Jakarta, Technology-Indonesia.com – Gembili, dalam bahasa lokal wilayah Nimboran, Kemtuk, Kemtuk Gresi – Jayapura disebut dengan Naning. Tanaman bernama latin Dioscorea esculenta L. ini termasuk ke dalam suku gadung-gadungan. Gembili adalah tanaman umbi-umbian yang masih setia ditanam oleh petani OAP (orang asli Papua).
Alam Papua yang sangat luas dan kaya akan sumber daya genetiknya, termasuk gembili naning, dapat hidup dengan baik di Papua tanpa penggunaan pupuk kimia dan perlakuan istimewa lainnya.
Seperti sebuah metafora “tongkat kayu jadi tanaman” tentang betapa suburnya tanah air Indonesia, demikian halnya dengan penanaman naning di wilayah ini. Dengan hanya memanfaatkan umbi dari penanaman sebelumnya, naning cukup dibenamkan dalam tanah dan dibumbun. Ketika daunnya sudah naik diberi tongkat ajir agar daun menjalar ke atas sehingga memudahkan perawatan. Hanya saja, untuk memanen naning, dibutuhkan waktu sampai 9 bulan lamanya.
Berperan sebagai salah satu sumber penghasilan keluarga, gembili naning senantiasa menjadi andalan Mama-Mama Papua untuk dijajakan di lapak pasar di daerah Sentani dan sekitarnya. Naning bersanding dengan hasil tani lainnya seperti pisang, ubi jalar, pepaya dan lain-lain dan dijual dalam bentuk tumpukan (satu tumpuk). Masih dalam bentuk mentah tanpa olahan, petani biasa menjual naning dengan harga 60 ribu per tumpuk.
Guna pemanfaatan naning secara berkelanjutan, Kementan melalui Tim SDG (Sumber Daya Genetik) Balitbangtan BPTP (Balai Pengkajian Teknologi Pertanian) Papua melakukan karakterisasi naning di Kampung Sabeyab Kecil distrik Kemtuk Kabupaten Jayapura. Memakan waktu 1 jam perjalanan dari ibukota Sentani menuju Sabeyab, tim yang terdiri dari Mariana Ondikeleuw, Merlin Rumbarar, Hendrik Awes, Eko dan Ressa harus melewati sungai dan hutan kebun masyarakat yang letaknya agak jauh dari perkampungan. Gembili naning oleh masyakarat ditanam bersama dengan isa/isya atau ubi kelapa/uwi (Dioscorea alata L), pisang, cabai dan pepaya.
Selain itu terdapat pula tanaman biofarmaka daun gatal (seglei) dan sayur lokal bayam serta khombelu. Perkebunan warga di lokasi yang terpencil ini membuat tanaman relatif aman dari gangguan hama penyakit. Meskipun terdapat serangan babi hutan, namun masih di bawah ambang batas. Masyarakat lokal mengendalikannya dengan memasang jerat sehingga perlu kehati-hatian yang ekstra jika melewati perkebunan warga.
Tim SDG melakukan pengkajian secara komprehensif. Tidak hanya melakukan karakterisasi tanaman, petani juga diajak untuk dapat membuat olahan pasca panen gembili agar memiliki nilai tambah dan mengangkat perekonomian keluarga.
Gembili naning memiliki tekstur lembut dan agak manis. Pemanfaatan naning oleh masyarakat lokal umumnya direbus dan dibakar. Gembili jenis naning kombi ini diolah sebagai hidangan pangan keluarga sebagai pengganti nasi bersama dengan singkong, daun dan bunga pepaya. Akan lebih nikmat mencicipi hidangan ini bersama dengan sambal yang didapatkan dari cabe dan bawang merah yang ditanam masyarakat di pekarangan rumahnya.
Untuk meningkatkan nilai tambah, Balitbangtan BPTP Papua mengajak masyarakat mengolah naning menjadi aneka produk olahan yang memiliki nilai jual yang tinggi. Naning dapat diolah dalam bentuk kue talam naning kombi dengan toping crispi jamur sagu.
“Naning Kombi akan lebih menarik bagi pembeli apabila menjadi olahan pangan lokal dan tepung, untuk mendukung program diversifikasi pangan dengan olahan pangan yang dibuat beraneka ragam.” ujar Kepala BPTP Papua, Muhammad Thamrin. (Rezha)