Jakarta, Technology-Indonesia.com – Presiden RI ke-3 Prof BJ Habibie dan Presiden RI ke-5 Megawati Soekarnoputri menjadi pembicara dalam Dialog Nasional bertema Meningkatkan Inovasi Iptek untuk Mendorong Industri Dalam Negeri Mewujudkan Ekonomi Pancasila yang digelar Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) di Jakarta (9/5/2018).
Dialog nasional ini bertujuan memperkuat komitmen pemangku kepentingan dalam meningkatkan inovasi dan teknologi nasional, guna mendorong industri dalam negeri mewujudkan ekonomi Pancasila.
Dalam dialog tersebut, BJ Habibie menekankan pentingnya memberi nilai tambah agar suatu produk yang dihasilkan industri bisa dijual ke pasaran. Salah satu cara agar suatu produk memiliki nilai tambah adalah pemanfaatan teknologi. Hampir semua negara manfaatkan teknologi untuk memberikan nilai tambahan kepada produk industrinya.
Selain penguasaan teknologi, agar Indonesia menjadi negara maju harus memiliki sumber daya manusia yang handal, yang dapat dicapai melalui pendidikan dan pembudayaan.
“Ada beberapa strategi untuk membuat Indonesia menjadi negara industri. Yang pertama adalah memperbaiki sumber daya manusia yang harus dibina perilakunya. Selain itu, manusia harus diasah otaknya melalui proses pendidikan dan pembudayaan agar memiliki nilai tambah,” ungkap Habibie.
Sementara itu, Megawati Soekarnoputri menyatakan bahwa BPPT merupakan institusi yang sangat penting dan sepantasnya mendapatkan penguatan dalam melakukan pengkajian serta penerapan teknologi untuk meningkatkan daya saing menuju kemandirian bangsa.
“Pertemuan hari ini merupakan momen berharga, di tengah bergulirnya kehendak kuat dari Presiden Jokowi untuk menjadikan Indonesia sebagai sebuah negara industri,” ujar Megawati.
Menurutnya, tidak ada satu negara pun dapat menjadi negara industri yang kuat dan mandiri, tanpa riset yang kuat. Kalimat kunci untuk menjadi negara industri, yaitu Science Based Policy, kebijakan pembangunan yang berbasis pada riset ilmu pengetahuan dan teknologi.
Saat ini anggaran riset di Indonesia masih sangat minim. Data UNESCO tahun 2016 menunjukkan Indonesia baru mengalokasikan anggaran riset 0,25% dari PDB yaitu 25,8 triliun. Ini setara dengan 1,23% dari total 2.095 triliun APBN 2016. Sementara tahun ini, anggaran riset yang tersebar di seluruh kementerian dan lembaga sebesar Rp 24,9 triliun atau 1,12% dari total 2.221 Triliun APBN 2018.
Dalam kesempatan tersebut, Megawati mendorong agar riset dijadikan dasar pembangunan dan bukan sekadar masukan. Karena itu, ia mengajak untuk memperjuangkan agar dalam Revisi Undang-Undang SINAS Iptek harus eksplisit menyebutkan bahwa riset wajib menjadi dasar dalam pengambilan keputusan pembangunan oleh pemerintah pusat, maupun pemerintah daerah.
Kepala BPPT Unggul Priyanto mengatakan kesejahteraan dan kemandirian bangsa akan semakin hebat dengan dikuasainya inovasi dan teknologi. Untuk menjadi negara industri yang dibutuhkan adalah inovasi. Inovasi dapat dicapai melalui tiga cara yaitu inovasi melalui riset, inovasi melalui desain engineering, dan inovasi melalui reverse engineering.
“Jika kita ingin menjadi negara industri dengan mengandalkan riset dasar akan membutuhkan waktu lama. Untuk percepatan maka dibutuhkan reverse engineering atau ngoprek,” paparnya.
Lebih lanjut Kepala BPPT mengungkapkan, dialog nasional ini merupakan tonggak penting bagi peningkatan peran dan kontribusi teknologi, guna mendorong pembangunan industri nasional yang mandiri dan berdaya saing untuk mewujudkan ekonomi Pancasila.
“Melalui dialog ini kami harapkan tercipta solusi yang fokus dan komprehensif tentang peningkatan kontribusi dan peran lembaga litbang kaji terap, dalam penguasaan ilmu pengetahuan dan teknologi/ alih teknologi dan inovasi yang dibutuhkan untuk mendorong pembangunan industri nasional yang mandiri dan berdaya saing,” pungkasnya.