Oleh: Vivian Karim Ladesi ST MT, Dosen UNJ, Program Studi Manajemen Pelabuhan dan Logistik Maritim
TechnologyIndonesia.id – Dalam beberapa tahun terakhir, konsep ekonomi hijau semakin menjadi pusat perhatian, terutama di negara berkembang seperti Indonesia. Salah satu sektor strategis yang memiliki potensi besar untuk menjadi katalisator ekonomi hijau adalah logistik hijau atau green logistics.
Dengan mengintegrasikan prinsip keberlanjutan ke dalam rantai pasok, green logistics bukan hanya menjadi solusi atas tantangan lingkungan, tetapi juga mampu mendorong pertumbuhan ekonomi secara inklusif dan berkelanjutan.
Artikel ini akan membahas berbagai aspek penting dari penerapan green logistics di Indonesia, meliputi regulasi, ekonomi dan bisnis, teknologi, serta sosial budaya, dengan mengaitkan hal ini dengan program ketahanan pangan nasional yang sedang digalakkan pemerintah.
Regulasi: Pilar Dasar Implementasi Green Logistics
Dari segi regulasi, Indonesia telah menunjukkan komitmen terhadap agenda keberlanjutan melalui berbagai kebijakan. Secara internasional, Indonesia adalah pihak dalam Perjanjian Paris, yang menargetkan pengurangan emisi gas rumah kaca hingga 29% pada 2030 dengan upaya sendiri, dan hingga 41% dengan dukungan internasional.
Dalam konteks nasional, pemerintah telah mengeluarkan Peraturan Presiden No. 98 Tahun 2021 tentang Nilai Ekonomi Karbon (NEK), yang menjadi landasan pengurangan emisi melalui mekanisme pasar karbon.
Di sektor transportasi, regulasi seperti Peraturan Menteri Perhubungan No. 38 Tahun 2017 tentang Pengembangan Transportasi Berkelanjutan mendorong penggunaan bahan bakar ramah lingkungan dan pengoptimalan efisiensi logistik. Namun, implementasi di lapangan masih membutuhkan pengawasan ketat dan insentif, seperti subsidi untuk kendaraan listrik dan teknologi hijau lainnya.
Ekonomi dan Bisnis: Peluang Baru dalam Era Keberlanjutan
Dari perspektif ekonomi, green logistics menawarkan efisiensi biaya jangka panjang bagi pelaku bisnis. Misalnya, penggunaan teknologi hemat energi seperti kendaraan listrik dan sistem manajemen logistik berbasis data dapat mengurangi biaya operasional hingga 20-30%. Selain itu, permintaan global terhadap produk yang diproduksi secara berkelanjutan semakin meningkat, memberikan peluang ekspor yang lebih luas bagi Indonesia.
Menurut laporan Badan Pusat Statistik (BPS), sektor transportasi dan pergudangan menyumbang sekitar 5% dari Produk Domestik Bruto (PDB) nasional pada 2022. Dengan adopsi green logistics, kontribusi ini dapat meningkat seiring dengan pertumbuhan sektor e-commerce dan distribusi produk agrikultur, yang juga relevan dengan program ketahanan pangan nasional.
Dalam konteks ini, logistik hijau dapat membantu menekan kerugian pascapanen yang saat ini mencapai 20-30% melalui sistem penyimpanan dan transportasi yang lebih efisien.
Teknologi: Motor Penggerak Logistik Hijau
Kemajuan teknologi menjadi tulang punggung implementasi green logistics. Solusi seperti Internet of Things (IoT), blockchain, dan kecerdasan buatan (AI) memungkinkan pengelolaan rantai pasok yang lebih transparan dan efisien. Contohnya, IoT dapat digunakan untuk memantau suhu dan kelembaban dalam pengangkutan produk agrikultur, sehingga kualitas produk tetap terjaga hingga ke tangan konsumen.
Teknologi kendaraan listrik dan bahan bakar alternatif juga menjadi fokus penting. Pemerintah Indonesia, melalui program Kendaraan Bermotor Listrik Berbasis Baterai (KBLBB), menargetkan penggunaan 2 juta kendaraan listrik pada 2030. Dalam sektor logistik, kendaraan ini dapat menggantikan armada berbahan bakar fosil, mengurangi emisi karbon secara signifikan.
Sosial Budaya: Mengubah Pola Pikir dan Perilaku
Aspek sosial budaya juga berperan penting dalam keberhasilan green logistics. Edukasi kepada masyarakat, termasuk pelaku usaha kecil dan menengah (UKM), tentang pentingnya keberlanjutan dalam rantai pasok perlu ditingkatkan. Kampanye publik mengenai pengurangan jejak karbon, penggunaan kemasan ramah lingkungan, dan pengelolaan limbah menjadi langkah awal yang krusial.
Kolaborasi antara pemerintah, sektor swasta, dan masyarakat sipil harus diperkuat. Misalnya, koperasi petani dapat didorong untuk menggunakan solusi logistik hijau dalam distribusi hasil panen mereka, sejalan dengan program ketahanan pangan nasional yang berfokus pada pengurangan ketergantungan impor dan peningkatan kualitas produksi domestik.
Mengaitkan Green Logistics dengan Program Ketahanan Pangan Nasional
Ketahanan pangan adalah salah satu prioritas utama pemerintah Indonesia. Dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2020-2024, pemerintah menargetkan pengurangan ketergantungan impor pangan strategis dan peningkatan kapasitas produksi lokal. Logistik hijau dapat memainkan peran sentral dalam pencapaian target ini.
Sistem distribusi yang efisien dan ramah lingkungan dapat mengurangi kerugian hasil panen dan meningkatkan aksesibilitas pangan di wilayah terpencil. Sebagai contoh, penggunaan teknologi blockchain dalam rantai pasok dapat memastikan transparansi dan keandalan distribusi, sehingga produk pangan sampai dengan kualitas terbaik kepada konsumen.
Kesimpulan
Penerapan green logistics di Indonesia adalah langkah strategis untuk mencapai pertumbuhan ekonomi hijau yang inklusif dan berkelanjutan. Dengan dukungan regulasi yang memadai, inovasi teknologi, dan perubahan pola pikir masyarakat, sektor logistik dapat menjadi katalisator bagi transformasi ekonomi Indonesia menuju masa depan yang lebih hijau.
Mengintegrasikan prinsip green logistics dalam program ketahanan pangan nasional juga akan memperkuat daya saing dan ketahanan ekonomi, sekaligus menjawab tantangan lingkungan global.