Jakarta, Technology-Indonesia.com – Untuk meningkatkan produksi tanaman pangan, Dinas Pertanian Kota Payakumbuh mengadakan demplot teknologi padi jajar legowo super dan teknologi budidaya jagung sistem zig-zag. Kedua teknologi ini sudah disosialisasikan akhir Juni 2021 oleh peneliti Balai Pengkajian Teknologi Pertanian (BPTP) Sumatera Barat (Sumbar) di Kec. Payakumbuh Timur dan Payakumbuh Utara.
Menindaklanjuti sosialisasi tersebut, pada pekan ini digelar tanam perdana demplot padi di Kelompoktani Bina Bersama Kelurahan Ikua Koto Kec. Payakumbuh Utara dan demplot budidaya jagung zig-zag ke Kelompoktani Sawah Tangah Kec. Payakumbuh Timur.
Kepala Dinas Pertanian Kota Payakumbuh Depi Sastra mengatakan demplot ini diadakan untuk mengadopsi teknologi yang sudah di hasilkan oleh Badan Litbang Pertanian. Depi berharap dengan menerapkan teknologi ini, produksi padi dan jagung di kota Payakumbuh bisa meningkat dan petani sekitar meniru dan menerapkan teknologi yang sudah kita lakukan.
Ia juga berharap demplot ini terus mendapat pendampingan dari BPTP Sumbar hingga panen dan analisis ekonominya.
Sistem Tanam Zig-Zag
Peningkatan produksi bisa dilakukan adalah meningkatkan populasi tanaman. Namun, peningkatan populasi tanaman tidak berbanding lurus dengan peningkatan produktivitas karena terdapat ambang batas kerapatan yang dapat meningkatkan produksi. Setelah melewati ambang tersebut, pertanaman yang terlalu rapat dapat menurunkan hasil akibat adanya kompetisi dalam penyerapan unsur hara, air, sinar matahari dan ruang tumbuh.
Adanya batas toleransi tanaman terhadap persaingan unsur hara, air dan sinar matahari menjadikan dasar Badan Litbang Pertanian untuk memperbaiki sistem tanam pada budidaya jagung. Teknologi sistem tanam zig-zag merupakan alternatif teknologi dalam upaya meningkatkan populasi tanaman tanpa mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tanaman.
Keunggulan utama penggunaan teknologi sistem tanam zig-zag pada budidaya jagung adalah meningkatkan populasi tanaman mencapai 80% tanpa mengganggu pertumbuhan dan perkembangan tanaman sehingga mampu meningkatkan produksi 30-40%.
Jarak tanam pada sistem tanam zig-zag diatur sedemikian rupa sehingga kerapatan tanaman tidak mengganggu penyerapan sinar matahari yang dibutuhkan pada proses fotosintesis. Selain itu, penerapan sistem tanam zigzag relatif mudah tidak memerlukan teknologi yang kompleks dan keahlian khusus.
Sedangkan kemungkinan kendala yang akan dihadapi dalam penerapan sistem tanam zig-zag adalah penambahan biaya tanam dan pupuk.
Secara garis besar, terdapat dua komponen teknologi yang berbeda dibandingkan dengan budidaya dengan sistem tanam konvensional yaitu sistem tanam dan dosis pemupukan.
Berdasarkan tingkat kesuburan lahan, terdapat dua jarak tanam yang disarankan yaitu 35×17,5×75 cm dan 25×12,5×75 cm. Pada lahan yang kurang subur, gunakan jarak tanam yang lebih rapat yaitu 25×12,5×75 cm. Sedangkan untuk lahan yang subur, gunakan jarak tanam yang lebih lebar yaitu 35×17,5×75 cm.
Maksud jarak tanam ini adalah 35 atau 25 cm dalam barisan, 75 cm antar barisan inti dan 17,5 atau 12,5 cm jarak antar barisan inti dan barisan zig-zag. Dengan menggunakan jarak tanam ini, populasi tanaman sekitar 76 ribu -100 ribu batang.
Sistem tanam yang umum dilakukan petani adalah sistem tanam lurus dengan cara membuat lubang tanam sama rata sehingga membentuk empat persegi panjang. Hal yang berbeda dengan sistem tanam zigzag.
Pada sistem tanam ini lubang tanam antar barisan sama rata diujung pinggir sesuai dengan jarak tanamnya, selanjutnya dalam barisan sama (sesuai dengan jarak tanamnya). Kemudian, dengan jarak setengah jarak dalam barisan, dibuat barisan tanam baru. Lubang tanam dimulai menjorok kearah dalam setengah jarak antar barisan. Setelah itu, penanaman dalam barisan sesuai dengan jarak tanam.
Mengingat populasi tanaman pada sistem tanam zig-zag lebih tinggi daripada sistem tanam konvensional, penambahan dosis pupuk harus dilakukan untuk menghindari terhambatnya pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Pupuk yang diberikan adalah NPK 400 kg/ha, Urea 350 kg/ha, SP36 350 kg/ha, dolomit 1.000 kg/ha, dan pupuk kandang 2000 kg/ha. (Sumber BPTP Sumbar dan Lampung)