2 Startup Lokal Kembangkan Platform Pengelolaan Limbah dan Monitoring Kualitas Udara

Jakarta, Technology-Indonesia.com -Pembangunan hijau dan mitigasi perubahan iklim dapat dilakukan melalui pemanfaatan teknologi cloud. Rekosistem dan Nafas, dua perusahaan rintisan (startup) lokal mengembangkan platform untuk mewujudkan pengelolaan limbah dan monitoring kualitas udara.

Keduanya menggunakan teknologi berbasis cloud computing Amazon Web Services (AWS), perusahaan penyedia infrastruktur dan platform cloud global.

Bagaimana Rekosistem Mengelola Limbah

Didirikan pada 2021, Rekosistem menyediakan platform untuk mengumpulkan dan mengolah data yang berguna bagi proses daur ulang. Dengan data ini, Rekosistem dapat menghubungkan jenis limbah dengan tempat pengelolaan limbah yang ideal secara mudah dan cepat, hingga 20 persen lebih efisien.

“Laju pembangunan ekonomi yang tinggi, membuat daya beli masyarakat semakin tinggi pula. Akibatnya, kami melihat limbah domestik menjadi masalah yang serius, ditambah dengan pandemi Covid-19 yang memaksa masyarakat untuk berdiam di rumah,” ujar Ernest Christian Layman, Co-Founder & CEO Rekosistem dalam media briefieng pada Senin, 25 April 2022.

Ernest mengatakan, kehadiran teknologi memudahkan Rekosistem untuk menjawab kebutuhan baru ini. Berkat teknologi cloud dan machine learning AWS, pihaknya dimampukan untuk merambah operasional baru dan meningkatkan skalanya dengan kecepatan tinggi.

“Karena Rekosistem terdaftar di program AWS Activate, kami juga tidak terlalu memusingkan biaya dan dapat berinvestasi pada talenta-talenta dan SDM mumpuni bagi kelangsungan perusahaan,” lanjutnya.

Sekadar informasi, AWS Activate merupakan inisiatif AWS khusus perusahaan startup. Sejak 2013, ratusan ribu startup di seluruh dunia telah menerima berbagai manfaat dari program AWS Activate, termasuk credits AWS, dukungan teknis, dan pelatihan.

Solusi-solusi yang digunakan Rekosistem antara lain komputasi (Amazon Elastic Cloud Compute (EC2)), database (Amazon Relational Database Service (RDS)), serta machine learning (Amazon SageMaker).

Sepanjang 2021, Rekosistem mampu mencatatkan kenaikan pemasukan sebesar 30 persen dan menganalisis lebih dari 2 ribu metrik ton limbah yang berasal dari 11 ribu rumah tangga serta tempat-tempat komersial.

“Artinya, kami melihat ada peluang bagi startup clean-tech seperti Rekosistem untuk menghasilkan keuntungan sambil mengerjakan kebaikan bagi masyarakat,” kata Ernest.

Memperbaiki Kualitas Udara bersama Nafas

Startup Nafas didirikan oleh Nathan Roestandy, Co-Founder & CEO Nafas, setelah terinsiprasi perjalanannya di Tiongkok. Ia menyadari, kualitas udara sangat berpengaruh terhadap tingkat kesehatan publik.

Baginya, tantangan utama yang dihadapi adalah kesadaran masyarakat yang masih rendah terhadap kualitas udara di luar ruangan maupun dalam ruangan. Melalui solusi yang dihadirkan Nafas, diharapkan orang banyak semakin cermat dalam mengatur kegiatan sehari-harinya.

“Mencegah selalu lebih baik daripada mengobati. Akses terhadap data merupakan kunci terjadinya perubahan kebiasaan yang dapat mendorong kesadaran akan kesehatan preventif,” kata Nathan.

