Anggaran Riset Indonesia Tahun 2017 hanya 0,21 persen dari PDB

alt
 
Technology-Indonesia.com – Setelah lebih dari separuh abad Indonesia merdeka, anggaran riset Indonesia belum mencapai satu persen dari Produk Domestik Bruto (PDB). Anggaran riset  Indonesia jauh lebih kecil bila dibandingkan negara jiran Malaysia yang telah menganggarkan 1,3 persen  dari total Produk Domestik Buto (PDB) pada tahun 2016. Bahkan Korea Selatan menganggarkan 4,23 persen, jauh di atas Jepang  yang hanya sebesar 3, 28 persen. Langkah terobosan tengah disiapkan oleh pemerintah pusat untuk memperbesar anggaran riset yaitu dengan menggandeng sektor swasta dan perguruan tinggi. Bagaimana kondisi makro tentang anggaran riset tahun 2016-2017, dapat dilihat pada pemaparan berikut ini.
 
Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) mengakui saat ini dana untuk melakukan riset masih sangat minim. Dalam postur APBN 2017,anggaran riset hanya sebesar 0,21 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Anggaran ini masih sangat kecil bila dibandingkan dengan anggaran riset yang digelontorkan pemerintah Malaysia pada 2017 sebesar 2,8%,  atau lebih dari Rp 150 triliun. Namun demikian, Persentase ini jauh lebih baik kondisinya dari tahun 2014, dimana anggaran riset di angka 0,08 persen dari PDB. 
 
Apabila diruntut  dari  alokasi pembelanjaan R & D dilakukan Pemerintah Pusat pada tahun 2016 mencapai 24,92 Trilyun Rupiah atau sekitar 80,97 persen, sedangkan Pemerintah Daerah hanya sebesar 0,89 Trilyun Rupah atau sebesar 2,91 persen.  Jadi total GBAORD mencapai 25, 82 Trilyun. Government Budget Appropriatons or Outlays for R & D (GBAORD) berupa dana kegiatan litbang murni yang terdiri dari alat, bahan, narsum, koordinasi, perjalanan, termasuk didalamnya gaji atau upah peneliti dan staf litbang, dana operasional litbang. Jadi GBAORD ini mengacu pada peruntukan anggarannya, bukan pada pembelanjaannya. Penyelenggara R & D lainnya didominasi oleh Industri Manufaktur 2,81 Trilyun atau sebesar 9,15 persen, Litbang swasta mecapai 1,33 Trilyun atau  4,33 persen, dan Perguruan Tiggi hanya sekitar 0,81 Trilyun atau 2,65 persen saja. Apabila dibandingkan dengan PDB Indonesia yang dilansir oleh Badan Pusat Statistik tahun 2016, yaitu sebesar 1240,6 Trilyun,maka  GBAORD hanya sebesar 0,21  persen. 
 
Sedangkan perkiraan besaran Gross Expenditure on Research & Developmet (GERD) dapat mencapai 1,33 kali dari GBAORD. Pada tahun 2016, GERD mencapai 30, 78Trlyun atau sekitar 0,25% dari PDB, yang artinya 1,19 kali dari GBAORD
 
Proporsi GBAORD Lembaga Litbang, Kementerian dan LPNK, didominasi oleh Kemenristek dikti sebesar 2,84 Trilyun , Kementerian Kelautan dan Perikanan sebesar 2,37 Trilun, Kementerian Pertanian sebesar 2,13 Trilyun, Kementerian ESDM sebesar 1,63 Trilyun, Kemendikbud sebesar 1,49 Triyun, Kementerian Pertahanan sebesar  1,43 Triyun, Kementerian Kesehatan sebesar 1,27 Trilyun, LIPI sebesar 1,18 Trilyun dan Kementerian Perhubungan sebesar 1,05 Trilyun. Sedangkan BPPT, BATAN, Kemenag, LAPAN, Kemensos, Kemenperind, KemenPU PR, Kemenlu, Kemen LHK, Lemhanas, dan Kemenkeu, masing-masing mengeluarkan biaya riset tidak sampai dengan 1 Trilyun 
 
Dari total GBAORD sebesar 24,92 Trilyun tersebut, komposisi terbesar pada belanja litbang yang dilakukan institusi itu sendiri sebesar 10,90 trilyun rupiah atau sekitar 43,74 persen, dilanjutkan dengan  belanja operasional gaji  pegawai dan operasional litbang sebesar 7,65 Trilyun atau 30,68 persen, belanja jasa iptek yang meliputi pelayanan informasi iptek, pengumpulan data (ekspedisi, identifikasi spesies), konservasi, pengujian & standarisasi, patent & licence work, dan diseminasi hasil litbang sebesar 3,28 Trilyun atau sekitar 13,17 persen.   Komposisi yang memiliki porsi kecil adalah belanja pendidikan dan pelatihan, workshop metodologi, pelatihan pengambilan sampel dan lain-lain, sebesar 1,44 Trilyun, sekitar 5,77 persen,  dan belanja modal gedung laboratorium litbang sebesar 1,66 Trilyun, atau sebesar 6,65 persen.
 
