BPPT Kaji Energi Alternatif Berbasis Biomassa

Direktur PTSEIK, Dr. Adiarso berbicara di sela acara Indonesia-Japan Joint Seminar
Direktur PTSEIK, Dr. Adiarso berbicara di sela acara Indonesia-Japan Joint Seminar

Krisis pasokan energi nasional di Indonesia telah memasuki era lampu kuning. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) berupaya mencari terobosan teknologi untuk mengamankan pasokan bahan bakar nasional. Salah satunya melalui energi alternatif berbasis biomassa.

Direktur Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK) Adiarso mengatakan Indonesia memiliki potensi biomassa terbesar di ASEAN. Namun pemanfaatannya jauh dari negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Adiarso mengibaratkan Indonesia seperti Arab-nya biomassa, “Kalau Arab punya minyak kita punya biomassa.”

Indonesia juga merupakan produsen terbesar kelapa sawit di dunia. Produksinya mencapai 32 juta ton pertahun. Sawit menghasilkan limbah berupa tanda kosong, batang maupun pome atau limbah cair. Potensi lain, Indonesia merupakan produsen karet terbesar kedua di dunia. Begitu juga tapioka yang terbesar ketiga di dunia.

“Dalam upaya pemanfaatan biomassa, BPPT berupaya melakukan terobosan teknologi. Kalau kita  menggunakan biomassa, kita harus siap dengan teknologi yang bisa bersaing dengan bahan bakar fosil,” kata Adiarso di sela-sela Indonesia – Japan Joint Seminar bertema Appropriate Technology for Biomass Derived Fuel Production di Jakarta, Rabu (17/2/2016).

Seminar ini merupakan salah satu output Project for Development of a Model System for Fluidized Bed Catalytic Gasification of Biomass Wastes and Following Liquid Fuel Production in Indonesia. Proyek ini merupakan kerjasama BPPT dengan Science and Technology Research Partnership for Sustainable Development (SATREPS).

Menurut Adiarso, program yang  berlangsung selama lima tahun dari 2014-2019 ini fokus pada pemanfaatan limbah tandan kosong sawit untuk menghasilkan bahan bakar cair dan gas untuk substitusi bahan bakar minyak.

Pemanfaatan energi biomassa di Indonesia masih sangat jarang. Padahal dari sekian banyak renewable energy, hanya biomassa yang bisa diubah menjadi bahan bahan bakar cair atau gas. “Kita berupaya menghasilkan teknologi yang ramah lingkungan dan kompetitif supaya bisa diterima di market,” lanjutnya.

Deputi TIEM-BPPT, Hamam Riza mengatakan, pemanfaatan energi renewable energy dimaksudkan agar Indonesia tidak tergantung pada bahan bakar minyak dan gas untuk keperluan energi. Pemerintah telah mencanangkan energi baru dan terbarukan itu harus memiliki komposisi 23% targetnya dalam bauran energi. “Sekarang ini pemanfaatan renewable energy kurang lebih 5% dari seluruh energi,” lanjutnya.

Seminar ini bertujuan untuk mendapatkan sebuah teknologi yang bisa diterapkan dalam pemanfaatan renewable energy. “Kita perlu teknologi yang kompetitif, tidak hanya punya teknologi yang kita impor kemudian kita terapkan di sini. BPPT sebagai teknology clearing house akan mengkaji supaya teknologi bisa tepat dan efisien digunakan di Indonesia,” kata Hamam.

Katalis Tanah Liat

Direktur Eksekutif Asian Peoples Exchange (Apex) Dr. Nao Tanaka sebagai salah satu pembicara mengungkapkan pengembangan teknologi gasifikasi biomassa fluida dengan katalis tanah liat. Keunikannya teknologi ini murah dan efektif mengurangi emisi gas yang diakibatkan dari proses gasifikasi. “Untuk pilot plant, kita akan membangun demontrasi plant berskala lebih dari 200 KW di salah satu pabrik kelapa sawit di Sumatera atau Kalimantan.”

Teknologi ini memiliki efisiensinya tinggi. Pembersih termokimia untuk proses gasifikasi lebih efisien daripada pembakaran langsung. “Umumnya dalam proses pembersih termokimia, bahan biomassa harus dijadikan partikel kecil. Akan tetapi dalam teknologi ini biomassa partikel besar bisa langsung masuk biofier,” kata Tanaka.

Menurut Tanaka, kualitas gas yang dihasilkan cukup bagus dibandingkan gasifikasi biasa, karena bisa melakukan gasifikasi dengan uap. Gasifikasi yang biasa dilakukan hanya memakai udara sehingga kualitas gas yang dihasilkan masih rendah.

Teknologi ini juga berbiaya sangat murah. “Dibandingkan gasifikasi yang sudah dikembangkan negara berkembang, biaya investasi awal kira-kira hanya 1/5 saja. Katalis tanah liat juga sangat murah, seperseribu dari harga katalis biasa,” pungkasnya.

Seminar ini menghadirkan para pembicara dari Jepang antara lain Prof. Sakanishi (Director General FREA, AIST), serta Prof Noda dan Prof. Takarada (Gunma University).  Tenaga ahli dari Indonesia yang memberikan presentasi antara lain Prof Subagjo, Prof. Yazid Binar dan Prof Heri (ahli katalis ITB), Prof. Armansya Tambunan (IPB) serta pembicara dari BPPT yaitu Dr. Adiarso, Dr. Ilhan Febijanto dan Dr. Joni Prasetyo.

 

 

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author