Keragaman genetik yang dibawa manusia saat bermigrasi, berkembang di suatu tempat membentuk keragaman baru. Oleh karenanya, suatu negara bergantung kepada negara lain dalam hal ketersediaan dan kemudahan mengakses sumber daya genetik untuk pangan dan pertanian. Usaha memenuhi kecukupan pangan membutuhkan suatu penyesuaian teknologi (varietas) yang mungkin sumber sifatnya ada di tempat (negara) lain.
Berangkat dari kesamaan kepentingan tersebut, 123 negara menandatangani perjanjian internasional mengenai Sumber Daya Genetik Tanaman untuk Pangan dan Pertanian (SDGTPP). “Indonesia telah berperan aktif dalam pengelolaan SDGTPP di tingkat global sebelum perjanjian internasional tersebut. Delegasi Indonesia pada Commission on Genetic Resources for Food and Agriculture – FAO terlibat dalam berbagai working group seperti SDG tanaman, ternak, dan kehutanan,” kata Dr. Ir. Haryono, M.Sc, pada Kongres Ke-V Komisi Nasional Sumberdaya Genetik Pertanian, di Denpasar, Bali, 25 Juni 2014.
Pada tahun 2006, Indonesia meratifikasi Perjanjian Internasional tentang SDGTPP atau International Treaty on Plant Genetic Resources for Food and Agriculture (ITPGRFA) melalui Undang-Undang Nomor 4 tahun 2006. Melalui perjanjian ini, Indonesia aktif sebagai tuan rumah pertemuan para ahli membahas tentang konsep pembagian keuntungan non-moneter di Bogor tahun 2011.
Indonesia juga menjadi tuan rumah Pertemuan ke-4 Badan Pengurus (Governing Body) Perjanjian Internasional ITPGRFA di Bali tahun 2012 dimana sebagian besar resolusi mengenai implementasi ITPGRFA disepakati. Pada tahun 2013, Indonesia menyelenggarakan Pertemuan Tingkat Tinggi ke-3 anggota ITPGRFA untuk mendorong peran aktif negara–negara anggota dan melaksanakan ITPGRFA sepenuhnya.
Selain itu, Indonesia menjadi anggota dari Konvensi Keanekaragaman Hayati melalui Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1994. Konvensi ini sejalan dengan Perjanjian Internasional ITPGRFA dalam prinsip pengelolaan SDG, akses, dan pembagian keuntungan. Pada tahun 2013, Indonesia meratifikasi Protokol Nagoya tentang Akses kepada SDG dan Pembagian Keuntungan yang Adil dan Seimbang Atas Pemanfaatannya melalui Undang-undang Nomor 13 tahun 2013.
Protokol ini mengatur akses dan pembagian keuntungan hasil akses SDG secara harmonis dengan pengaturan di ITPGRFA. Posisi strategis Indonesia di tingkat global dalam pengelolaan SDG harus menjadi pertimbangan utama kegiatan Komnas dan Komda SDG dalam menyusun aktivitasnya. “Komnas dan Komda SDG harus aktif memberikan masukan kepada pemerintah pusat dan daerah dalam hal pengembangan kebijakan dalam pengelolaan SDG ke depan,” lanjutnya.
Haryono berharap KOMDA SDG yang telah mendapat dukungan pemda setempat dapat mengambil peran dan berkontribusi dalam pengelolaan dan konservasi SDG untuk mendukung ketahanan pangan nasional.