Technology-indonesia.com – Ketergantungan dunia terhadap penggunaan sumber energi fosil menimbulkan dampak bagi lingkungan. US Energi Information Administration (EIA) 2017 mengungkapkan pemakaian bahan bakar fosil meningkatan emisi beberapa polutan ke udara seperti SO2, NOx, dan CO2.
BP Global tahun 2016 mencatat konsumsi energi primer global meningkat sebesar 1% pada 2015. Penggunaan minyak bumi masih menjadi bahan bakar utama sebesar 32,9% dari total konsumsi energi global. Setiap harinya konsumsi minyak bumi global mencapai 1,9 juta per barel.
Fenomena ini mendorong lima mahasiswa Universitas Gadjah Mada (UGM) mengembangkan teknologi microbubble generator untuk meminimalisir dampak lingkungan sekaligus krisis energi akibat penggunaan energi fosil. Alat ini mampu meningkatkan produktivitas tanaman mikroalga yang potensial dimanfaatkan sebagai bioenergi.
Kelimanya adalah Bagas Alqadri, Syahirul Alim Ritonga, Levina Ariesta Mayasari, dan Arief Faqihudin dari Teknik Mesin serta Lathifah Zahra dari Fakultas Biologi. Teknologi tersebut berhasil meraih Merit Award dalam Energy innovation Challenge 2017 yang digelar di Suntec Exhibition, Singapura pada 19-21 Juli 2017. Dalam kompetisi yang diikuti puluhan tim dari berbagai perguruan tinggi di dunia, tim UGM berhasil masuk dalam posisi 6 besar.
Bagas Alqadri menjelaskan, mikroalga memiliki potensi tinggi untuk dikembangkan sebagai sumber bioenergi. Sayangnya, produktivitas mikroalga yang dibudidayakan petani ganggang masih tergolong rendah. Hal ini dikarenakan dalam budidaya masih menggunakan metode tradisional dan membutuhkan lahan yang luas.
“Karenanya kami membuat alat yang dapat mendorong peningkatan pertumbuhan mikroalga dengan cepat,” ungkap Bagas pada Selasa (25/7/2017) di Fakultas Teknik UGM.
Teknologi microbubble generator yang diberi nama “Almino” ini membantu mengoptimalkan perumbuhan mikroalga sebagai sumber bioenergi yang menjanjikan di masa depan. Teknologi ini juga dapat berkontribusi dalam upaya meredam efek pemanasan global dengan menangkap karbondioksida (CO2) di udara untuk digunakan sebagai bahan fotosintesis mikroalga.
“Almino mampu meningkatkan distribusi jumlah CO2 terlarut dalam air karena menghasilkan ukuran gelembung yang lebih kecil dibandingkan ukuran gelembung dari aerator biasa,” terangnya.
Microbubble generator ini memecah ukuran partikel CO2 menjadi ukuran mikro sehingga lebih mudah diserap oleh mikroalga. Dari hasil pengamatan langsung, kolam budidaya mikroalga yang dipasangi microbubble generator menunjukkan perkembangan yang lebih bagus dibanding kolam yang dipasangi aerator biasa.
“Warna mikro alga lebih hijau, ini menunjukkan perkembangan yang jauh lebih baik,” ujarnya.
Arief Faqihudin menambahkan, selain meningkatkan jumlah CO2 terlarut dalam air , teknologi ini mampu mendistribusikan partikel CO2 hingga ke dasar kolam. Di samping itu, alat ini mampu menekan jumlah CO2 di alam.
“CO2 di alam ditangkap oleh penangkap CO2 untuk dimasukkan ke dalam miccrobubble genarator. Selanjutnya, CO2 dipecah menjadi partikel berukuran mikro untuk disemprotkan ke kolam bersama air,” paparnya.
Rangkaian Almino yang tergolong sederhana ini memiliki dua komponen utama yaitu microbubble generator dan penjernih air, kemudian dibuat menjadi instalasi dengan pompa dan selang. Dalam pengembangan, instalasi ini menghabiskan biaya sekitar Rp. 1,5 juta rupiah.
“Alat ini mudah digunakan, mudah diaplikasikan, serta mudah dalam perawatannya,” pungkasnya.