Biochar, Arang Pembenah Tanah untuk Lahan Terdegradasi

Jakarta, Technology-Indonesia.com – Hasil perhitungan Balai Penelitian Tanah menyebutkan, pertanian di Indonesia menghasikan sekitar 25,4 juta ton limbah per tahun. Petani biasanya hanya membuang, membiarkan di lahan, dibakar atau untuk pakan ternak dan mulsa. Limbah pertanian sebenarnya sangat potensial dimanfaatkan sebagai biochar untuk meningkatkan kesuburan tanah.

Pertanian Indonesia menghasilkan limbah berupa tempurung kelapa, sekam padi, kulit buah kakao, tempurung kelapa sawit, tongkol jagung, batang singkong dan lainnya. Limbah tersebut tidak seluruhnya dapat dikonversi menjadi biochar. Hanya sekitar 30-50% atau sekitar 10,7 juta ton yang dapat menghasilkan biochar 3,1 juta ton per tahun.

Arang atau biochar sebenarnya sudah sejak lama dikenal masyarakat sebagai sumber energi (bahan bakar dan sumber panas). Namun belum dikenal sebagai pembenah tanah yang sangat berguna bagai tanah.

Neneng Laela Nurida, peneliti Balai Penelitian Tanah mengatakan terdapat sedikit perbedaan dalam proses pembuatan arang yang dikenal masyarakat dengan biochar yang berfungsi sebagai pembenah. Biochar diproduksi melalui pembakaran tidak sempurna, bukan dibakar sempurna.

Di bidang pertanian, biochar terutama berfungsi untuk menurunkan kemasaman tanah dan meningkatkan ketersediaan hara serta mengikat hara supaya tidak mudah hanyut dibawa air. Misalnya, pada lahan dengan kemasaman tinggi atau pH sekitar 3-5 bila diberi biochar maka pH akan meningkat sehingga tanaman bisa tumbuh dengan baik. Bila diberikan di daerah yang kurang air atau hujannya hanya sedikit, biochar dapat mengikat air yang terbatas tersebut sehingga lebih tersedia bagi tanaman.

“Dengan membuat sendiri biochar maka petani tidak perlu membeli input untuk meningkatkan pH seperti kapur atau dolomit. Air yang sedikit di wilayah kering dapat disimpan sehingga cukup untuk satu musim tanam bahkan lebih,” kata Neneng dalam siaran pers pada Minggu (15/04/2018).

Neneng menyebutkan, Badan Litbang Pertanian (Balitbangtan) mulai memperkenalkan pembuatan dan aplikasi biochar melalui bimbingan teknis di beberapa lokasi. Teknik pembuatan biochar yang diperkenalkan kepada petani adalah teknik yang mudah dan murah yaitu model Kon tiki berupa lubang berbentuk kerucut berdiameter bagian atas 150 cm dan tinggi 75 cm, sangat sederhana dan sesuai untuk petani.

Salah satu lokasi bimbingan teknis pembuatan biochar berada di Desa Sukadana Ilir, Lampung Timur pada Desember 2017. Petani dengan mudah mampu mempraktekkan pembuatan biochar ini. Sekali bakar, lubang bisa menampung 300 kg tongkol jagung kering dan menghasilkan 100 kg biochar (30%).

“Bahan baku yang dibakar harus dalam keadaan kering agar hanya sedikit asap yang dihasilkan. Hal ini perlu diingatkan kepada petani karena asap yang banyak akan menimbulkan emisi,” tuturnya.

Mulyanto, salah satu petani mengakui pembuatannya cukup mudah dan cepat, hanya dibutuhkan waktu 1,5-2 jam saja. Namun kendala bagi petani adalah proses pengeringan bahan baku yang hanya bisa dilakukan di musim kemarau.

Pemberian biochar dapat dilakunan dengan cara disebar, dilarik (jalur tanaman) secara merata, dan dibenam ke lubang tanam. Aplikasi dengan cara disebar, biochar dibenamkan bersamaan dengan pengolahan tanah terakhir. Bila diaplikasikan secara larikan di jalur lubang tanam, biochar ditutup dengan tanah sebelum dilakukan penanaman.

Aplikasi dengan cara disebar lebih praktis, namun risiko terangkut aliran air pada saat hujan lebih tinggi. Sementara Aplikasi secara larikan atau pada lubang tanam membutuhkan tenaga kerja yang lebih banyak.

Lebih lanjut Neneng menerangkan, pemberian biochar sekam padi dan kulit buah kakao takaran 5-10 ton/hektar pada lahan kering masam di Lampung memberikan hasil yang stabil hingga tiga musim tanam berturut-turut tanpa penambahan biochar pada musim tanam kedua dan ketiga.

Pada lahan kering beriklim kering di Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), pemberian 5-10 t/ha biochar meningkatkan ketersediaan air di tanah sehingga intensitas tanam meningkat dari satu kali menjadi dua kali per tahun. Bagi petani, pemberian biochar secara bertahap setiap musim mungkin lebih dianjurkan karena lebih memungkinkan mengingat ketersediaan limbah pertanian sebagai bahan baku di lapangan,

Selama ini bahan pembenah tanah yang digunakan petani umumnya pupuk kandang, kompos, dan biomas tanaman yang cepat melapuk dan pengaruhnya hanya bersifat sementara. Biochar merupakan pembenah tanah alternatif yang potensial untuk memperbaiki lahan yang telah terdegradasi. Biochar dapat bertahan lama di tanah karena proses dekomposisi berjalan lambat dan tahan terhadap mikroorganisme.

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014). Buku terbarunya, Antologi Puisi Kuliner "Rempah Rindu Soto Ibu"
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author