Technology-Indonesia.com – Padi lokal mulai diperhitungkan menjadi padi spesifik lokasi berproduksi tinggi setara dengan varietas unggul baru, bahkan ada yang produktivitasnya lebih tinggi. Selama ini kesan terhadap padi lokal adalah padi dengan potensi rendah, umur panjang dan tanaman relatif tinggi.
Terlepas dari silsilahnya, entah berasal dari padi lokal asli (landrase) turun temurun ataupun asal galur-galur hasil persilangan pemulia yang tidak terpilih, saat ini ditemukan berbagai padi yang diklaim petani sebagai padi lokal adaptif berproduksi tinggi .
Kemajuan padi lokal muncul karena padi ini telah ditanam berulang-ulang oleh petani pada cekaman spesifik lokasi dalam waktu panjang. Hal ini sekaligus merupakan proses seleksi secara alami.
Karena itu, padi lokal yang sekarang diklaim petani sebagai padi unggul, keragaannya sudah mirip varietas dan memiliki adaptasi spesifik lokasi. Hanya landrase atau galur yang adaptiflah yang bisa bertahan dengan kondisi spesifik tersebut.
Padi lokal unggul dataran tinggi di Sumatera Selatan (Sumsel) misalnya di Pagaralam, ditanam cukup luas oleh petani bahkan mencapai sekitar 30% dari luas pertanam padi. Ketinggian lokasi pertanaman rata-rata di atas 800 m dpl. Padi lokal yang diklaim petani antara lain: Ayik Keruh, Barokah, Buku Hitam, dan Setangkai.
Di dataran tinggi lainnya yaitu di Lahat keempat padi lokal tersebut ditanam oleh petani secara luas. Produktivitas keempat padi lokal tersebut berkisar antara 7-9 ton/hektar, bahkan bisa lebih dari 10 ton/ha GKP (Gabah Kering Panen) seperti di Lahat untuk padi Ayik Keruh atau Air Keruh.
Padi-padi lokal lain yang masih banyak ditanam di dataran tinggi, antara lain padi Merah, padi Abang, padi Dayang Rindu, Gilas Madu, Rindik, Jambat Teras dan yang lainnya. Sebagian besar pertanaman di dataran tinggi ini secara morfologi menunjukkan relatif seragam.
Keseragaman ini terbentuk karena petani selalu menyiapkan benih dari pertanaman sebelumnya dengan cara memilih pertanaman yang sudah seragam serta sehat. Cara inilah yang menguatkan bahwa keragaan pertanaman asal benih tersebut dapat dikatakan hampir seragam secara morfologi dan diduga pula seragam secera genetik.
Padi lokal unggul juga banyak dikembangkan oleh petani di dataran rendah dan menengah. Padi-padi lokal dataran rendah banyak ditemukan di lahan pasang surut misalnya di Banyuasin. Padi lokal potensi hasil tinggi di lahan rawa pasang surut ini dikenal petani dengan nama: padi Kuda, padi Kemis, dan padi TW dengan umur berkisar 120-137 HSS (Hari Setelah Sebar). Rata-rata produktivitasnya berkisar antara 5,0-7,0 ton/ha GKP. Rata-rata hasil ini tergolong tinggi di lokasi pasang surut.
Keseragaman pertanaman padi lokal pasang surut seperti di Banyuasin relatif berbeda dengan padi-padi lokal di dataran tinggi seperti di Pagaralam dan Lahat. Di pasang surut (Banyuasin) keragaan pertanamannya relatif tidak seragam. Berdasarkan informasi dari petani, di lokasi ini petani tidak menyiapkan benih secara khusus (menyeleksi) dari pertanaman sebelumnya. Penyiapan benih di lokasi ini hanya menyisihkan sebagian gabah dari hasil panen sebelum dijual. Hal ini menyebabkan saat benih tersebut digunakan pertanamannya tidak seragam.
Namun demikian, karena sudah bertahun-tahun ditanam secara terus menerus, pertanaman tersebut diduga sudah merupakan campuran berbagai populasi yang masing-masing populasi telah memiliki keseragaman. Jadi kalau masing-masing populasi dipilah kemudian ditanam ulang, maka masing-masing pertanaman dalam populasi yang sama akan memiliki keseragaman.
Padi lokal unggul saat ini dapat dijadikan alternatif untuk ditanam petani sebagai padi spesifik lokasi, terlebih manakala VUB (Varietas Unggul Baru) padi yang direkomendasi belum tersedia. Karakter unggul dimaksud tidak hanya untuk provitas/produktivitas tinggi, namun juga sifat unggul lainya seperti kualitas beras, aromatik, padi merah, padi hitam dan lain-lain.
Terkait padi lokal yang belum dilepas sebagai varietas, hal penting dalam pengembangan padi lokal oleh petani saat ini antara lain adalah perlunya perbaikan penyiapan benih oleh petani sendiri.
Caranya seperti yang dilakukan oleh beberapa petani di Pagaralam dan Lahat. Cara pertama, memilih dan memanen bahan benih yang seragam dan sehat (terbebas dari penyakit atau hama) dari pertanaman. Selanjutnya diproses dengan cara dikeringkan hingga kadar air 14% dan disimpan sebagai benih untuk tanam berikutnya.
Cara kedua, Buanglah tanaman yang menyimpang atau berbeda dari pertanaman lainnya yang seragam dan tanaman yang terkena hama dan atau penyakit. Selanjutnya dipanen dan diproses dengan cara dikeringkan hingga kadar air 14% dan disimpan sebagai benih untuk musim berikutnya. Penyediaan benih untuk petani lainnya yang tidak menyiapkan benih sendiri, dapat dilakukan dengan menukar gabah konsumsi ke petani yang menyiapkan benih tadi.
Melalui proses penyiapan benih padi lokal oleh petani sendiri diharapkan pertanaman padi lokal bisa seragam (homogen), sehingga produksinya tinggi dan kualitas beras menjadi lebih baik. Alangkah lebih baik lagi kalau padi-padi lokal tersebut dimurnikan melalui proses pemuliaan dan segera dilepas sebagai varietas unggul lokal. Selanjutnya, benih tersebut segera diperbanyak agar dapat dikembangkan oleh petani secara luas.
*) Priatna Sasmita, Kepala BPTP Sumatera Selatan (Sumsel)