Peneliti BRIN: Hewan Terinfeksi Antraks Harus Dibakar atau Dikubur

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Sejumlah warga di Kabupaten Gunungkidul, Yogyakarta terpapar penyakit antraks setelah mengonsumsi daging hewan ternak yang mati karena sakit. Masyarakat pun diimbau untuk tidak menyembelih hewan ternak yang mati karena sakit.

Peneliti Ahli Muda dari Pusat Riset Veteriner Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Dr. drh. Rahmat Setya Aji. M.Si menyampaikan jika ada hewan ternak yang mati mendadak di daerah endemis atau daerah tertular harus diwaspadai terkena antraks. Hewan tersebut tidak boleh disembelih.

“Hewan ternak yang mati idealnya dibakar sampai habis, tetapi untuk membakar butuh biaya cukup besar, karena itu kita kubur dengan kedalaman minimal dua meter. Sebelumnya dikubur, hewan yang mati diguyur formalin 10 persen. Tempat mengubur kalau bisa disemen dan diberi tanda: ini kuburan antraks,” terang Rahmat pada acara diskusi di Kantor Pusat BRIN, Jakarta pada Kamis (20/7/2023).

Tempat matinya hewan ternak juga harus didekontaminasi menggunakan formalin 10% sebanyak 50 liter untuk satu meter persegi. Cara penggunaannya dengan cara diguyur karena antraks bisa masuk ke dalam tanah hingga kedalaman 20 cm.

“Kalau ada hewan mati di satu kandang, hewan ternak yang masih hidup harus diberi antibiotik yang jangka watunya bisa mengcover 3-1 minggu. Hewan tersebut dikeluarkan dari kandang. Kandang tersebut didekontaminasi. Setelah 2 minggu hewan yang hidup tadi sembuh kemudian diberi vaksinasi,” terangnya.

Jika hewan mati mendadak bukan di daerah tertular, Rahmat mengimbau supaya dicek terlebih dahulu, karena penularan antraks ini cukup cepat. “Kita menggunakan preparat ulas dari telinga, itu bisa melihat hewan yang mati itu terkena antraks atau bukan,” ujarnya.

Hewan yang mati mendadak sebaiknya tidak disembelih, dicek terlebih dahulu baru kemudian dikubur atau dimusnahkan. Hewan yang disembelih untuk dikonsumsi, lanjutnya, harus memenuhi unsur ASUH yaitu aman, sehat, utuh dan halal. “Jangan mengonsumsi hewan yang sakit,” tandasnya.

Rahmat menyampaikan bahwa pihaknya akan mengembangkan vaksin oral untuk mencegah penyebaran wabah antraks pada hewan ternak. Vaksinasi hewan dinilai menjadi langkah yang perlu segera dalam mengendalikan wabah antraks di wilayah-wilayah endemis.

“Saya baru melakukan identifikasi isolat bakteri antraks-nya, kita akan mulai kembangkan tahun depan. Kita akan cek dulu kalau ini prospektif baru kita akan mengajukan untuk mengembangkan lebih lanjut,” terang Rahmat.

Vaksin antraks memang sudah dikembangkan dan diproduksi olah pabrik farmasi di Surabaya dan Bogor. Namun, menurut Rahmat, perlu jenis vaksin oral yang lebih aman, mudah diaplikasikan, murah dan protektif. Dengan demikian masyarakat bisa melakukan sendiri, sehingga vaksinasi akan lebih massif.

Rahmat mengungkapkan bahwa untuk mengembangkan vaksin oral untuk hewan tidak mudah, meski tahapannya tidak sesulit pengembangan vaksin untuk manusia. Tahapanya jika identifikasi isolat bakteri hasilnya prospektif, maka selanjutnya dapat melakukan uji laboratorium, uji lapangan terbatas, registrasi, dan bisa langsung diaplikasikan.

Penularan Antraks

Antraks merupakan penyakit bakterial yang bersifat menular akut pada hewan dan manusia. Penyakit ini disebabkan oleh bakteri Bacillus anthracis yang akan membentuk spora jika terpapar udara.

Rahmat menjelaskan, saat hewan yang terinfeksi antraks itu tidak disembelih, maka bakteri antraks akan berbentuk vegetatif. Ketika disembelih, darah hewan terinfeksi akan terpapar oksigen yang menyebabkan bakteri antraks membentuk spora.

“Spora tersebut tahan terhadap lingkungan ekstrem, PH ekstrem, panas ekstrem, dan bisa bertahan hidup antara 150 sampai 200 tahun di dalam tanah,” paparnya.

Antraks umumnya menyerang secara cepat pada hewan ruminansia seperti sapi, kambing, domba, dan kerbau. Perjalanan penyakitnya cepat antara 48-72 jam, hewan ternak bisa mati mendadak tanpa gejala. Karena kurangnya pengetahuan, banyak warga yang langsung menyembelih hewan ternak tersebut.

“Ini yang sangat berbahaya 1 tetes darah hewan yang terinfeksi antraks mengandung 1 miliar bakteri. Jika disembelih, berapa liter yang ditumpahkan dan mencemari lingkungan. Kalau lingkungan itu tidak didekontaminasi dengan benar, antraks akan kembali muncul,” terangnya.

Antraks bisa menginfeksi manusia karena adanya kontak dengan hewan yang terkontaminasi. Misalnya orang yang menyembelih hewan mati karena antraks, orang yang mengolah dagingnya atau memakan dagingnya. Selain itu adanya kontak dengan material hewan yang terkena antraks.

Infeksi antraks juga bisa terjadi karena lingkungan yang tercemar. Rahmat mencontohkan adanya orang yang terkena antraks kulit di DKI Jakarta pada tahun 2008 padahal tidak ada kasus hewan terkena antraks di wilayah tersebut. Setelah dicek ternyata sumber infeksi berasal dari pupuk di bogor yang terkontaminasi antraks.

“Kasus serupa juga pernah terjadi di Gunungkidul. Ada orang yang tidak kontak dengan material terkontaminasi antraks tetapi kontak dengan karung/bagor bekas membawa material yang mengandung antraks,” terangnya.

Karena itu, Rahmat menekankan pentingnya penanganan lingkungan yang terkontaminasi agar antraks tidak muncul kembali.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author