Pemerintah terus mendorong produsen untuk menerapkan prinsip kelestarian tanpa kompromi. Pemerintah menyiapkan regulasi yang mewajibkan sertifikasi sistem verifikasi legalitas kayu (SVLK) menjadi syarat membeli produk kayu di pasar domestic.
Menteri Kehutanan Zulkifli Hasan di Jakarta, Senin (16/12), seperti dilansir Kompas, mengatakan, Peraturan presiden tentang pengadaan barang produk kayu wajib memakai SVLK sedang digodok. “Penerapan SVLK telah memacu kinerja ekspor kayu hingga tumbuh 15 persen. Hingga 30 November 2013, ekspor produk kayu Indonesia mencapai 5,5 miliar dollar AS (Rp 66 triliun) atau naik 600 juta dollar AS dari tahun 2012.
Menurut Bambang Hendroyono Direktorat Jenderal Bina Usaha Kehutanan mengatakan, SVLK merupakan standar legalitas kayu wajib pertama di dunia. Karena itu, tidak ada alasan bagi konsumen produk kayu, terutama yang beroperasi di Indonesia, menolak SVLK dan mensyaratkan sertifikasi asing. Bambang menyesalkan ada perusahaan di Indonesia yang mensyaratkan sertifikat asing bagi produsen produk kehutanan yang telah memiliki sertifikat SVLK dan prosesnya yang panjang,” terang Bambang.
Sementara Nusa Eka Direktur Ekspor Produk Pertanian dan Kehutanan Kementerian Perdagangan menjelaskan, pemerintah sedang mengatur impor produk kayu olahan yang selama ini bertarif nol persen. Aturan ini bakal berlaku tahun 2014.
Direktur Eksekutif Greenomics Indonesia Elfian Effendi meminta pemerintah tidak lengah.”Jangan berorientasi ke pasar global karena pangsa pasar produk nasional di dalam negeri terus tergerus,” kata Effendi.
Ketua Asosiasi Pengusaha Hutan Indonesia (APHI) Nana Suparna menilai, motif konsumen di dalam negeri menolak SVLK sambil mensyaratkan sertifikat asing patut digugat. “Jika soal kelestarian, seharusnya tidak mensyaratkan satu sertifikat asing tertentu. Sikap mereka lebih cenderung penguasaan pasar,” terang Nana.