Selama ini, biogas dikenal masyarakat sebagai bahan bakar untuk keperluan memasak. Jika diproses lebih lanjut, biogas dapat menghasilkan listrik dan menggerakkan mesin.
Sejumlah peneliti UGM yang tergabung dalam grup riset ‘Sains untuk Rakyat’ melakukan serangkaian riset dan uji coba pengolahan biogas dalam tahapan lebih lanjut. Biogas yang telah dimurnikan dan dikemas dalam tabung mampu menghidupkan mesin berbahan bakar bensin.
Peneliti ‘Sains untuk Rakyat’ terdiri dari Wiratni, ST, MT, PhD. dan Dr. Ir. Aswati Mindaryani, MSc. (keduanya dari Teknik Kimia–purifikasi biogas), Ir. Imam Prasetyo, M.Eng, PhD. dan Teguh Ariyanto, ST, M.Eng. (Teknik Kimia-pengembangan material karbon sebagai adsorben), serta Jayan Sentanuhady, ST, M.Eng, PhD. (Teknik Mesin–perancangan dan evaluasi sistem kompresi).
Grup riset ‘Sains Untuk Rakyat’ mendapat dukungan dari Anies Mutiari (LIPI Bandung) untuk pengembangan unit pilot purifikasi biogas. Mereka bermitra dengan Daniel Tanto (UD Santosa Teknik Klaten) dalam modifikasi generator listrik dan mesin-mesin industri kecil untuk dioperasikan menggunakan biogas.
Wiratni dan rekan-rekannya bertekad menjadikan biogas sebagai energi alternatif ramah lingkungan pengganti bahan bakar konvensional untuk menggerakkan mesin-mesin pada industri kecil. Mereka juga mengonversi biogas menjadi listrik dan menjadikan biogas sebagai bahan bakar kendaraan bermotor.
Untuk itu, Sains untuk Rakyat membuat sistem purifikasi dan penyimpanan biogas dalam kemasan tabung. “Dengan kemasan tabung, nilai jual biogas bisa meningkat dan pendistribusiannya lebih mudah,” ujar Wiratni.
Sebelum biogas dikemas dalam tabung, terlebih dulu dilakukan pemurnian (purifikasi). Menurut Wiratni, dalam biogas terkandung sekitar 50-60% metana (CH4) yang merupakan bahan bakar dan 40 % sisanya adalah senyawa-senyawa pengotor, seperti karbondioksida, uap air, dan hidrogen sulfida. “Gas-gas pengotor tersebut tidak bisa terbakar, menurunkan nilai kalor biogas, dan menimbulkan karat sehingga harus dihilangkan dulu,” jelasnya.
Kontrol terhadap unsur-unsur dalam biogas sangat diperlukan agar diperoleh kadar metana yang maksimal dan kandungan karbondioksida seminimal mungkin. Sistem purifikasi yang dikembangkan Sains untuk Rakyat mampu memurnikan biogas hingga kadar metana di atas 80 persen.
“Hasil terbaik dari proses pemurnian yang pernah diperoleh menghasilkan kadar metana hingga 95%. Efisiensi penyimpanan dan pemanfaatannya mencapai dua kali lipat biogas yang tidak dimurnikan dengan baik,” ujarnya.
Proses purifikasi biogas dilakukan menggunakan resin yang dapat memisahkan karbondioksida dan hidrogen sulfida dari biogas dengan mekanisme pertukaran ion. Dengan demikian, alat purifikasi dapat dibuat ringkas dan hampir tanpa cairan. Perawatannya tidak terlalu sulit, cukup dengan penambahan air secara berkala untuk membasahi permukaan resin.
Untuk penyimpanan biogas, Sains untuk Rakyat menggunakan teknik penyimpanan dengan mengombinasikan sistem kompresi dan adsorpsi. Metana termasuk gas yang bersifat non-condensable, tidak dapat langsung berubah menjadi cairan bahkan sampai tekanan dan suhu ekstrim. Metana bersifat mudah terbakar akan mengalami kenaikan suhu jika diberikan tekanan. “Hal ini dapat meningkatkan risiko terjadinya ledakan saat proses kompresi,” ucapnya.
Tekanan yang terlalu tinggi memungkinkan terjadi kebocoran gas selama penyimpanan. Untuk itu, Sains untuk Rakyat membuat standar safety proses purifikasi dan kompresi biogas sehingga dihasilkan SOP yang terjamin keamanannya. Saat ini, Wiratni dan rekan-rekannya tengah melakukan evaluasi dan kalkulasi untuk menganalisis aspek safety dan kelayakan ekonomi sistem purifikasi dan penyimpanan metana.
Sementara itu, sistem kompresi dan adsorpsi dilakukan dengan memakai karbon yang dibuat menggunakan pirolisis polimer. Prosesnya adalah tabung diisi dengan partikel-partikel karbon khusus yang dirancang ukuran porinya sesuai dengan ukuran molekul metana. Melalui sistem ini metana akan terikat ke pori-pori karbon secara fisis sehingga tidak membutuhkan tekanan tinggi untuk menyimpan metana secara ekonomis. Pelepasannya pun mudah, hanya dengan penurunan tekanan (membuka valve).
Alasan pengemasan biogas dalam tabung menurut Wiratni karena limbah bahan baku produksi biogas biasanya terletak jauh dari kota. Aplikasi teknologi produksi biogas selama ini hanya terbatas di daerah sekitar limbah. “Selain memudahkan pendistribusian, pengemasan dalam tabung bertujuan menjadikan biogas sebagai bahan bakar alat transportasi. Riset kami fokus pada sepeda motor,” tambahnya.
Hingga saat ini, tim riset ‘Sains untuk Rakyat’ terus melakukan riset pengembangan pengemasan biogas dalam tabung. Meskipun masih dalam skala riset, tidak menutup kemungkinan suatu saat produk tersebut akan ditawarkan pada sejumlah mitra yang kompeten untuk pengembangan lebih lanjut ke arah komersial. Sumber www.ugm.ac.id