Sebagai negara kepulauan, teknologi satelit yang memiliki coverage yang luas merupakan teknologi yang pas untuk Indonesia, khususnya untuk mengatasi masalah keterisolasian komunikasi di daerah pedesaan. Hingga saat ini sekitar 21 persen wilayah pedesaan di Indonesia belum terkoneksi dengan jaringan komunikasi.
Untuk membuka keterisolasian tersebut, pemerintah melalui program Universal Service Obligation (USO) akan membangun jaringan telekomunikasi untuk 43.022 desa dan 870 ibukota kecamatan di seluruh Indonesia yang hingga saat ini belum memiliki layanan jasa telepon. Program USO tersebut terdiri dari program Desa Berdering yang tujuannya memberikan akses suara (voice), dan program Desa Pintar yang memberikan akses internet untuk tiap desa.
“Satelit memiliki peran penting dalam melayani wilayah yang belum terlayani oleh jaringan teresterial,” kata Denny Setiawan, Wakil Direktur Kebijakan Spektrum dan Perencanaan dalam konferensi internasional APSAT 2010 hari ini di Jakarta.
Namun diakui, Dirjen Postel Muhammad Budi Setiawan, transponder yang ada saat ini sudah melebihi kapasitasnya. Artinya Indonesia memerlukan lebih banyak lagi transponder untuk membuka daerah yang masih terisolasi. Hingga tahun ini, transponder yang teregistrasi di Indonesia mencapai 159 transponder. Sementara dalam Satellite Infrastucture Roadmap yang dibuat Asosiasi Satelit Indonesia (ASSI) disebutkan Indonesia pada tahun 2010 setidaknya memerlukan 211 transponder.
Pada lima tahun ke depan atau pada 2015, ASSI memprediksi Indonesia setidaknya membutuhkan 243 unit transponder. Perinciannya, 137 transponder untuk fixed and mobile services, 12 transponder untuk akses internet, 36 transponder untuk video services dan 55 lagi untuk layanan lainnya. Sementara pada tahun 2021, ASSI memperkirakan Indonesia membutuhkan 315 transponder.
Mengenai teknologi satelit apa yang pas untuk Indonesia, menurut Ketua ASSI Tonda Priyanto, hal itu ditentukan oleh teknologi ground segment dan satelitnya. “Yang jelas murah dan punya coverage luas,” katanya. (dra)