Jakarta, Technology-Indonesia.com – Komunitas Geografi di Indonesia mengajukan usulan untuk memasukan mata pelajaran geografi sebagai pelajaran wajib dalam pendidikan dasar dan menengah.
Rekomendasi tersebut mengemuka dalam Lokakarya Nasional Geografi dan Pendidikan Kebencanaan yang digelar oleh Forum Pimpinan Perguruan Tinggi Bidang geografi (FORPIMGEO), Ikatan Geograf Indonesia (IGI) dan Fakultas Geografi Universitas Gadjah Mada (UGM), pada Kamis (10/1/2018) di Fakultas Geografi UGM, Yogyakarta. Kegiatan tersebut dihadiri puluhan peserta dari 16 perguruan tinggi di Indonesia serta perwakilan guru TK, SD, SMP, dan SMA di beberapa daerah.
Ketua IGI, Hartono menyampaikan, kebutuhan menjadikan mata pelajaran geografi pada pendidikan dasar dan menengah menjadi sebuah kebutuhan yang harus segera dilakukan. Sebab, pendidikan kebencanaan kepada masyarakat di Indonesia saat ini secara sistematis belum menyentuh setiap warga bangsa.
Upaya menyentuh seluruh individu bangsa, ungkapnya, dapat dilakukan melalui jalur pendidikan formal. Sayangnya, saat ini kurikulum pendidikan dasar dan menengah belum banyak memuat pendidikan kebencanaan. Sementara di tingkat SMA, pendidikan geografi belum diberikan pada semua individu. Hanya kelas IPS saja yang mendapatkan pelajaran geografi yang didalamnya terdapat materi kebencanaan.
Hal ini berbeda dengan kondisi pendidikan di 11 negara maju di dunia seperti Inggris, Amerika Serikat, Kanada, Jepang, Australia, Finlandia, Perancis, Hungaria, Belanda, Selandia Baru, dan Singapura. Negara-negara tersebut mengajarkan wajib materi geografi dan sejarah masing-masing negara sebagai dasar wawasan setiap negara.
Padahal, Indonesia negara yang rawan bencana karena berada dalam posisi geografis ring of fire dunia. Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) mencatat jumlah kejadian bencana pada 2018 sebanyak 1.999 kejadian dengan korban jiwa tercatat terbanyak sejak 2007. Sementara pada 2019, Indonesia diprediksi akan mengalami kejadian bencana hingga 2.500 kejadian.
Upaya meminimalisir korban jiwa dan kerugian negara, lanjutnya, harus menjadi fokus utama. Hal tersebut dapat dilakukan dengan meningkatkan kapsitas masyarakat dan menurunkan kerentanan. Adaun strategi efektif dapat melalui pendidikan kebencanaan terhadap generasi muda.
“Solusinya mewajibkan mata pelajaran geografi pada pendidikan dasar dan menegah seperti pada kurikulum 1994,” tegasnya.
Hal tersebut menjadi poin utama dalam policy brief yang disusun oleh beberapa komunitas maupun lembaga seperti FORPIMGEO, IGI, Perkumpulan Profesi Pendidik Geografi Indonesia (P3GI), Ikatan Geografiawan Gadjah Mada (IGEGAMA), Fakultas Geografi UGM, Pusat Studi Bencana Alam UGM, Klinik Lingkungan dan Mitigasi Bencana Fakultas Geografi UGM.
Hartono menyampaikan pada tingkat SD pendidikan kebencanaan bisa dimasukkan dalam tema lingkungan dan alam sekitar. Sedangkan tingkat SMP, dapat dimasukkan ke dalam mata pelajaran IPS. Sementara mata pelajaran geografi di SMA telah mengajarkan pendidikan kebencanaan dan mitigasi bencana.
“Perbedaaanya terletak pada pemahaman proses mitigasi dan tanggap darurat bencana,” katanya.
Tak hanya itu, pelajaran geografi perlu dimasukkan pada pendidikan dasar dan menengah perlu dilakukan karena adanya dukungan SDM guru geografi yang telah dibekali materi kebencanaan baik saat di perguruan tinggi, komunitas MGMP, IGI, dan lainnya. Ditambah dengan dukungan fasilitas laboratorium geografi SMA yang dilengkapi dengan berbagai alat peraga untuk menjelaskan fenomena bencana.
“Materi pendidikan kebencanaan bukan hanya bencana alam, tetapi juga bencana sosial harus menjadi bagian dari misi besar tentang materi wawasan nusantara melalui mata pelajaran geografi Indonesia,” pungkasnya.
Sementara, Dirjen Riset dan Pengembangan Kemenristekdikti, Muhammad Dimyati dalam kesempatan tersebut menyambut baik upaya yang dilakukan oleh komunitas geografi di Indoensia yang telah menyusun policy brief untuk menjadikan pelajaran geografi sebagai ruh pendidikan kebencanaan.
“Policy brief ini akan bagus jika disampaikan ke pembuat kebijakan dan bisa menjadi sebuah kebijakan nasional,” tuturnya.
Karenanya, Dimyati mendorong komunitas geografi di Indonesia untuk segera menyampaikan rekomendasi tersebut kepada pemerintah dalam hal ini Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Dengan demikian rekomendasi yang disusun dapat memberikan manfaat bagi masyarakat, bangsa, dan negara.
Sebelumnya Ketua FORPIMGEO M. Baiquni, menyampaikan lokakarya ini menjadi salah satu wadah dalam mensinergikan kepentingan nasional geografi. Melalui kegiatan ini diharapkan dapat memberikan pengaruh pada kebijakan nasional sehingga ilmu geografi dapat memberikan manfaat dalam kerangka pembangunan nasional.