Peta, Dibutuhkan Namun Dihiraukan

SISN2Peta dasar maupun data dan informasi berbasis spasial lainnya memiliki peran sangat strategis dalam menjaga keutuhan suatu negara, merencanakan program pembangunan dan memonitornya, penataan ruang. Namun begitu, hingga kini kesadaran pemerintah, masyarakat akan manfaat dan pentingnya peta masih sangat rendah.

Di sisi lain, hingga kini masih ada kesulitan mensinergikan berbagai data data dari berbagai institusi. Selain itu, aplikasi berbasis data spasial untuk berbagai keperluan masih sangat kurang.

Demikian antara lain permasalahan yang mengemuka dalam diskusi Road the5th Indonesian Geoinformation Technology Exhibition (IGTE) 2010 dan peluncuran buku “Survei dan Pemetaan Nusantara yang diselenggarakan oleh Badan Koordinasi Survei dan Pemetaan Nasional (Bakosurtanal) kemarin di Jakarta.

Dr. Asvi Warman Adam, ahli sejarah dari LIPI menyebutkan, peta adalah alat untuk menjaga keutuhan NKRI. “Peta adalah tulang punggung nasionalisme. Rasa kebangsaaan dibentuk lewat peta,” kata Asvi dalam diskusi. Menyadur pendapat Ben Andersen, Asvi menyebutkan, peta adalah satu dari tiga unsur pembentuk komunitas atau negara. Dua lainnya adalah sensus dan museum.

Namun, hingga kini, katanya, di Indonesia peta belum dianggap penting. Kesadaran pemerintah dan masyarakat akan manfaat peta belum terbangun. Peta baru dicari saat ada kejadian genting. Pada kasus Amabalat, misalnya, pejabat Indonesia baru secara reaktif mencari peta Indonesia di perpustakaan KITLV di Leiden.

Contoh lain, menanggapi kasus Ambalat, sekelompok pemuda di Semarang melakukan cap darah, bertekad membela Ambalat dan bersedia diterjunkan dan menancapkan bendera Merah Putih. “Ini menunjukkan pemahaman masyarakat yang masih lemah terhadap peta. Kalau tahu Ambalat itu bukan pulau, melainkan berupa daratan di dalam laut, mereka tak akan mengatakan bersedia diterjunkan ke Ambalat,” papar Asvi.

Sosiolog Imam Prasodjo yang banyak terlibat membantu korban bencana gempa juga mengatakan hal senada. Dikatakan, di Indonesiaa peta baru dibutuhkan saat terjadi bencana. “Celakanya, peta yang dibutuhkan tak ada. Saat terjadi bencana, kita butuh peta setidaknya untuk mengetahui lokasi yang paling parah terkena gempa,  menentukan lokasi pengungsian, lokasi untuk mendrop logistik dari helikopter, dan dimana lokasi fasilitas vital seperti rumah sakit, “ kata Imam.

Selain itu, tambah Imam, berdasarkan pengalamannya ia harus melakukn tour dari satu instansi ke instansi lain untuk mendapatkan suatu peta karena peta masih tercerai-berai.

Diakui Kepala Bakosurtanal R.W. Matindas mengatakan, selain Bakosurtanal, ada lembaga lain yang juga membuat peta. Misalnya, Badan Pertanahan Nasional (BPN) membuat peta untuk keperluan pertanahan, ESDM membuat peta tentang soil, Kehutanan membuat peta hutan.

“Hingga saat ini data tersebut masih tercerai-berai di berbagai instansi,” kata Matindas. Untuk mensinergikan data dari berbagai institusi tersebut perlu dibangun sistem yang sama. “Perlu ada aturannya agar data yang dibuat mengikuti standar dan format tertentu agar dapat diakses,” terang matindas. Untuk itu berdasarkan Peraturan Presiden No.85 Tahun 2007, Bakosurtanal sejak lima tahun lalu membangun jaringan data spasial nasional dengan membangun simpul-simpul  jaringan di tingkat pusat maupun kabupaten/kota.

Diakui Matindas, hingga kini proses menghimpun data dari berbagai instansi masih terus dilakukan Bakosurtanal. “Ini tidak mudah karena terkait dengan lembaga pemerintah lain,” katanya.

Menanggapi hal itu, Imam Prasodjo berpendapat tentang perlunya ada kementerian khusus untuk urusan peta agar masalah tembok-tembok antarinstansi dapat diatasi dan masyarakat bisa memperoleh data dan informasi spasial yang sinergis, yang memuat berbagai data mulai dari kependudukan, pendidikan, kesehatan, ekonomi, sumberdaya alam.

Sementara itu, Matindas mendorong lahirnya industri untuk mengembangkan aplikasi-aplikasi berbasis data dan informasi geospasial untuk berbagai sektor. “Kami sudah kumpulkan data selama 40 tahun. Untuk apa data itu kalau tidak digunakan?” kata Matindas.

Bambang, asisten pada Unit Kerja Presiden untuk Pengawasan dan Pengendalian Pembangunan (UKP4) menceritakan pengalamannya mengembangkan aplikasi data dan informasi geospasial untuk pelaporan kepada lembaga donor saat rehabiliatasi Aceh pascatsunami. “Dengan dilengkapi koordinat, lembaga donor dapat melihat langsung (lewat situs web) bantuannya sudah digunakan untuk membangun suatu fasilitas. Akuntabilitasnya lebih akurat,” katanya.

Saat ini, tambah Bambang, UKP4 juga menggunakan data dan informasi geospasial untuk memonitor progres pembangunan dan pemakaian dana pembangunan di berbagai institusi. “Ini lebih memudahkan karena dalam satu lokasi kita bisa mendapatkan berbagai informasi,” katanya.  (dra)

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author