Pengelolaan lahan gambut untuk pertanian harus didasarkan pada sifat-sifat gambut dan memerlukan teknologi, yaitu pemilihan tanaman yang adaptif, teknologi pengelolaan air, serta teknologi pupuk dan pemupukan.
Tanah gambut dinamakan juga Histosol, Organosol, atau peatland merupakan tanah yang mengandung minimal 12% C-organik dan kedalaman minimal 40 cm. Tanah gambut terbentuk 5-10 ribu tahun lalu akibat akumulasi bahan organik tumbuhan rawa.
Menurut Sekjen Himpunan Ilmu Tanah Indonesia (HITI) Dr. Suwardi luas lahan gambut di Indonesia sekitar 15 juta hektar tersebar di Sumatera, Kalimantan, dan Papua. Lahan gambut di Indonesia termasuk gambut tropika yang miskin hara karena terbentuk dari bahan kayu. Berbeda dengan lahan gambut subtropika yang lebih subur karena terbentuk dari bahan lumut dan semak belukar.
“Kesuburan Gambut sangat tergantung bahan gambut, pengkayaan dari luapan sungai, dan lapisan tanah di bawah gambut,” ungkap Suwardi dalam diskusi “Penerapan Teknologi dalam Pengelolaan Gambut Lestari,” di Jakarta, 23 Desember 2014. Diskusi ini diinisiasi oleh Masyarakat Penulis Ilmu Pengetahuan dan Teknologi (MAPIPTEK)
Menurut Suwardi, lahan gambut di Indonesia yang dimanfaatkan untuk pertanian, perkebunan, dan HTI saat ini baru 20% atau 2,4 juta ha. Sebagian lahan dimanfaatkan untuk perkebunan sawit seluas 1,6 juta ha. Sisanya sekitar 20% atau 3,9 juta ha adalah lahan terdegradasi, 0,6 juta ha lahan bekas tambang, dan 10% untuk infrastruktur serta fasilitas umum.
Karena lahan gambut secara alami tergenang, maka tanaman yang paling adaptif adalah tanaman yang dapat hidup pada kondisi tergenangmisalnya sagu dan gelam. Lahan gambut di daerah yang mendapat limpasan banjir sungai/pasang surut memiliki pH yang lebih tinggi dan unsur hara yang lebih banyak. Lahan ini dapat digunakan untuk bercocok tanam sayuran dan tanaman pangan.
Lahan gambut yang tidak memperoleh limpasan pasang surut bisa dikembangkan tanaman perkebunan seperti sawit, karet atau HTI Akasia crassicarpa. Sementara daerah peat dome tetap dipertahankan sebagai hutan alam sebagai cadangan air, sumber plasma nutfah dan konservasi flora dan fauna.
Tanaman lain seperti nanas, buah naga, matoa, dapat ditanam dengan pemberian pupuk yang memadai. Teknologi pupuk dan pemupukan pada prinsipnya memberikan jenis dan jumlah pupuk berdasarkan jumlah unsur hara dalam gambut dan kebutuhan unsur hara oleh tanaman.
“Untuk menjaga keseimbangan unsur hara, sebaiknya sisa hasil kegiatan pertanian dikembalikan ke dalam tanah langsung dalam bentuk mentah atau dibuat kompos terlebih dahulu,” pungkas Suwardi. SB