JAKARTA – Indonesia memasuki era lampu kuning dalam penyediaan energi nasional. Kebutuhan bahan bakar minyak secara nasional tidak bisa diimbangi dengan penyediaan produksi dalam negeri. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT) memperkirakan pada 2031, Indonesia menjadi net importir energi.
Krisis energi bahan bakar dalam dekade terakhir berdampak pada kelistrikan nasional. Masalah energi yang terjadi saat ini adalah penyediaan listrik yang belum maksimal, pemakaian BBM fosil yang masih cukup besar dan kurang efisien (high cost). Penyediaan bahan bakar batu bara untuk PLTU juga semakin sulit karena batubara kualitas bagus sebagian besar dialokasikan untuk kebutuhan ekspor.
Diversifikasi bahan bakar karenanya menjadi hal yang mutlak dilakukan. Untuk itu, Pusat Teknologi Sumberdaya Energi dan Industri Kimia (PTSEIK-BPPT) berupaya memberikan solusi secara menyeluruh dari hulu yaitu cara-cara pengelolaan ketersediaan sumber daya energi yang stabil sampai ke hilir yaitu dari sisi pengguna akhir energi tersebut secara efektif dan efisien.
Direktur PTSEIK-BPPT, Adiarso mengatakan sudah saatnya Indonesia memaksimalkan pemanfaatan potensi biomassa. “Dari semua jenis energi terbarukan, hanya biomassa yang dapat berperan ganda, yakni sebagai sumber bahan bakar padat pembangkit listrik, maupun sebagai bahan baku untuk produksi bahan bakar cair dan gas,” kata Ardiarso dalam acara media gathering Deputi TIEM BPPT di Jakarta, Selasa (19/4/2016).
Menurut Ardiarso, sumber bahan bakar berbasis sawit menjadi pilihan strategis, mengingat Indonesia merupakan penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia di dunia (32 juta ton per tahun) berikut dengan limbah cair (POME) maupun padat yang melimpah. Inovasi teknologi bahan bakar berbasis sawit yang dilakukan BPPT mencakup pure plant oil (PPO), biodiesel, green petroleum, dimethyl ether (DME), bioethanol, dan biogas.
Dalam paparannya, Ardiarso menyampaikan Indonesia perlu membangun sistem industri energi khusus bahan bakar alternatif nasional. Sistem ini diperlukan menjaga keberlanjutan penyediaan energi nasional, meningkatkan ketahanan dan kemandirian energi nasional, serta kontinuitas penyediaan bahan bakar ramah lingkungan.
Peranan teknologi berbasis sumber terbarukan dan batubara, semakin penting di masa mendatang. “Namun potensi yang ada (low rank coal, biomassa, dan lain-lain) tidak bisa langsung dan maksimal dimanfaatkan tanpa melalui inovasi,” pungkasnya.