Jakarta, Technology-Indonesia.com – Indonesia berada di daerah yang rawan bencana. Untuk meminimalisir resiko bencana, penting untuk membangun sistem peringatan dini berbasis digital secara terpadu yang melibatkan berbagai unsur, baik masyarakat, pemerintah dan industri.
Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (TPSA BPPT), Hammam Riza mengatakan sistem siap siaga bencana Indonesia harus dilengkapi dengan penguasaan teknologi yang optimal.
“Kesiapsiagaan bencana harus diawali dengan adanya langkah mitigasi, sangat penting agar masyarakat di wilayah yang berpotensi bencana, memiliki waktu evakuasi yang cukup. Untuk itu dibutuhkan teknologi yang mampu mendeteksi dini atau early warning system, untuk bencana seperti banjir, longsor, kebakaran hutan,” papar Hammam saat membuka FGD Teknologi Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Masyarakat, di Kantor BPPT, Jakarta, Kamis (26/04/2018). Diskusi ini dilaksanakan bertepatan dengan peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana 2018.
Deputi Hammam menegaskan posisi Indonesia yang berada di daerah yang rawan bencana, baik bencana karena aktivitas geologi seperti gempa bumi, longsor, tsunami, atau pun bencana karena perubahan iklim yang tajam seperti banjir, kekeringan, kebakaran hutan dan sebagainya perlu menghadirkan masyarakat untuk ikut terlibat dalam mencegah dan menanggulangi ataupun mengurangi resiko bencana.
“FGD ini bertujuan menampung, merumuskan dan merekomendasikan kebutuhan teknologi yang dapat dimanfaatkan dalam pengurangan resiko bencana yang dapat dengan mudah diadopsi masyarakat atau berbasis masyarakat,” jelasnya.
Dikatakan Hammam, untuk mencapai ketahanan bencana berbasis masyarakat (community-based disaster resilience) kita dapat memanfaatkan teknologi digital menjadi ujung tombak di era ini. Dengan kondisi ini, tentunya ada peluang yang sangat besar untuk pemanfaatan teknologi digital dalam rangka meminimalisasi resiko bencana dengan membangun sistem peringatan dini (early warning system).
Menurutnya, untuk meminimalisir resiko bencana penting untuk membangun sistem peringatan dini yang berbasis digital secara terpadu yang melibatkan berbagai unsur, baik masyarakat, pemerintah dan industri. Perlu ada terobosan dan inovasi baru yang mengarah kepada pengurangan resiko bencana dan jika mungkin mencapai zero risk.
Pembangunan sistem tersebut memang membutuhkan biaya yang cukup besar, Namun apabila direncanakan pemanfaatan fasilitas dan sistem yang ada baik milik masyarakat, pemerintah maupun industri, dan melakukan sinkronisasi maka membangun sistem peringatan dini nasional akan lebih efektif untuk dicapai.
Hammam mencontohkan, saat acara temu bisnis teknologi survei kelautan pada akhir bulan Maret lalu, Dirut PT. Telkominfra sebagai narasumber memaparkan rencana menggelar sistem komunikasi kabel laut (submarine cable) di Indonesia. Peserta dari BMKG menanyakan apakah kabel-kabel itu bisa dipasang sensor untuk gempa atau sensor lain.
“PT. Telkominfra mengatakan bisa. Hal-hal seperti ini perlu diwacanakan untuk dijajaki dan dikaji serta ditindaklanjuti untuk melakukan sinergi dengan fasilitas infrastruktur yang ada dalam rangka membangun early warning system yang terpadu secara nasional,” rincinya.
Terkait dengan Pengurangan Risiko Bencana (PRB), ilmu pengetahuan dan teknologi berperan penting untuk memperkuat upaya tersebut. Karena itu, BPPT menganggap bahwa perlu disusun Outlook Teknologi Kebencanaan. Dalam rangka mewujudkan hal tersebut, Focus Group Discussion (FGD) dengan para pemangku kepentingan kebencanaan telah dan sedang dilakukan.
FGD Bidang Kebencanaan telah dilakukan sebanyak dua kali. FGD pertama tentang Kebijakan Nasional Pengurangan Risiko Bencana, yang membahas masalah makroteknologi kebencanaan. FGD kedua terkait Teknologi Pengurangan Bencana, yang membahas status teknologi kebencanaan di Indonesia, permasalahan apa yang dihadapi, serta harapan dari pengguna teknologi kebencanaan agar PRB lebih efektif.
Hammam barharap melalui FGD Kebencanaan ketiga hari ini dapat diketahui permasalahan yang dihadapi dalam Pengurangan Resiko Bencana Berbasis Masyarakat (PRBBM) dan teknologi apa saja yang dibutuhkan sehingga pengembangan teknologi untuk PRBBM nasional dapat lebih terarah.
“Semoga peringatan Hari Kesiapsiagaan Bencana Nasional ini menjadi momentum, agar Indonesia dapat lebih meningkatkan kualitas siap siaga bencana nasional, khususnya dari sisi penguasaan dan pemanfaatan teknologi,” pungkasnya.