Panas Bumi Perlu Kejelasan Regulasi

Bagi para pemain bisnis disektor panas bumi menantikan keseriusan dari berbagai pihak terkait khususnya pemerintah pada regulasi tentang pengembangan panas bumi. Saat ini banyak peraturan yang menghambat dalam pengembangan potensi Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi (PLTPB). Potensi panas bumi di Indonesia sebesar 29 gigawatt, saat ini baru bisa dimanfaatkan sekitar 1,16 gigawatt, sementara potensi Indonesia 40 persen dari potensi dunia. Jika pengembangan panas bumi berjalan baik, maka akan mengurangi angaran negara dalam penyediaan bahan bakar minyak (BBM) untuk pembangkit yang berbasis bahan bakar minyak.

Direktur Hulu PT Pertamina Muhammad Husein menjelaskan, pemanfaatan panas bumi tidak terlalu sulit. “Dari sisi teknologi, pengeboran panas bumi, yang biasanya ada dikisaran 1.000 meter, sementara dalam pengeboran minyak yang mencapai sekitar 3.000 meter saja bisa dilakukan. Yang paling penting ada kejelasan regulasi,” kata Husein dalam acara Perttamina Energy Outlook 2014 di Jakarta, Senin (16/12), seperti dilansir Kompas.

Indonesia memiliki 252 sumber panas bumi yang tersebar di Sumatera, Jawa, Nusa Tenggara, Sulawesi, Maluku, dan berada dijalur gunung berapi. Energi panas bumi yang sudah dimanfaatkan, antara lain, di Jawa Barat, Jawa Tengah, Sulawesi Utara. Indonesia menargetkan pada tahun 2020 energi panas bumi yang terkonvensi menjadi energi listrik meningkat sekitar 6 gigawatt.

“Sampai saat ini belum ditemukan lagi lading minyak baru. Padahal, cadangan minyak di Blok Cepu akan habis dalam jangka waktu 5 sampai 10 tahun ke depan. Karena itu, tak bisa ditunda lagi pemanfaatan panas bumi yang merupakan sumber energi terbarukan,” kata Husein. Saat ini kebutuhan bahan bakar minyak sekitar 1,2 juta barrel hingga 1,4 juta barrel per hari. Produksi bahan bakar minyak stagnan di kisaran 800.000 barrel per hari karena tidak ada penambahan kilang minyak baru.

Setiap hari Indonesia harus membelanjakan sekitar 100 juta dollar AS untuk impor bahan bakar minyak karena deficit produksi itu. Impor bahan bakar minyak juga menyebabkan terjadinya deficit neraca perdagangan Indonesia.

Komaidi Notonegoro Wakil Direktur ReforMiner Institute menuturkan, cadangan minyak Indonesia tinggal 3,7 miliar barrel. “Tanpa temuan cadangan minyak baru, cadangan minyak Indonesia akan habis sekitar 12 tahun mendatang. Indonesia akan menjadi negara importir minyak sangat besar jika tidak memanfaatkan potensi energi terbarukan,”terang Komaidi.

Menurut Komaidi, Indonesia terlambat mengantisipasi masalah perminyakan karena dana yang digunakan untuk menjaga stok terlalu besar. Dengan stok ketahanan bahan bakar minyak hingga 23 hari, dana yang harus disediakan sekitar Rp 25 triliun. “Pemerintah seharusnya memberi kompensasi kepada PT Pertamina. Kompensasi bisa berbentuk penggunaan sebagian dana yang digunakan untuk menjaga ketahanan BBM itu untuk berinvestasi di eksplorasi. Jika itu bisa dilakukan, defisit produksi tidak terlalu besar seperti sekarang,” tegas Komaidi.    Albar/TI

Setiyo Bardono

Editor www.technologyindonesia.id, penulis buku Kumpulan Puisi Mengering Basah (Arus Kata, 2007), Mimpi Kereta di Pucuk Cemara (PasarMalam Production, 2012), dan Aku Mencintaimu dengan Sepenuh Kereta (eSastera Malaysia, 2012). Novel karyanya: Koin Cinta (Diva Press, 2013) dan Separuh Kaku (Penerbit Senja, 2014).
Email: setiakata@gmail.com, redaksi@technologyindonesia.id

You May Also Like

More From Author