, hanya menjadi sampah atau pakan ternak.
“Untuk itu, kami berusaha meningkatkan nilai dan manfaat daun sukun dengan mengolah menjadi teh herbal yang bermanfaat bagi kesehatan,” papar Suhartono pada Senin (6/2/2017).
Awalnya, Ia bersama kedua rekannya mencari referensi dan literatur ilmiah terkait manfaat daun sukun. Penelitian Tjandrawati dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) menunjukkan daun sukun mengandung senyawa flavonoid, riboflavin, dan sirosterol yang bermanfaat untuk menjaga jantung dari kerusakan sistem kardiovasikuler.
“Daun sukun juga bermanfaat dalam membantu penyembuhan sakit ginjal, darah tinggi, diabetes, menurunkan kolesterol serta mengatasi inflamasi,” urai mahasiswa Departemen Ilmu Komputer FMIPA angkatan 2011 ini.
Cara pengolahan teh daun sukun tergolong sederhana. Daun-daun muda dan segar dipetik kemudian dicuci hingga bersih. Selanjutnya daun dipotong-potong dan dijemur di bawah sinar matahari selama 3-4 hari hingga mengering. “Setelah itu daun kering dihaluskan lalu dioven dan dikemas dalam bentuk teh celup dan teh tubruk,” katanya.
Sejak merintis usaha pada 2013, kini bisnis teh daun sukun ini telah berkembang dan menjadi usaha rumahan yang mampu memproduksi 400-500 pack setiap bulan. Dalam produksi teh daun sukun, Suhartono memberdayakan ibu-ibu warga setempat mulai dari proses pemetikan daun hingga pengeringan. “Omset saat ini rata-rata Rp. 8 juta sampai Rp. 10 juta per bulan,”jelasnya.
Suhartono mengungkapkan teh daun sukun Laasyaka terbuat 100 persen dari daun sukun asli tanpa menggunakan bahan pengawet dan tanpa tambahan pewarna. Teh ini baik dikonsumsi siapa saja mulai anak-anak hingga dewasa.
Bisnis teh daun Laasyaka lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) UGM tahun 2013. Ide untuk mengolah daun sukun sebagai teh herbal ini awalnya sempat mengalami penolakan dari dosen pembimbing karena dinilai kurang berkualitas.
Mereka tak putus asa dan berusaha menemui dosen lain. Akhirnya mereka mendapatkan dukungan untuk melaju dalam PKM dan berhasil mendapatkan dana hibah Rp. 7.250.00 dari Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (DIrjen Dikti). Sebagian dana itu dibelikan alat pres kantong teh.
Karena keterbatasan dana, mereka mencetak dan mendesain kardus teh sendiri. Proses penyegelan kardus dengan plastik juga mereka lakukan sendiri dengan alat segel hasil modifikasi dengan setrika.
Membangun bisnis baru bukanlah hal mudah bagi ketiganya yang tergolong pemain baru di dunia usaha. Sejumlah upaya promosi dengan cara konvensional telah dilakukan namun kurang efektif. Mereka pun mencoba strategi baru dengan menerapkan sistem keagenan dan jualan secara online di tehdaunsukun.com atau tehdaunsukun.co.id.
Ke depan, Suhartono bermimpi mempunyai gerai Rumah Teh dan menjual teh ready to drink untuk membidik segmen anak muda.