Jakarta – ilmu pengetahuan dan teknologi hingga kini belum optimal mendorong pertumbuhan ekonomi Indonesia. Untuk itu iptek dan inovasi tidak lagi menjadi opsi, namun keharusan untuk diterapkan dalam program pembangunan mendatang.
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional/Kepala Bappenas Bambang PS Brodjonegoro menyampaikan hal tersebut dalam pembukaan Raker BPPT 2018 di Jakarta, Selasa (12/3/2019).
Tercatat pada 2018 Indonesia menduduki peringkat 45 dalam Global Competitiveness Index 4.0 atau yang meningkat dari tahun sebelumnya (peringkat 47), namun capaian innovation capacity masih rendah atau berada di peringkat 68, jauh tertinggal dari peringkat Singapura (14), Malaysia (30), Thailand (51), dan Filipina (67).
Bambang menambahkan saat ini Indonesia menduduki peringkat 85 dari 126 negara dengan skor Global Innovation Index (GII) sebesar 29,8 (dari skala 0-100). Nilai tersebut sekaligus memposisikan Indonesia pada peringkat 13 dari 30 negara berpenghasilan menengah ke bawah. Bahkan menempatkan Indonesia pada peringkat 14 dari 15 negara-negara Asia Tenggara dan Oceania.
“Kontribusi iptek dan inovasi terhadap pertumbuhan ekonomi rendah. Hal ini juga terlihat dari kontribusi TFP (Total Factor Productivity) hanya sebesar 0,9 persen dari total pertumbuhan ekonomi,” ujarnya.
Dalam rentang tahun 2000 ke 2010 PDB (Product Domestic Bruto) Indonesia tumbuh 5,2%. Namun, lanjut Bambang, hanya 0,9% bersumber dari TFP, sisanya 3,5% dari modal finansial (capital) dan 0,8% dari modal manusia. Kontribusi TFP ini lebih rendah dibandingkan dengan Malaysia (1,2%) dan Thailand (2,4
“ Saat ini ekspor Indonesia masih didominasi produk dengan kompleksitas rendah. Contohnya ekspor kain yang bisa diproduksi negara-negara lain. Beda halnya jika ekspor kain khusus militer misal yang memiliki kompleksitas tinggi dan memberikan nilai tambah,” papar Bambang.
Untuk itu, lanjut dia, dalam RPJMN (Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional) berikutnya, pertumbuhan ekonomi tidak bertumpu lagi pada sumber daya alam. “Mendorong iptek dan inovasi berarti peduli dengan generasi selanjutnya,” ujarnya.
Hanya saja, kata Bambang, jumlah SDM iptek berkualifikasi S3 juga menjadi permasalahan tersendiri. Saat ini presentasinya tercatat hanya sekitar 14,08 persen. Selain itu, juga masalah kapasitas infrastruktur Iptek juga masih belum memadai
Sementara itu, anggaran litbang (GERD) baru mencapai Rp 30,78 triliun atau sekitar 0,25 persen dari PDB, dan tersebar di berbagai kementerian dan lembaga. Sekitar 81 persen anggaran litbang masih bersumber dari Pemerintah. “Jangan lagi bagi-bagi anggaran. Sudah kecil jumlahnya tersebar pula. Sehingga perlu difokuskan dan hasil-hasil riset inovasi harus dapat dikonversi menjadi produk komersial,” ujarnya.
Kepala BPPT Hammam Riza mengatakan pihaknya akan terus mendukung transformasi industri. “Sejak 1978 BPPT didirikan ruhnya untuk transformasi industri dan manufaktur, dan kami generasi penerusnya,” ujarnya.