Jakarta, Technology-Indonesia.com – Pemerintah terus mendorong implementasi Kebijakan Satu Peta (KSP) untuk mengakselerasi pertumbuhan ekonomi sekaligus menangani ketimpangan wilayah.
Kebijakan Satu Peta telah dibagipakaikan di lingkungan pemerintah dan telah dimanfaatkan untuk mendukung implementasi berbagai program maupun kebijakan nasional berbasis spasial. Kebijakan tersebut antara lain Online Single Submission (OSS) dan perbaikan tata kelola penerbitan izin dan hak atas tanah melalui penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang.
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyampaikan bahwa pelaksanaan penyelesaian tumpang tindih pemanfaatan ruang yang dilakukan dengan Kebijakan Satu Peta selaras dengan amanat Perpu Cipta Kerja yang diatur lebih lanjut melalui Peraturan Pemerintah No 43 Tahun 2021 tentang Penyelesaian Ketidaksesuaian Tata Ruang, Kawasan Hutan, Izin, dan Hak Atas Tanah.
”PP tersebut diharapkan dapat memberikan kepastian ruang berinvestasi, kemudahan dalam perizinan berusaha serta perbaikan kualitas ruang di Indonesia,” ujar Menko Airlangga secara virtual dalam Rakornas Informasi Geospasial 2023 pada Senin (20/3/2023).
Program Kebijakan Satu Peta yang diluncurkan sejak tahun 2016 telah diperbarui amanat pelaksanaannya melalui Peraturan Presiden No. 23 Tahun 2021. Sebanyak 158 Informasi Geospasial Tematik ditargetkan dapat dituntaskan dengan menambahkan tema-tema baru antara lain Informasi Geospasial Tematik di bidang perekonomian dan keuangan, kebencanaan, serta kemaritiman, dengan melibatkan 24 Kementerian/Lembaga dan seluruh Pemerintah Provinsi di Indonesia.
Menko Airlangga mengharapkan Badan Informasi Geospasial (BIG) dengan mandat Perpu Cipta Kerja dapat memainkan peran yang lebih strategis dalam menyediakan informasi geospasial dasar yang lengkap, berkualitas dan mudah diakses.
BIG diharapkan juga dapat berperan dalam pembinaan penyelenggaraan informasi geospasial nasional dan penyebarluasan informasi geospasial untuk mendukung pembangunan ekonomi yang berkelanjutan, serta peningkatan nilai ekonomis dan strategis informasi geospasial.
”Badan Informasi Geospasial agar segera mendorong perwujudan peta dasar skala besar, menetapkan Peta Rupabumi Indonesia termutakhir, serta secara konsisten melakukan pendampingan dalam rangka perbaikan peta-peta tematik skala nasional,” kata Menko Airlangga.
Saat ini melalui Kepmenko Bidang Perekonomian telah ditetapkan lima Peta Indikatif Tumpang Tindih (PITTI) Antar Informasi Geospasial Tematik yakni PITTI Ketidaksesuaian Batas Daerah, Tata Ruang, dan Kawasan Hutan; PITTI Ketidaksesuaian Perizinan Pertambangan dalam Kawasan Hutan; PITTI Hak Guna Usaha dan Tutupan Kelapa Sawit dalam Kawasan Hutan; PITTI Ketidaksesuaian Perizinan Perkebunan Kelapa Sawit dalam Kawasan Hutan di Provinsi Kalimantan Tengah; dan PITTI Ketidaksesuaian Izin, Konsesi, Hak Atas Tanah dan Hak Pengelolaan.
Sebagai tindaklanjut hal tersebut, Kementerian/Lembaga terkait bersama Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk melakukan langkah strategis dalam menyelesaikan permasalahan tumpang tindih.
Kementerian/Lembaga dan Pemerintah Daerah juga harus memprioritaskan penyelenggaraan Informasi Geospasial melalui pengalokasian anggaran dan melaksanakan secara konsisten serta memanfaatkan hasil Kebijakan Satu Peta dalam perencanaan dan pelaksanaan kebijakan secara spasial.
”Dukungan dan partisipasi dari Kementerian/Lembaga, Pemerintah Daerah, sektor swasta, akademisi, serta seluruh masyarakat sangat dibutuhkan guna memformulasi ide terobosan yang inovatif dalam pemanfaatan informasi geospasial, menyelesaikan permasalahan tumpang tindih pemanfaatan lahan, serta mendorong pemanfaatan datanya,” tutur Menko Airlangga.
Kepala BIG Muh Aris Marfai menyampaikan bahwa Rakornas Informasi Geospasial 2023 mengangkat tema “Implementasi Integrasi Geospasial Statistik untuk Akselerasi Pembangunan Nasional.”
“Tema ini sesuai dengan kepentingan kita bersama dalam rangka kebijakan satu data di Indonesia untuk mengintegrasikan data spasial dan data statistik sebagai bagian dalam membantu proses perencanaan dan pelaksanaan pembangunan,” terang Aris.
Tema tersebut, lanjutnya, juga dipilih untuk mendukung program Global Statistical Geospatial Framework (GSGF) yang dipublikasikan oleh PBB (UN) dan dalam rangka memastikan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) dapat kita raih pada tahun 2030.
“Integrasi geospasial dan statistik digunakan sebagai tools pemantau indikator SDGs seperti pengentasan kemiskinan ekstrem, penurunan stunting, perubahan iklim ataupun penanganan kesehatan pada berbagai skala mulai dari nasional sampai level keluarga sehingga prinsip no one left behind dapat dipenuhi,” jelas Aris.