Selain menyediakan solusi monitoring kualitas udara, Nafas juga membuka peluang dengan mengolah data yang dapat dianalisis lebih lanjut oleh pihak asuransi maupun penyedia layanan kesehatan. Tujuannya adalah memahami risiko-risiko penyakit terbaru dan korelasi antara kualitas udara dan kesehatan.

“Tanpa AWS, kami mungkin saja membutuhkan 8-12 bulan tambahan untuk menyelesaikan perangkat keras Nafas, yang proses manufakturnya terdisrupsi akibat pandemi. Solusi AWS IoT juga memampukan kami untuk mengumpulkan dan menganalisis lebih dari 5,5 juta datapoints, termasuk jenis gas, partikel di udara, dan lainnya dalam jarak lebih dari 220 kilometer,” tuturnya.

“Sehingga, dengan solusi Nafas, pengguna kami telah menikmati lebih dari 2 juta jam udara bersih sesuai standar WHO secara keseluruhan, atau setara dengan lebih dari 70 ribu hari,” tambahnya.

Teknologi Cloud

Amazon Web Services (AWS), penyedia teknologi cloud yang dimanfaatkan oleh Rekosistem dan Nafas, menjadikan keberlanjutan sebagai salah satu pilar bisnisnya.

Perusahaan induk AWS, Amazon.com, merupakan salah satu pemrakarsa The Climate Pledge, yakni inisiatif yang mencoba mendorong tercapainya netralitas karbon pada 2040, 10 tahun lebih awal dibandingkan target besar Paris Agreement yang efektif sejak 2016. Melalui The Climate Pledge, AWS juga berikhtiar untuk menggunakan 100 persen energi terbarukan pada tahun 2025.

Ken Haig, Head of Energy Policy for Asia Pacific & Japan, AWS mengatakan berdasarkan riset yang dilakukan 451 Research dan AWS tahun lalu, migrasi ke infrastruktur cloud ditemukan dapat menghemat energi hingga hampir 5 kali lipat, atau setara dengan hampir 80 persen lebih efisien.

Di klaster pusat data AWS – termasuk di AWS Asia Pacific (Jakarta) Region yang beroperasi di Indonesia sejak Desember lalu – digunakan material rendah karbon, serta teknologi pendingin, chip, dan suplai daya yang cerdas dan efisien.

Untuk chip, AWS mendesain chip Graviton3 yang 60 persen lebih efisien dibandingkan pendahulunya, Graviton2. Untuk suplai daya, AWS telah menggantikan unit uninterrupted power supply (UPS) dengan baterai dan sensor yang berfungsi membatasi konsumsi energi dan mencegah terjadinya pengurangan kapasitas dalam proses konversi daya.

Terlebih, pelanggan AWS dapat memonitor jejak karbonnya melalui dasbor AWS Customer Carbon Footprint Tool. Setiap bulannya, pelanggan akan mendapatkan laporan mengenai produksi karbon yang dihasilkan beban kerja dan penggunaan infrastrukturnya.

“Kami juga tengah mengerjakan lebih dari 300 proyek di seluruh dunia. Di Indonesia, kami bekerja sama dengan Clean Energy Investment Accelerator untuk menyediakan alternatif sumber energi terbarukan yang kian terjangkau dan tersedia bagi pembeli di kalangan perusahaan dan korporasi,” tegas Ken.

Selain menggunakan air hasil daur ulang dalam pendinginan pusat data, AWS bekerja sama dengan Water.org untuk meningkatkan akses air bersih di Indonesia.

Water.org bermitra dengan PERPAMSI (Persatuan Perusahaan Air Minum Seluruh Indonesia) yang membantu masyarakat untuk menghubungkan rumahnya langsung dengan infrastruktur PDAM, sehingga tidak perlu berjam-jam mencari dan menimba air.

“Bekerja sama dengan organisasi lokal, kami telah menghadirkan manfaat bagi lebih dari 35 ribu penduduk Indonesia secara langsung, serta 400 ribu orang secara tidak langsung,” ujar Will Heyes, Global Lead for Water Sustainability, AWS.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author