Proporsi belanja litbang Indonesia masih didominasi sektor pemerintah. Saat ini sebesar 83,88 persen riset masih didukung sektor pemerintah, sedangkan sisanya dibiayai swasta dan industri. Dominasi belanja litbang pemerintah ini terhadap sektor swasta jauh lebih besar bila dibandingkan negara lain seperti Singapura, Malaysia, Thailand, Filipina dan Vietnam seperti yang terlihat pada gambar berikut:
 
alt
 
Kurangnya pemanfaatan inovasi yang dihasilkan oleh litbang pemerintah, swasta ataupun perguruan tinggi, menyebabkan Indonesia dibanjiri produk import dengan teknologi negara lain. Padahal teknologi negara lain serupa dengan hasil riset yang dikembangkan perguruan tinggi, litbang pemerintah ataupun swasta di Indonesia.
 
Di kawasan Asia, anggaran riset Indonesia terhitung sangat kecil, dibandingkan dengan Malaysia yang telah menganggarkan 1,3 persen pada tahun 2016. Bahkan Korea Selatan menganggarkan 4,23 persen dari PDB, jauh di atas Jepang sebesar 3, 28 persen, seperti terlihat pada grafik berikut:
 
alt
 
Kemenristekdikti menargetkan anggaran penelitian ini akan terus ditingkatkan setiap tahunnya dengan mengusulkan kepada Kementerian Keuangan. Sampai dengan tahun 2020, anggaran riset  ditargetkan meningkat mendekati 1 persen.
 
Saat ini riset yang dilakukan oleh peneliti masih menyebar dan belum fokus pada bidang tertentu sehingga memunculkan penelitian yang duplikasi. Artinya untuk riset yang sama, namun diteliti oleh institusi yang berbeda. Untuk itu, Kemenristekdikti tengah menyusun Rencana Riset Nasional 2017-2045. Melalui Rencana Riset Nasional 2017-2045, riset yang dilakukan akan disesuaikan dengan program kerja pemerintah.
 
Daya Saing Indonesia Naik Peringkat ke 36
 
Walaupun kondisi riset di Indonesia belum mencapai kondisi ideal suatu negara, namun Indonesia telah berhasil meningkatkan peringkat daya saing dari peringkat 41 ke 36 dunia. Berdasarkan laporan The Global Competitiveness Index 2017-2018 yang dirilis oleh World Economic Forum, Indonesia berada di peringkat 36 dari 137 negara. Peringkat tersebut naik dari posisi tahun lalu yaitu 41 dari 138 negara.
 
Kenaikan 5 peringkat tersebut, masih menempatkan Indonesia di bawah 3 negara tetangga di Asia Tenggara yaitu Thailand pada posisi 32, Malaysia di posisi 23, dan Singapura di posisi 3. Namun demikian, Indonesia masih berada di atas Vietnam yang berada di posisi 55 dan Filipina di posisi 56 serta Brunei Darussalam di posisi 46.
 
Indonesia adalah salah satu innovator teratas di antara negara berkembang, dan telah berhasil memperbaiki kinerja di semua pilar, antara lain perbakan di bidang institusi, infrastruktur, lingkungan makro ekonomi, kesehatan dan pendidikan dasar, pendidikan yang lebih tinggi dan pelatihan, efisiensi pasar barang, efisiensi pasar tenaga kerja, perkembangan pasar uang, kesiapan teknologi, ukuran pasar, kecanggihan bisnis serta inovasi.
 
Berikut rincian peringkat tiap pilarpembentuk daya saing Indonesia
alt
 
Keterangan:
2016/2017 ada 138 negara
2017/2018 ada 137 negara
Sumber: World Economic Forum, diolah
 
Dalam rilis WEF tersebut, Indonesia menempati peringkat 31 dalam inovasi dan peringkat 32 untuk kecanggihan bisnis, dan kesiapan teknologi meningkat dari urutan ke 91 ke urutan 80.
 
Sementara itu pengamat ekonomi Jeffrey Sachs merekomendasikan Indonesia harus fokus pada sektor pendidikan, konektivitas dan Riset dan Pengembangan (R& D). Pernyataan yang disampaikan Direktor Earth Institute, Universitas Columbia ini melalui video conference pada Indonesia Development Forum, 9 Agustus 2017 menegaskan tiga hal, pertama, peningkatan kualitas pendidikan, kedua, fokus pada konektivitas internet untuk mengefektifkan layanan pemerintah dalam hal kesehatan, kependudukan ataupun layanan keuangan lainnya. Terakhir adalah peningkatan investasi dalam hal Riset dan Teknologi.
Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author