TechnologyIndonesia.id – Ancaman kekerasan digital terhadap anak-anak di Indonesia kian meningkat dan mengkhawatirkan. Data Komnas Perempuan mencatat 1.791 kasus kekerasan berbasis gender online (KBGO) sepanjang tahun 2024, meningkat 48% dari tahun sebelumnya.
Sementara itu, Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat 431 kasus eksploitasi anak di ruang digital dalam kurun waktu 2021–2023.
Menanggapi kondisi tersebut, Pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Pelindungan Anak, atau dikenal sebagai PP TUNAS.
Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Kementerian Komunikasi dan Digital (Kemkomdigi) Bonifasius Wahyu Pudjianto menjelaskan regulasi ini menjadi landasan kuat dalam membangun ekosistem digital yang aman dan mendidik, khususnya bagi anak-anak.
“Perempuan dan anak-anak menjadi kelompok yang cukup rentan di ruang digital. Ancaman itu bermacam-macam, kekerasan berbasis gender online, eksploitasi, perundungan siber, bahkan penyalahgunaan data pribadi,” tuturnya dalam Talkshow “Strategi Perempuan Indonesia Memanfaatkan Digitalisasi untuk Efisiensi” di Jakarta Pusat, pada Rabu (07/05/2025).
Kepala BPSDM Kementerian Komdigi menyatakan PP Tunas akan menjadi dasar dalam memastikan keamanan akses dan layanan digital untuk anak-anak.
“Peraturan Pemerintah ini sangat penting, untuk menyaring konten-konten yang berbahaya, sekaligus melindungi pelindungan data pribadi khususnya untuk anak-anak. Kebijakan ini tentu menjadi tonggak penting dalam menciptakan ekosistem digital yang aman dan mendidik,” jelasnya.
Saat ini di Indonesia terdapat 212 juta pengguna internet di Indonesia atau sekitar 74,6 persen dari total populasi, serta 143 juta pengguna media sosial. Karena itu, Bonifasius menilai keberhasilan implementasi PP TUNAS membutuhkan dukungan seluruh elemen masyarakat, terutama perempuan, sebagai penggerak perubahan.
“Kami yakini perempuan Indonesia memiliki peran strategis khususnya untuk menggerakkan dalam aspek-aspek pendidikan, kemudian juga bisa terkait dengan usaha mikro maupun penggerak komunitas,” ungkapnya.
Kepala BPSDM Kemkomdigi mengharapkan seminar ini bermanfaat dalam membangun jejaring lintas sektor dan menggerakan kesadaran kolektif untuk menciptakan transformasi digital bersifat inklusif, berkeadilan, dan bermula dari keluarga, komunitas, hingga institusi.
“Kami mengharapkan dari kegiatan hari ini kita tidak hanya berbicara soal tantangan, tapi juga menggali strategi yang nyata bagaimana perempuan dapat memanfaatkan digitalisasi,” pungkasnya.