Jakarta – Waki Presiden RI Jusuf Kalla memanggil sejumlah pejabat, Senin (22/10/2018). Para pejabat yang hadir diantaranya dari Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), Badan Pusat Statistik (BPS-RI), Badan Pertanahan Nasional, LAPAN, dan Badan Informasi Geospasial.
Wapres H.M Jusuf Kalla menyampaikan rapat merupakan kelanjutan pembahasan sebelumnya, guna penyempurnaan metodologi perhitungan produksi beras. “Rapat internal ini adalah rapat lintas Kementerian dan Lembaga yang bertujuan guna menyusun kerangka sampel dan sistem pelaporan yang digunakan dalam pengumpulan data statistik pertanian yang berbasis teknologi serta perbaikan metodologi pengumpulan data statistik pertanian,” ungkap Wapres
Penyempurnaan metode perhitungan produksi beras ini, lanjut Jusuf Kalla, telah diamanatkan dalam Ratas Kebijakan Pangan pada 27 Januari 2016 lalu, dan Presiden Jokowi mengamanatkan adanya langkah yang valid, dalam hal sistem data dan informasi pertanian.
“Presiden menyampaikan dalam Ratas Kebijakan Pangan, untuk langkah komprehensif memperbaiki permintaan, memperbaiki suplai, memperbaiki rantai-rantai perdagangan , sistem data dan informasi pertanian harus betul-betul komprehensif dan valid,” jelas Jusuf Kalla dalam arahannya.
Lebih lanjut Wapres Jusuf Kalla menjelaskan mengenai pentingnya akurasi statistik beras yang sangat penting dalam pengambilan kebijakan pangan, karena jumlah produksi beras sangat terkait dengan harga beras di masyarakat.
“Statistik ini diperlukan untuk mengetahui kondisi surplus atau defisit produksi beras agar pemerintah dapat segera melakukan tindakan yang diperlukan untuk stabilisasi harga beras seperti melakukan operasi pasar atau upaya lain seperti impor beras,” tegasnya.
Intinya, rapat khusus agendakan mengenai Perbaikan Metodologi Perhitungan Produksi Beras Nasional. BPPT menjadi menarik karena dikutsertakan.
Sekretaris Utama BPPT Wimpie AN Aspar yang hadir saat itu menjelaskan bahwa BPPT telah mengembangkan teknologi Kerangka Sampel Area (KSA) dan dapat diimplementasikanmemberikan data produktivitas pertanian yang sangat akurat dengan pengambilan data yang sesuai dengan titik koordinat langsung. “Tahun lalu seluruh pulau Jawa sudah dilakukan pengambilan data melalui metode KSA ini, dan ditahun ini akan diupaya untuk luar Jawa,” ujarnya.
KSA, kata Wimpie, tidak menggunakan metode remote sensing tetapi bersumber data yang diperoleh dari citra satelit. “Data dari pemetaan radar kemudian dilakukan ground check ke lapangan sehingga kita mengetahui data koordinat yang ada dilokasi tersebut dan langsung difoto kemudian akan dimasukan kedalam sistem yaitu sistem android,” paparnya.
Metode KSA ini, kata Wimpie, sudah diakui Perkumpulan Ahli Statistik Indonesia dan sudah dimanfaatkan oleh Badan Pusat Statistik. “Semoga dengan diterapkannya metode KSA ini semua dapat menjadi satu data yang valid dan akurat untuk dapat digunakan dimana-mana, baik untuk pengukuran dan produksi lahan baku,” jelasnya.
Deputi Bidang Teknologi Pengembangan Sumberdaya Alam (TPSA) BPPT, Hammam Riza, mengatakan teknologi pengukuran luas panen padi ini merupakan kerjasama BPPT dengan BPS, terkait penerapan metode KSA pada pendataan statistik produksi pertanian tanaman pangan, utamanya padi.
“KSA memang dibutuhkan karena teknologi berperan penting dalam menunjang akurasi data statistik, yakni untuk mengetahui produksi padi nasional, yang selanjutnya dikonversi menjadi produksi gabah kering giling dan beras,” ujar Hammam.
KSA, lanjut Hammam, dapat dikembangkan tidak hanya citra satelit tetapi juga menggunakan mobile apps berbasis Android yang mengunci kordinat lahan sawah, sehingga lebih akurat. “Metode KSA ini digunakan untuk mengukur luasan panen padi mulai dari persiapan lahan, fase vegetatif awal hingga panen, sehingga data produksi padi dapat diperoleh secara akurat. BPPT bekerjasama dengan BPS, sudah menguji teknologi ini secara nasional,” katanya.