Jakarta, Technology-Indonesia.com – Tim mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) berhasil mengembangkan terobosan baru di bidang peternakan dengan membuat pelapis (coating) pakan ikan atau pelet dari limbah kulit ubi kayu. Inovasi ini mampu meningkatkan efektivitas pemberian ikan budidaya.
Keberadaan pelapis ini menyebabkan pakan tidak mudah hancur. Pelapis berfungsi sebagai penahan pakan ikan agar tidak mudah menyerap air sehingga konsistensi dan bentuk pakan dapat bertahan lebih lama.
“Sifat edibel coating ini bisa menahan pakan ikan tidak mudah menyerap air sehingga konsistensi dan bentuk pakan dapat bertahan lebih lama,” kata Muhammad Burhanuddin Fauzi, pada Kamis (28/6/2018).
Hal tersebut memberi kesempatan atau waktu makan ikan menjadi lebih lama sehingga mengefektifkan pemberian pakan. Pakan yang tidak mudah hancur di air juga mengurangi pencemaran sisa pakan dalam air.
Inovasi yang diberi nama Eating Paku (Edible Coating Pati Kulit Ubi Kayu) ini lahir dari Program Kreativitas Mahasiswa UGM 2018. Fauzi mengembangkannya bersama rekan satu departemen di Teknik Pertanian dan Biosistem Fakultas Teknologi Pertanian (FTP) yakni Ahadian Ansor dan Mochammad Idris Ramadana dengan bimbingan Sri Rahayoe.
“Hasilnya, pelet yang telah dilapisi dengan bahan ini menjadi lebih tahan dan kuat dalam air. Dari hasil uji menunjukkan dengan pelapis ini pelet bisa bertahan dalam air hingga 5 sampai 7 jam,” paparnya.
Pemilihan pati kulit ubi kayu sebagai bahan dasar pembuatan edible film karena biayanya relatif murah dibandingkan dengan bahan lain seperti protein maupun lipid dan juga aman. Ketersediaannya cukup melimpah di masyarakat karena kulit ubi kayu belum dimanfaatkan secara optimal.
Fauzi mengungkapkan pembuatan pelapis pakan ikan dimulai dengan mengolah terlebih dahulu kulit ubi kayu hingga menjadi pati. Selanjutnya, pati diformulasi dengan mencampurkannya dengan dengan gliserol, CMC (carboxymethyl cellulose), serta aquades melalui proses setirer. Larutan yang diperoleh disemprotkan pada pelet mandiri sehingga didapat pakan ikan yang lebih tahan lama dalam air.
Ide pengembangan metode pelapis pakan ikan ini, terangnya, berawal dari keluhan masyarakat terutama petani ikan di wilayah Sleman. Para petani ikan tersebut sering mengeluhkan kondisi pakan ikan yang dibuat mandiri kualitasnya tidak sebagus pakan ikan di pasaran.
“Mereka mengeluh pakan ikan mandiri kurang tahan dalam air sehingga waktu makan ikan lebih singkat. Sementara itu pakan ikan komersil harganya relatif lebih mahal dibanding pakan ikan mandiri,” jelas Ahadian.
Karenanya, mereka bergerak mencari solusi untuk mengatasi persoalan itu dan menemukan metode yang akhirnya mampu membuat pakan ikan mandiri jadi lebih tahan dalam air. Pakan ikan dengan edibel coating dari limbah kulit ubi kayu ini memiliki potensi sebagai alternatif pakan ikan.
“Dengan penambahan pelapis pati kulit ubi kayu ini bisa mempengaruhi hasil budidaya ikan sehingga diharapkan dapat meningkatkan perekonomian para petani ikan,” pungkasnya.