Jakarta, Technology-Indonesia.com – Seiring dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, teknik perekayasaan genetik saat ini berkembang semakin maju dan pesat. Di tatanan internasional, Indonesia telah memperlihatkan komitmen yang cukup tinggi untuk menjaga keanekaragaman hayati.
“Satu hal yang sangat penting untuk diperhatikan dalam assesment keamanan hayati adalah diterapkannya prinsip kehati-hatian, agar tidak menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan hidup, kesehatan manusia, maupun kesehatan hewan sehingga dapat diwujudkan keamanan lingkungan, keamanan pangan, maupun keamanan pakan,” ujar Kepala Sub Direktorat Kemanan Hayati Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Lulu’ Agustina saat membacakan keterangan dari Dirjen Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem KLHK, Wiratno dalam FGD Perakit dan Pengembang Bioteknologi dengan Komisi Kemananan Hayati Produk Rekayasa Genetik (KKHPRG) di Bogor, Senin (11/2/2019).
Bioteknologi dapat membantu mengatasi banyak permasalahan global, diantaranya perubahan iklim, penuaan masyarakat, ketahanan pangan, keamanan energi dan penyakit menular. Tentu, perkembangan bioteknologi tetap harus diawasi oleh pemerintah.
Ketua KKHPRG yang juga menjabat sebagai Kepala Badan Standardisasi Nasional (BSN), Bambang Prasetya menekankan pentingnya prinsip kehati-hatian dalam menentukan kebijakan Indonesia atas penerapan bioteknologi. “Prinsip kehati-hatian ini akan kami implementasikan dengan menerapkan SNI ISO 31000:2018 tentang Manajemen Risiko,” ujar Bambang
Bambang menjelaskan, saat ini di Indonesia sudah terdapat 42 produk rekayasa genetik. “Saat ini, terdapat 27 produk rekayasa genetik terkait keamanan pangan, 12 produk terkait keamanan lingkungan, dan 3 produk terkait keamanan pakan,” paparnya.
Dalam kesempatan ini, Guru besar Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) Institut Pertanian Bogor, Antonius Suwanto menegaskan, Indonesia harus menguasai bioteknologi yang merupakan satu-satunya teknologi bahan hayati yang terus mengikuti Revolusi Industri 4.0 dan 5.0.
“Kalau kita memanfaatkan sumber daya alam, untuk meningkatkan nilai tambahnya harus ada caranya. Bioteknologi itu memberikan teknologi untuk memberikan nilai tambah produk hayati,” jelasnya.
Perkembangan industri bioteknolgi di Indonesia sudah banyak dan perlu didukung oleh peraturan yang ada. Antonius mendukung rencana Ketua KKHPRG untuk menerapkan SNI Manajemen Risiko dalam menentukan kebijakan.
“Suatu teknologi tidak ada yang zero risk. Yang perlu kita lakukan adalah me-manage resiko-resiko tersebut. Kehati-hatian bukan berarti kita tidak melakukan sesuatu. Tetapi bagaimana kita memitigasinya, melakukan kontrol sehingga teknologi yang ada dapat berkembang,” tegasnya.
Ia juga berpesan agar perkembangan standar yang ada di Indonesia harus dinamis. “Dengan pengetahuan kita yang kian bertambah, maka standar pun harus dapat mengikutinya,” pesannya.
Sinergi antar kementerian diharapkan semakin meningkat, sehingga perkembangan bioteknologi di Indonesia dapat sejalan dengan perkembangan zaman.