Jakarta,Technology-Indonesia.com – Badan Tenaga Nuklir Nasional (BATAN) akan melakukan kajian terhadap pemanfaatan limbah radioaktif sebagai bahan pembuat baterai nuklir. Tantangannya, bagaimana memodifikasi limbah radioaktif disesuaikan dengan bentuk dan ukuran baterai.
Akhir-akhir ini isu baterai Torium atau baterai nuklir mencuat dan menjadi pembicaraan hangat di media massa. Isu ini menyedot perhatian masyarakat karena dua aspek, yakni kebutuhan pada sumber energi baru terbarukan dan pemanfaatan limbah bahan nuklir.
Sumber energi baru terbarukan saat ini tengah diburu masyarakat mengingat makin mahal dan terbatasnya sumber energi berbasis fosil. Keberadaan baterai sebagai sumber energi menjadi komponen utama dalam kehidupan sehari-hari untuk peralatan portabel dan kendaraan bermotor. Kabar adanya baterai nuklir menjadi sangat menarik karena merupakan sumber energi baru yang murah, mudah diperoleh, serta menjanjikan umur yang panjang.
Dari aspek pemanfaatan limbah, penggunaan torium sebagai bahan pembuat baterai akan menarik perhatian banyak pihak. Torium merupakan unsur radioaktif yang terdapat dalam mineral tambang seperti pasir zirkon, timah dan lain-lain. Pengolahan timah menyisakan slag yang masih mengandung unsur radioaktif utamanya Uranium dan Torium.
Kepala BATAN, Djarot Sulistio Wisnubroto mengatakan, ide pembuatan baterai nuklir sebenarnya meniru lembaga antariksa USA, NASA yang menggunakan bahan nuklir sebagai baterai tahan lama dan tahan cuaca.
“BATAN baru akan melakukan kajian terhadap pemanfaatan limbah radioaktif untuk dijadikan bahan pembuat baterai nuklir, karena peraturan pemanfaatan kembali limbah radioaktif baru saja dikeluarkan, sehingga ke depan limbah yang terkumpul di Pusat Teknologi Limbah Radioaktif (PTLR) dapat dimanfaatkan,” kata Djarot pada rapat koordinasi pengolahan limbah radioaktif di Sekolah Tinggi Teknologi Nuklir, Yogyakarta, Kamis (19/4/2018).
Hal ini menurut Djarot menjadi peluang besar bagi BATAN untuk memanfaatkan limbah radioaktif yang selama ini tersimpan di gudang. “Baterai nuklir yang memanfaatkan limbah radioaktif ini akan sangat bermanfaat bagi daerah terluar dan terpencil, dengan syarat tingkat keselamatannya harus dijamin. Sekaligus menjadi tantangannya adalah harus memodifikasi limbah disesuaikan dengan bentuk dan ukuran baterai,” tambahnya.
Terkait dengan limbah radioaktif, BATAN merupakan lembaga yang melakukan pengelolaan limbah radioaktif dari seluruh wilayah Indonesia. Jumlah limbah radioaktif di Indonesia dari tahun ke tahun terus meningkat. Hal ini akibat meningkatnya penggunaan bahan radioaktif di masyarakat, baik untuk keperluan penelitian, kesehatan, maupun industri.
Mengingat sifatnya yang memancarkan radiasi, limbah radioaktif harus dikelola secara khusus dengan mengikuti prosedur dan peraturan yang berlaku demi menjaga keselamatan manusia. Beberapa jenis limbah radioaktif mempunyai potensi untuk dijadikan sebagai bahan pembuat baterai nuklir.
Baterai nuklir merupakan sebuah alat atau perangkat yang dapat menghasilkan listrik dari radiasi zat radioaktif, berbeda dari PLTN yang menghasilkan listrik dari reaksi pembelahan inti atom dari bahan-bahan nuklir seperti uranium dan torium.
Baterai nuklir umumnya tidak memiliki cairan atau pasta yang bersifat penghantar listrik dan elektroda-elektrodanya tidak termakan oleh reaksi kimia seperti yang terjadi pada baterai kimia yang umum dikenal.
Daya listrik yg dihasilkan baterai nuklir tergantung pada daya radiasinya. Makin besar daya radiasi maka makin besar daya listrik yang dihasilkan. Contoh, plutonium-238 mempunyai daya radiasi sebesar 560 watt setiap kg-nya yang dapat dijadikan bahan baterai nuklir jenis RTG yang menghasilkan listrik sebesar 25-40 watt. Daya radiasi plutonium ini akan berkurang menjadi separuhnya setelah 88 tahun sesuai dengan waktu paruhnya.
Secara umum makin panjang waktu paruh, makin kecil daya radiasinya. Zat radioaktif dengan waktu paruh sangat panjang seperti uranium dan torium memiliki daya radiasi yang sangat kecil sehingga baterai yang dibuat menggunakan uranium maupun torium akan menjadi jauh lebih berat dan jauh lebih besar dari baterai nuklir yang dibuat menggunakan zat radioaktif dengan waktu paruh pendek.
Selain daya radiasi, pemilihan bahan untuk pembuatan baterai nuklir juga perlu mempertimbangkan bahaya radiasi sehingga biasanya dipilih zat radioaktif yang radiasinya mudah ditahan oleh penahan radiasi yang ringan.