![riset](http://technologyindonesia.id/wp-content/uploads/2010/03/riset.jpg)
Rencana pemotongan itu kembali menggulirkan kenyataan bahwa selama ini dana penelitian yang dianggarkan pemerintah masih jauh dari ideal. Apalagi kini ada kebijakan pemotongan anggaran.
Kementerian Negara Riset dan Teknologi memang menyatakan tetap berupaya meningkatkan anggaran penelitian iptek, kendati diberlakukan kebijakan pemotongan anggaran.
Pada 2008, anggaran penelitian ditetapkan sekitar Rp 127 miliar dari total anggaran Kementerian itu yang besarnya Rp440 miliar. Anggaran sebesar itu jauh meningkat dibandingkan dengan anggaran 2004 yang mencapai Rp40 miliar. Itu berkat kebijakan kementerian bersangkutan untuk meningkatkan dana riset dari tahun ke tahun.
Selain itu, Kementerian Ristek juga akan mempertimbangkan aspek inovasi dalam penilaian kegiatan penelitian yang akan disetujui.
Dari total anggaran yang disediakan sekitar Rp 127 miliar tahun ini, sekitar Rp 27 miliar diantaranya akan diperuntukkan untuk Riset Unggulan Nasional (Rusnas), sedangkan porsi terbesar sekitar Rp 100 miliar akan disebar untuk kegiatan penelitian yang diajukan berbagai institusi.
Kebijakan itu sesuai dengan sistem pasar terbuka saat ini yang memberikan peluang inovasi besar bagi masyarakat di seluruh belahan dunia.
”Dalam protected market (pasar tertutup) seperti pemerintahan dulu, inovasi jelas tidak akan tumbuh. Namun, dengan pasar terbuka saat ini, inovasi jelas dibutuhkan untuk meningkatkan daya saing,” kata Kristanto Santosa, General Manager Business Innovation Center (BIC).
Sementara itu, Alisyahbana Haliman, Direktur Haldin Pasific Semesta mengusulkan agar inovasi bisa ditumbuhkan mulai dari kalangan masyarakat bawah.
Inovasi kalangan bawah itu antara lain mencarai cara yang efisien merontokkan butir-butir padi. Selama ini petani melakukannya dengan cara dibanting, yang pada prakteknya menyebabkan banyak butir padi terbuang.
Inovasi semacam itu juga bisa berupa pengajaran kepada masyarakat cara membuat keju dari susu sapi yang lebih baik.
Untuk mendukung hal tersebut, pemerintah mengembangkan kebijakan “top down” melalui Rusnas, sedangkan “bottom up” dengan menawarkan ke berbagai institusi, sesuai enam focus bidang unggulan, yaitu teknologi pangan, energi, pertahanan keamanan, kedokteran dan obat-obatan, transportasi, serta teknologi informasi.
Menteri Ristek Kusmayanto Kadiman menyatakan, sejak awal dirinya selalu menekankan bahwa akademisi, pemerintah, dan sektor bisnis harus berada dalam ikatan “triple helix” ABG (Academic, Business, Goverment).
Menurut dia, peneliti jangan berjalan sendiri dan hasilnya tak terpakai, begitu juga pengusaha harus mendukung inovasi dalam negeri.
Sementara itu, pejabat General Manager Business Innovation Center, Kristanto Santosa mengatakan, riset dalam negeri kebanyakan masih setengah jadi sehingga tidak bisa langsung diproduksi untuk mengisi pasar.
Di satu sisi para peneliti merasa hasil risetnya sudah unggul, padahal di sisi lain, bagi pengusaha yang penting bisa mendatangkan uang banyak.
“Jadi jika ternyata teknologinya mahal ya pengusaha lebih senang membeli saja dari luar. Teknologi bisa dibeli di mana-mana, yang aplikatif, murah dan membawa untung pasti yang dipilih,” katanya. (hape)