Indonesia menghadapi masalah berbagai penyakit endemik dan epidemik serta penyakit infeksi baru. Permasalahan itu diperparah dengan kurangnya perlindungan mulai dari faktor lingkungan, ekologi dan demografik.
Untuk kepentingan menjaga keselamatan dan keamanan hayati tersebut Asosiasi Biorisiko Indonesia (ABI) menggelar Lokakarya Membangun Kemampuan Keselamatan dan Keamanan Hayati Indonesia pada 28-29 September 2011 di Jakarta.
Menurut data, ABI menyebut Indonesia merupakan negara berkembang yang bermasalah dengan penyakit infeksi. Diantaranya penyakit malaria, teberkulosis dan hepatitis B.
Sebanyak 15 juta kasus penyakit malaria pernah menyerang Indonesia, dari jumlah itu 42.000 terjadi di Kalimantaran pada 2005. Ini merupakan jumlah kasus tertinggi di dunia.
Indonesia juga menempati tempat ke tiga di dunia dalam hal penderita tuberculosis setelah India dan Cina.
Menurut data WHO menyebut 10 persen dari penduduk Indonesia merupakan pembawa endemik hepatitis B menengah hingga tinggi.
Untuk mengatasi hal itu ABI mengambil langkah-langkah untuk menghadapi ancaman penyakit menular itu. Yakni mempertahankan kemampuan yang aman, terjaga dan langgeng, melakukan prakteik keselamatan dan keamanan biologi yang baik.
Selain itu membangun dan meningkatkan kemampuan untuk mendeteksi, mendiagnosa dan menjelajah wabah yang sangat menular. Serta membangun kemitraan yang efektif dan langgeng antara negara berkembang dan maju.
”Usaha untuk meningkatkan kewaspadaan dan membangun keahlian dalam manajemen keselamatan biologik dan keamanan biologik di Indonesia akan difokuskan untuk melindungi manusia, hewan dan lingkungan dari berbagai penyakit infeksi. Yaitu dengan cara mencegah terlepasnya secara tidak sengaja maupun penyalahgunaan patogen berbahaya,” ujar Presiden Asosiasi Biorisiko Indonesia, Herawati Sudoyo.