Jakarta, technology-indonesia.com – Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengaku bingung dengan munculnya isu bahwa rektor perguruan tinggi akan dipilih oleh Presiden. Nasir menegaskan, sistem pemilihan rektor sudah jelas dan tetap menjadi kewenangan Kemenristekdikti.
“Presiden sudah mengamanatkan pada saya. Kerjakan dengan baik. Munculnya isu itu membuat saya bingung sendiri,” ungkap Menristekdikti di sela-sela acara Silaturahim dan Berbuka Puasa Bersama di rumah dinasnya, Jalan Widya Chandra IV, Jakarta Selatan, Sabtu (10/6/2017).
Menristekdikti menerangkan pemilihan rektor sudah sesuai dengan Undang-Undang Nomor 12 tahun 2012, diturunkan dalam PP (Peraturan Pemerintah) Nomor 4 Tahun 2014 tentang pengelolaan Pendidikan Tinggi kemudian diturunkan lagi ke Peraturan Menteri. “Jadi sistem pemilihan rektor itu jelas,” imbuhnya.
Dalam proses seleksi, saat calon rektor sudah mengerucut menjadi tiga nama, Menristekdikti juga melibatkan beberapa lembaga seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK), Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT), dan Badan Narkotika Nasional (BNN).
“Kita melibatkan KPK dan PPATK untuk masalah korupsi. Untuk urusan radikalisme saya libatkan BNPT. Masalah narkoba kami libatkan BNN,” ungkap Menristekdikti.
Selain itu dalam pemilihan rektor, Menristekdikti minta diawasi oleh Komisi ASN (Aparatur Sipil Negara). Menurutnya, hal tersebut sebagai upaya menciptakan Good University Governance (tata kelola universitas yang baik).
“Begitu ada tiga calon saya langsung ke BNPT, PPATK, KPK, dan BNN untuk mengecek. Jika ada indikasi bermasalah di dalam bidang keuangan langsung dipotong dari PPATK. BNPT dapat informasi ini dari kelompok radikal, langsung dipotong. Kalau ketiganya layak, siapapun yang akan jadi rektor berarti layak,” kata Nasir.
Dalam kesempatan tersebut, Menristekdikti juga meluruskan kalau rektor adalah tugas tambahan bukan jabatan eselon 1. “Sekarang rektor bukan eselon 1, rektor adalah tugas tambahan yang diberikan oleh menteri untuk melaksanakan tugasnya,” jelas Nasir.
Memang dalam proses pemilihan rektor, Menristekdikti juga melakukan komunikasi dengan Presiden dan Wakil Presiden. Namun komunikasi tersebut sifatnya hanya konsultasi bukan prosedural.
“Itu hal yang biasa. Konsultasi seorang menteri ke presiden. Jadi jangan salah tafsir, sehingga ramai di media,” pungkasnya.