Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe pada Forum Inovasi Litbang Tanaman Pangan di Bogor. Foto BKKP Kemenristekdikti
Technology-Indonesia.com – Pertambahan jumlah penduduk Indonesia dari tahun ke tahun berpotensi menyebabkan krisis pangan nasional di masa depan. Pemerintah harus mempersiapkan swasembada pangan secara nasional agar Indonesia tidak bergantung kepada impor.
Untuk itu, Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) terus mendorong lembaga penelitian dan pengembangan (litbang) di bawah naungan Kemenristekdikti dan Kementerian Pertanian, perguruan tinggi, pelaku usaha dan masyarakat terus bersinergi demi tercapainya cita-cita swasembada pangan nasional di indonesia.
“Saya kira dengan pemanfaatan hasil-hasil litbang tersebut, cita cita kita dalam ketahanan pangan nasional bisa terjadi. Negara maju dengan teknologi mutakhir di bidang pertanian memberikan manfaat dalam meningkatkan produktivitas nasional, khususnya di bidang pertanian,” kata Direktur Jenderal Penguatan Inovasi Kemenristekdikti Jumain Appe pada Forum Inovasi Litbang Tanaman Pangan bertema “Swasembada Pangan dengan Hilirisasi Hasil Litbang Menuju Ketahanan Pangan Nasional” di IPB International Convention Center (IICC) Bogor, Kamis (15/3/2018).
Menurut Jumain, lembaga-lembaga litbang baik dari perguruan tinggi, kementerian, non-kementerian dan swasta semuanya memiliki berbagai teknologi dan telah dikembangkan sejak lama, namun belum optimal. “Karena itu saya menginginkan adanya sinergi antara akademisi, pemerintah, dunia usaha serta masyarakat agar apa yang kita cita-citakan bisa tercapai,” lanjutnya.
Jumain Appe menilai produktivitas dan nilai tambah dari sektror pertanian sudah bagus, namun belum optimal. Misalnya pengembangan benih unggul nasional yang dipelopori oleh Institut Pertanian Bogor (ITB), belum mampu memenuhi standar nasional 6 ton/hektar. Karena itu sinergi antar lembaga harus ditingkatkan terus menerus agar pengembangan benih unggul ini bisa dilaksanakan secara nasional.
“Revolusi industri 4.0 merupakan momen untuk melakukan perubahan revolusioner di bidang teknologi pangan untuk menyokong ketahanan pangan nasional. Dengan bersinergi, bekerjasama, saling terbuka, melibatkan seluruh komponen pemerintahan, akademisi, dunia usaha dan masyarakat serta industri kreatif adalah kunci untuk berinovasi di masa depan,” tambahnya.
Dalam kesempatan tersebut, Direktur Inovasi Industri Direktorat Jenderal Penguatan Inovasi, Santosa Yudo Warsono menyampaikan adanya permasalahan nasional dan bagaimana iptek berperan dengan adanya ratusan varietas yang dapat dibedah, berapa besar dana yang digunakan untuk melepas varietas dan berapa besar impact-nya yang dimanfaatkan oleh masyarakat.
Kegiatan terkait iptek harus dilihat apakah benar-benar nyata dalam menghadapi permasalahan yang ada di pemerintah terutama terkait padi, jagung, dan kedelai (Pajale). Ada banyak ribuan penelitian dan sebagian besar di bidang pangan.
“Kita tidak hanya dituntut riset saja, tetapi harus sudah bisa mendesain kegiatan hilirisasi dengan mendayagunakan perguruan tinggi yang tersebar terkait swasembada pangan, karena beberapa perguruan tinggi sudah taken kontrak dengan Menristekdikti dan sudah ada beberapa inovasi yang sudah dimobilisasi” ungkap Santosa.
Menurutnya, permasalahan inti dari perguruan tinggi adalah setelah melepas varietas selanjutnya hilirnya dari varietas tersebut akan kemana. “Di sini kita tidak hanya berbicara tentang melepas varietas dan risetnya saja, tetapi selanjutnya bagaimana varietas tersebut diproduksi massal, apakah bernilai komersial atau tidak. Jika tidak bernilai komersial, maka pemerintah yang harus ambil alih,” pungkasnya.
Berita terkait : Baru 50% Petani Gunakan Benih Unggul