Efisiensi Energi Setara Pembangkitan Listrik 6.951 MW

JAKARTA – Audit energi secara menyeluruh pada sektor industri dan rumah tangga berpotensi menunda kebutuhan pembangunan pembangkit listrik 6.951 MW dalam satu dekade ke depan. Pemerintah dapat menghemat pengeluaran pembangunan PLTU sebesar Rp 190 triliun. Serta penghematan bahan bakar batu bara sebesar  32 juta ton/tahun atau setara Rp 16,5 triliun.

Kepala Balai Besar Teknologi Konversi  Energi (B2TKE-BPPT), Andhika Prastawa menyebutkan potensi penghematan lainnya berupa biaya eksternalitas yang dapat dihindari akibat pencemaran udara PLTU batubara yang diperkirakan sebesar Rp 2,4 triliun dalam bentuk avoided cost biaya kesehatan masyarakat dan akibat lain pencemaran udara.

Andhika berharap ada perubahan pola kebijakan energi nasional dari pengelolaan dari sisi suplai (supply side management) menjadi pengelolaan dari sisi kebutuhan (demand side management). “Perubahan dalam paradigma pengelolaan energi ini memiliki implikasi, baik pada tataran kebijakan maupun pada tataran implementasinya,” papar Andhika dalam acara Media Gathering Deputi TIEM BPPT di Jakarta, Selasa (19/4/2015).

Menurut Andhika, audit energi dapat memberikan rekomendasi peningkatan efisiensi energi dengan skema tanpa investasi, dengan investasi rendah, dan dengan investasi tinggi. Untuk itu, B2TKE-BPPT memfokuskan diri pada layanan teknologi bidang audit energi pada sektor industri, rumah tangga, publik dan bangunan komersial.

Konsumsi energi listrik nasional pada 2014 sebesar 198.601,78 GWh atau meningkat 5,90% dibandingkan tahun sebelumnya. Kelompok pelanggan Industri mengkonsumsi 65.908,68 GWh (33,19%), rumah tangga 84.086,46 GWh (42,34%), bisnis 36.282,42 GWh (18,27%), dan lainnya (sosial, gedung pemerintah dan penerangan jalan umum) 12.324,21 GWh (6,21%). “Dengan demikian sektor rumah tangga dan industri berpotensi untuk dilakukan usaha-usaha penghematan,” lanjutnya.

Pada sektor rumah tangga, upaya pemberlakukan label tingkat hemat energi peralatan listrik menjadi pilihan kebijakan. “Hal ini akan berdampak positif bagi konsumen untuk dapat memilih teknologi yang hemat energi. Produsen akan terdorong melakukan inovasi-inovasi untuk mengembangkan teknologi peralatan listrik rumah tangga hemat energi,” papar Andhika.

Hasil penelitian awal B2TKE-BPPT menunjukkan, estimasi penghematan energi listrik dengan menerapkan pemberlakukan label tingkat hemat energi pada sektor rumah tangga sekitar 3-5%. Total penghematannya dapat mencapai 2.500 GWh. Dengan harga listrik rata-rata Rp. 940/kWh, maka total biaya yang dihemat sebesar Rp. 2,3 triliun/tahun. “Penghematan energi listrik dari sektor rumah tangga setara pengurangan pembangkitan listrik 751  MW,” terangnya.

Untuk sektor industri, penerapan peralatan listrik hemat energi dan manajemen penggunaan energi listrik dapat mengurangi penggunaan listrik tanpa harus mereduksi kualitas dan kuatitas produk. Karena itu, perlu upaya bersama untuk mendorong kewajiban bagi industri ataupun pengelola gedung komersial yang menggunakan energi sama atau lebih besar dari 6.000 TOE agar menerapkan manajemen energi dan melakukan audit energi secara berkala.

“Pada sektor industri, apabila upaya minimal (No/Low investment cost) dilakukan akan memberikan penghematan sebesar 5% pada 2014. Penghematan listrik sebesar itu setara dengan pembangkitan listrik sebesar 6.200 MW,” lanjutnya.

”Upaya audit energi yang dilakukan secara menyeluruh untuk sektor industri dan rumah tangga, berpotensi menunda kebutuhan pembangunan pembangkitan listrik baru sebesar 6.951 MW,” pungkas Andhika.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author