Lembang, Technology-Indonesia.com – Untuk mengatasi masalah ketersediaan benih bawang merah, Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan) mengembangkan teknologi perbanyakan bawang merah menggunakan biji (True Seed of Shallot/TSS). Budidaya bawang merah menggunakan benih biji dinilai lebih efisien dibandingkan perbenihan bawang merah dengan benih umbi.
Rini Rosliani, peneliti Balai Penelitian Tanaman Sayuran (Balitsa) mengatakan untuk penanaman bawang merah dengan benih umbi membutuhkan rata-rata 1-1,5 ton/hektar tergantung jarak tanam. Kebutuhan benih umbi yang banyak menyebabkan biaya distribusi sangat besar terutama jika harus dikirim ke daerah. Selain itu, masa simpan benih umbi juga terbatas sekitar 3-4 bulan. Jika tersimpan lebih dari 4 bulan kualitas umbi sudah menurun.
“Penanaman Bawang merah menggunakan benih umbi telah dilakukan dari generasi ke generasi tanpa ada pembaruan sehingga membawa penyakit degeneratif,” terang Rini di sela acara Spekta Horti 2018 di Balitsa, Lembang, Bandung Barat pada Kamis (20/9/2018).
Sementara, penanaman bawang merah menggunakan TSS hanya membutuhkan 3-5 kg biji/hektar tergantung jarak tanam. Jika 1 kg benih biji harganya Rp 3 juta, maka biaya pengadaan benih sekitar Rp 15 juta. Sementara penggunaan benih umbi memerlukan biaya antara Rp 30 juta – Rp 45 juta/hektar, jika benih umbi harganya Rp 30 ribu/kg. Selain itu, daya simpan benih biji juga lebih lama diatas 1 tahun.

Menurut Rini, budidaya bawang merah menggunakan TSS hasilnya juga lebih tinggi. Ditingkat petani budidaya bawang merah menggunakan benih umbi menghasilkan rata-rata 10 ton/hektar. Sementara penggunaan TSS, hasilnya sekitar 18-38 ton/hektar tergantung perlakuan. “Untuk penerapan teknologi Proliga (produksi lipat ganda) target kami 40 ton/hektar,” lanjutnya.
Rini mengungkapkan, kendala produksi benih biji di daerah tropis adalah pengaruh suhu lingkungan. Untuk produksi benih biji, bawang merah harus ditanam di dataran tinggi berketinggian 900-1400 mdpl dengan suhu lingkungan sekitar 18 derajat. Kendala lainnya, bawang merah termasuk tanaman yang agak rentan terhadap penyakit.
Produksi TSS akan optimal jika dilakukan pada musim kemarau, sebab pada musim tersebut serangan penyakit berkurang. Selain itu untuk menghindari hujan, karena bunga bawang merah tidak tahan terhadap air hujan dan bisa busuk.
“Karena bunga bawang ini rentan terhadap hujan, agar tidak busuk area pertanaman harus diberi naungan. Meskipun di iklim kering tidak ada hujan, namun adanya anomali cuaca akibat perubahan iklim harus terus diantisipasi dengan naungan,” terang Rini.
Untuk produksi benih biji, pihaknya menggunakan bawang merah varietas unggul baru (VUB) Trisula yang memiliki warna merah marun, serta aroma, kekerasan, dan daya simpannya bagus. Varietas Trisula sudah mulai dilirik oleh banyak petani. “Varietas Trisula bagus untuk produksi biji dan lebih tahan hama penyakit,” lanjutnya.
Untuk menghasilkan biji yang bernas dan bermutu, dilaksanakan beberapa perlakuan teknologi. Sebelum penanaman dilakukan vernalisasi benih umbi di cool storage dengan suhu 10 derajat Celcius, 4 minggu sebelum tanam. Setelah vernalisasi, benih umbi direndam dalam larutan Benzylamino punche 37,5 ppm sebelum tanam.

Sesudah penanaman benih umbi, dilakukan beberapa pemupukan seperti penyemprotan pupuk boron, pemupukan NPK 16-16-16, pupuk posfor, dan pupuk kalium. Untuk menghasilkan kapsul bunga yang bersih dan bagus, saat penyerbukan menggunakan serangga penyerbuk lebah madu atau apis cerana. “Lalat hijau sebenarnya bisa namun resikonya meninggalkan kotoran jadi suka membawa penyakit,” terang Rini.
Saat penyiapan benih biji, lanjutnya, kuntum bunga dari lapangan tidak boleh langsung dimasukkan ke gudang pengering. Kuntum dilayukan terlebih dahulu selama 3 hari. Selanjutnya, kuntum dikeringkan di gudang pengering 30-35 derajat selama 4 hari sampai chruncy/garing.
Setelah kering, biji bawang merah akan mudah dirontokkan dengan alat perontok. Selanjutnya biji dipilah menggunakan alat pemilah. Biji bernas biasanya akan memisahkan diri dari kotoran-kotoran. Biji berwarna hitam masih harus dibersihkan lagi dari kotoran. Perontokan dan pemilahan lebih mudah dilakukan karena ada alat mesin pertanian dari Balai Besar Pengembangan Mekanisasi Pertanian (BBP Mektan).
Setelah diseleksi, Benih diuji kemurnian fisik diatas 99 persen, dan kadar airnya dibawah 8 persen sehingga saat disimpan bisa tahan lama. Daya berkecambahnya minimal 70%. “Ketentuan tersebut ada dalam Permentan No. 131 tahun 2015,” terangnya.
Untuk penanaman bawang merah, menurut Rini, jika untuk produksi benih akan lebih praktis jika benih biji ditanam langsung di bedengan hingga panen. Sementara perbanyakan bawang merah untuk konsumsi bisa dilakukan melalui transplanting, disemai dulu baru dipindah ke lapangan.
Rini optimis, petani yang biasa menanam bawang merah tidak akan kesulitan jika menanam menggunakan benih biji. Selain efisien, produktivitasnya juga lebih tinggi sehingga akan meningkatkan kesejahteraan petani.