Dalam rangka meningkatkan daya saing produk-produk nasional, diperlukan tatanan yang baik antara pengusaha besar dan pengusaha kecil. Salah satunya melalui sinergitas yang saling menguntungkan dengan pola kemitraaan. Pengusaha besar harus memberikan pembinaan pada pengusaha kecil.
Ketua Jaringan Pengusaha Nasional (Japnas) dan CEO Blue Bird, Bayu Priawan Djokosoetono berharap seluruh komponen bangsa ini yang tergabung dalam usaha besar dapat bekerjasama dengan pengusaha kecil. Para pengusaha harus berkolaborasi, jangan saling kompetensi, dan sikut-sikutan.
“Perdagangan dan perekonomian sudah menglobal, perdagangan bebas antar kawasan sudah terjadi. Diperlukan kerjasama yang baik dan saling menguntungkan antara pengusaha besar dan kecil. Saling membuka diri, saling kerjasama baik itu dalam teknologi tentunya dengan tujuan dalam meningkatkan daya saing produk nasional,” tegas Bayu pada diskusi Hello industry kreatif Jaringan Pengusaha Nasional di Jakarta, Minggu, (6/12).
Bayu menegaskan, sudah waktunya kita membuka diri sebab tantangan perekonomian dunia sudah tidak mudah lagi. “Kita harus bahu membahu antara yang besar dan kecil dalam meningkatkan daya saing produk nasional. Jika tidak demikian, kita akan menjadi penonton saja dalam perdagangan bebas. Nilai produksi kita akan kalah dalam persaingan,” tegas Bayu.
Menurut Bayu, industri kreatif masih menjadi andalan dalam perekonomian nasional kita. Industri kreatif merupakan industri yang memberikan nilai tambah dalam Pendapatan Domestik Bruto (PDB). “Industri kreatif sudah memberikan bukti sangat nyata dalam perekonomian Indonesia, saat terjadi krisis perekonomian pada 2009. Waktu itu industri kreatif tetap memberikan pertumbuhan yang sangat baik yaitu sekitar 7% dari PDB nasional,” ujar Bayu.
Industri Kreatif
Dalam kesempatan yang sama, Direktur Pengembangan Produk Eksport Kementerian Perdagangan RI, Sulistyawati mengungkapkan pengembangan industri kreatif nasional harus melalui kajian mendalam. Jika perlu dengan kajian market intelijen. Mengali potensi lokal yang layak dijual ke luar negeri.
Sulistyawati menegaskan, dalam meningkatkan daya saing produk nasional ini harus dilakukan lintas departemen, seluruh stakeholder, pemerintah, pengusaha, akademisi dan desainer. Usaha ini harus melibatkan banyak pihak, jadi bukan sendiri-sendiri dan juga harus terus menerus. “Pengusaha harus mendaftarkan produk mereka segera mungkin ke Kemenhukum dan HAM dalam bentuk kekayaan intelektual, agar para pengusaha tersebut tidak dirugikan dengan hak ciptanya tersebut,” tegas Sulistyawati.
Sebenarnya banyak produk unggulan dari industri kreatif yang bisa menembus pasar dunia, terang Sulis. “Akan tetapi karena para pengusaha kita lemah dalam desain. Sebaiknya para pengusaha harus didampingi dengan para desainer agar bisa menerjemahkan apa yang diingini para pembeli di luar negeri,” tegas Sulis.
Sulis menceritakan pengalaman dengan pengrajin lampu di Yogyakara. Ketika itu pengrajin lampu didampingi desainer menciptakan “lampu pincuk” yang merupakan kekayaan dan kearifan lokal Yogyakarta. Setelah diproduksi lampu pincuk tersebut dan dipamerkan di Amerika. Desain lampu pincuk berbahan tembaga tersebut laku dengan harga Rp 500 juta.
Pusat Mode Dunia
Sementara itu Desainer senior dan pengagas Indonesia fashion Week Dina Midiani mengatakan potensi Indonesia sebagai pusat mode dunia sangat terbuka lebar. Indonesia memiliki beragam budaya, memiliki potensi kearifan lokal yang sangat besar sekali untuk digali dan dijual ke luar negeri. “Akan tetapi kita harus memiliki Riset & Development yang kuat dengan kajian terus menerus,” lanjut Dina.
Dina menyatakan, pada 2020 Indonesia akan menjadi pusat mode busana muslim dan 2025 akan menjadi pusat mode dunia. Karena itu, industri harus siap menjadi produsen yang berkualitas dan dipandang oleh dunia. “Jangan hanya jadi tukang saja, tapi harus bisa menawarkan desain mode yang sejajar dengan desainer dunia, tegas Dina.
Dalam waktu dekat, Dina akan membawa konsep sarung yang merupakan budaya lokal nasional menjadi pakain gaya urban dunia. Alb