TechnologyIndonesia.id – Transisi energi untuk menuju Net Zero Emission (ZE) merupakan hal yang sangat menantang dan problematik baik dari sisi geografi, ekonomi, kebijakan, dan terutama dari sisi sosial. Indonesia saat ini masih bergantung pada produksi energi berbasis bahan bakar fosil, yang juga menjadi persoalan tersendiri.
Indonesia termasuk dalam tujuh negara penghasil emisi terbesar di dunia yang juga merupakan produsen dan eksportir utama komoditi batu bara. Namun, Indonesia memperkuat komitmen penurunan emisi di 2022 dengan menyatakan target NZE.
Untuk mengetahui sejauh mana penelitian terkait transisi energi menju NZE di Indonesia, Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menggelar Lecture Series bertema “Energy Transition Towards Zero Emissions”, di Gedung B.J Habibie, Jakarta pada Selasa (23/04/2024).
Pada diskusi yang digelar Pusat Riset Ekonomi Perilaku dan Sirkuler BRIN tersebut, salah satu narasumber dari Delft University of Technology (TU Delft), Jaco Quist, memberikan sharing knowledge mengenai analisis participatory backcasting untuk transisi ekonomi berbasis batu bara ke energi terbarukan.
TU Delft bersama Institut Teknologi Bandung (ITB) telah melaksanakan penelitian bersama pada studi kasus di wilayah Kalimantan Selatan (Kalsel) yang merupakan provinsi dengan sumber batu bara yang besar.
Sebanyak total 18% Produk Domestik Regional Bruto (PDRB) Kalsel berasal dari batubara. Selain itu, pembangkit listrik berbahan bakar batu bara memiliki kapasitas 515 MW atau sekitar kurang lebih 77% dari total pembangkit listrik di provinsi ini.
Melalui penelitiannya, Jaco dan tim melihat apa saja potensi energi terbarukan yang ada di Kalsel. “Kami mengetahui bahwa potensi EBT cukup memenuhi, yang terbesar adalah energi surya (53.170 MWp), kemudian perkiraan potensi energi angin sebesar 8.455 MW,” ujar Jaco yang merupakan Dosen di Fakultas Teknologi, Kebijakan, dan Manajemen TU Delft.
Kalsel juga telah memiliki sejumlah visi transisi energi di antaranya Rencana Umum Energi Daerah (RUED) yang disusun oleh Pemprov Kalsel, Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) 2021-2030 yang disusun oleh PLN, Regional Energi Outlook (REO) yang disiapkan oleh Badan Energi Denmark, dan visi Zero Emission (ZE) untuk menghilangkan emisi serta visi Net Zero Emission (NZE) untuk meminimalkan emisi dalam sistem energi yang diperoleh dari penelitian Pramudya dkk (2024).
Melalui pendekatan participatory backcasting, ia dan tim menilai transisi energi menuju NZE di wilayah tersebut memungkinkan untuk dilakukan walaupun cukup kompleks dan sulit.
“Mengapa hal tersebut sulit dilakukan karena beberapa hal, di antaranya perubahan yang besar mencakup semua sub sektor energi dan berskala besar tidak hanya sektor electricity. Sehingga banyak melibatkan multi actor dengan berbagai persoalan, dan terdapat kompeksitas yang besar, yang berpengaruh pada nilai-nilai normatif dan isu ekonomi, juga tantangan pada sektor pemerintahan,” jelas Jaco.
Ia menjelaskan secara umum apa itu konsep backcasting analysis participatory dalam transisi energi terbarukan. Backcasting partisipatif adalah praktik yang berkembang dalam transisi energi dan NZE.
Pendekatan ini dilakukan dengan menetapkan target masa depan berkelanjutan yang diinginkan terlebih dahulu sebelum melihat ke belakang bagaimana hal tersebut dapat dicapai dan merencanakan langkah awal bagaimana bergerak untuk mencapai masa depan tersebut.
Menurutnya, ada tiga elemen penting dari analisis backcasting yang tidak bisa dilewatkan, yakni vision yang ingin dicapai, stakeholders dan proses belajar (learning).
“Dengan menyusun visi bersama para stakeholder, dan juga belajar satu sama lain, kita akan mendapatkan content results, process results (komitmen, dukungan, keinginan untuk beraksi, mengadopsi dan maju ke depan) dan hasil berupa dampak (impact) yang nyata,” ujar Jaco.
Konsep ini dilakukan dalam lima langkah, yakni pertama, melakukan analisis orientasi masalah strategis. Langkah kedua, menetapkan visi gambaran masa depan secara normatif. Ketiga, memutuskan apakah Backcasting Wat perlu diperlukan.
Keempat, melakukan elaborasi (menganalisis agenda aksi). Kelima, melakukan “embedding” atau mengimplementasikan tindakan selanjutnya (follow up).
Pada studi kasus di Kalsel, Jacob dan tim telah menyusun roadmap transisi energi bersih yang mencakup rencana aksi untuk jangka pendek, menengah dan panjang dengan sejumlah indikator perubahan di sisi struktur ekonomi, teknologi serta budaya dan perilaku.
Ia menyebutkan sejumlah insights dari tinjauan literatur telah digunakan untuk kasus di Kalsel.
“Kalimantan merupakan kasus yang menarik dan relevan karena adanya berbagai visi dan keinginan pemerintah untuk beralih dari listrik berbasis batu bara. Metodologi (backcasting) dapat direplikasi di provinsi dan pulau lain di Indonesia dan juga dapat dikombinasikan dengan pemodelan energi (sistem),” tutup Jaco. (Sumber brin.go.id)
Kebijakan Transisi Energi Melalui Pendekatan ‘Participatory Backcasting’
