SNI Bangunan Tahan Gempa Jamin Keselamatan Masyarakat

alt

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Indonesia secara geografis terletak di wilayah dengan tingkat kerawanan gempa yang cukup tinggi. Karena itu, sudah menjadi keharusan bagi industri konstruksi untuk memenuhi persyaratan ketahanan gempa saat perencanaan pendirian bangunan.
 
Perencanaan bangunan tahan gempa merupakan tahap awal yang penting dalam proses pembangunan gedung/rumah untuk menghindari kemungkinan jatuhnya korban jiwa akibat runtuhnya gedung/bangunan. Serta membatasi kemungkinan kerusakan bangunan dan menekan kerugian materi yang lebih besar.
 
Badan Standardisasi Nasional (BSN) telah menetapkan beberapa Standar Nasional Indonesia (SNI) terkait ketahanan gempa, baik untuk struktur bangunan dan non bangunan, jembatan, serta sistem lain yang terkait. Standarisasi ini bertujuan untuk menjamin keselamatan, keamanan, dan kenyamanan masyarakat melalui penerapan dan pengembangan standar bangunan tahan gempa.
 
Deputi Bidang Penelitian dan Kerjasama Standardisasi BSN, I Nyoman Supriyatna mengatakan BSN telah menetapkan total 11.485 SNI hingga November 2017. Dari jumlah tersebut, sekitar 9.500 SNI masih valid dan sekitar 2.000 sudah diabolisi atau tidak berlaku.
 
“SNI terkait kontruksi dan bangunan gedung ada 849 SNI atau 9 persen dari jumlah SNI yang valid. Salah satunya SNI perencanaan untuk bangunan tahan gempa,” terang Nyoman di Kantor BSN, Jakarta, pada Jumat (26/1/2018).
 
Standar tersebut adalah SNI 03-1726-2002 tentang Tata cara perencanaan gempa untuk rumah dan gedung.  Edisi terbarunya SNI 1726:2012 Tata cara perencanaan ketahanan gempa untuk struktur bangunan gedung dan non gedung. 
 
SNI 1726:2012 ini telah diadopsi ke dalam Peraturan Menteri (Permen) Pekerjaan Umum Nomor 29/PRT/M/2006 tentang Pedoman Persyaratan Teknis Bangunan Gedung. “Jadi owner yang ingin mendirikan bangunan harus punya ijin sesuai aturan,” lanjutnya.
 
Menurut Nyoman, SNI 1726:2012 sedang direvisi untuk menyesuaikan dengan teknologi terbaru. Sesuai tugasnya, BSN dan Komite Teknis (Komtek) harus melakukan kaji ulang atau review terhadap SNI yang usianya di atas 5 tahun.
 
“Ada sekitar 50 ahli yang akan dilibatkan dalam pembuatan SNI ini. Di Komite Teknis ada empat stakeholder yang harus terlibat sebagai anggotanya yaitu pemerintah, produsen, konsumen dan ahli,” terang Nyoman.
 
Pada kesempatan yang sama, Kepala Subbidang Sistem Jaminan Mutu BSN, Evan Buwana mengatakan standar terkait bangunan tahan gempa banyak mengacu pada standar yang ada di Amerika Serikat kemudian disesuaikan dengan kondisi indonesia. Dalam standar ini yang dilihat antara lain ketahanan bangunan terhadap gempa maupun tata cara mendirikan bangunan tahan gempa di daerah tertentu. 
 
“Yang dipertimbangkan antara lain spektrum gempa, umur bangunan, probability gempa dan lain-lain. Kemudian diputuskan bangunan itu bagusnya memakai kontruksi seperti apa, kualitas beton, jenis pondasi jenis apa dan sebagainya. Masing-masing daerah bisa berbeda-beda. Makanya, proses perumusannya memakan waktu cukup panjang dari tahun 2002 ke 2012, karena memang banyaknya material yang ada di dalam SNI ini,” terang Evan
 
Mengenai pengawasannya, lanjut Evan, menjadi kewenangan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) karena SNI 1726:2012 menempel di Peraturan Menteri tentang bangunan/gedung. Permen ini akan diacu ketika ada yang ingin membangun gedung dan masuk dalam kontrak yang akan mewajibkan pembangunan gedung itu harus memiliki perhitungan sesuai SNI 1726:2012.
 
“Sewaktu perencanaan apakah sudah menghitung beban gempanya, melihat risiko gempa, dan pelaksanaannya apakah sudah sesuai,” kata Evan. 
 
Dalam SNI 1726:2012 ada pembagian kategori bangunan tahan gempa. Kategori ini dipisahkan sesuai dengan jenis pemanfaatan dan tingkat risiko yang melekat. Ada empat kategori risiko bangunan dan non bangunan tahan gempa dalam SNI 1726:2012.
 
Kategori risiko I yaitu gedung dan non gedung yang memiliki risiko rendah terhadap jiwa manusia jika terjadi kegagalan, termasuk tetapi tidak dibatasi untuk fasilitas pertanian, perkebunan, peternakan, dan perikanan; fasilitas sementara; gudang dan struktur kecil lainnya.
 
Kategori risiko II yaitu semua gedung dan struktur lain, termasuk tetapi tidak dibatasi untuk perumahan; rumah toko dan rumah kantor; pasar; gedung perkantoran; apartemen/rumah susun; pusat perbelanjaan; bangunan industri; fasilitas manufaktur; dan pabrik.
 
Kategori risiko III yaitu gedung dan non gedung yang memiliki risiko tinggi terhadap jiwa manusia pada saat terjadi kegagalan, gedung atau non gedung dengan potensi yang menyebabkan dampak ekonomi yang besar atau gangguan massal terhadap masyarakat jika terjadi kegagalan, serta gedung atau non gedung yang mengandung bahan beracun atau peledak yang bisa menimbulkan bahaya jika terjadi kebocoran.
 
Kategori risiko IV yaitu gedung atau non gedung yang ditunjukkan sebagai fasilitas yang penting, termasuk tetapi tidak dibatasi untuk bangunan monumental; fasilitas pendidikan; fasilitas pemadam kebakaran; pusat pembangkit energi, dan lain-lain.
 
Selain SNI 1726:2012, beberapa SNI terkait bangunan tahan gempa adalah SNI 2833:2016 tentang perencangan jembatan terhadap beban gempa; SNI 04-6186.21.1-2000 Relai listrik-Bagian 21: Pengujian getaran, kejut dan gempa pada relai pengukuran dan perlengkapan proteksi – Seksi 1: Pengujian gempa; serta SNI 04-3890.2.6-2002 Klasifikasi kondisi lingkungan – Bagian 2-6: Kondisi lingkungan yang timbul di alam – Getaran dan kejut gempa bumi.
 
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author